Tepat pukul 15.00 WIB.
Dibawah rintikan hujan yang mengguyur. Menikmati dinginnya angin yang menerpa kulit. Angin yang membuat beberapa pohon menggoyangkan daunnya, serta rumput-rumput yang sudah basahpun ikut bergoyang, diterpa angin dingin yang sesekali berlalu.
Seperti tengah menanti seseorang. Winda berdiri sendirian di loby sekolah yang cukup sunyi itu. Karena yang terdengar hanyalah tetesan air hujan yang tak henti-hentinya jatuh dari awan secara bergantian. Terlihat senyum simpul manis menghiasi sudut bibir Winda, yang kini tengah membiarkan air hujan itu membasahi tangannya.
"Sendirian aja, Mbak?" terdengar suara berat dari seseorang di belakangnya, yang berhasil membuatnya menengokan kepala.
"Hmm. Belum pulang?" Tanya Winda setelah mengetahui siapa sebenarnya orang yang baru saja mengagetkannya itu.
"Belum. Tadi ada rapat OSIS, buat besok pertandingan bola volly." Jawab siswa itu, sambil membuka payung abu-abu yang sepertinya sengaja ia bawa. Karena memang saat ini adalah musim penghujan. Jadi, wajar saja jika ia mempersiapkan terlebih dahulu, sebelum hal seperti yang Winda rasakan itu terjadi padanya.
"Ooo! Aji mana?" Tanya Winda, setelah menyadari ada sesuatu yang aneh.
"Aji ada urusan. Makanya gue yang disuruh datang ke rapat itu. Padahal gue mau pulang bareng Irma. Eh, malah dipaksa Aji buat gantiin dia." Jawab siswa itu dengan raut wajah kesal, yang hanya mendapatkan anggukan tanda mengerti dari Winda.
"Lha, Lo kenapa belum pulang?"
"Nungguin Febri."
"Oh, dia tadi masih sibuk di dalam. Biasa sekretaris."
"Hmm. Tapi, bukannya lo gantiin Aji? Aji kan ketua. Kenapa lo keluar duluan?"
"Rapatnya udah selesai. Tinggal di catet-catet aja."
"Oo gitu. Kira-kira masih lama nggak?" Tanya Winda, yang sebenarnya mulai merasa bosan.
"Mungkin sebentar lagi keluar. Kalau gitu gue pulang duluan, ya! Masih ada urusan penting lainnya yang harus gue urus. Lo tau kan gue ini sibuk." Jawab siswa itu dengan mimik wajah sombong, yang malah membuat Winda tertawa.
"Halah. Sok sibuk lo. Ya udah sana buruan pulang! Selesain sana URUSAN lo, yang mungkin nggak ada penting-pentingnya itu!"
"Enak aja. Penting tau."
"Penting? Orang kayak lo ngomongin urusan penting? Paling juga godain adek kelas lewat chat. Benerkan?"
"Eh, gua udah insap kali." Jawab siswa itu tak terima.
"Hmm. iyain biar fast."
"Ya udah, gue pulang duluan!"
"Iya. Hati-hati! Jangan ngebut! Jalanan licin soalnya." Ucap Winda, yang masih saja tersenyum lebar, jika mengingat tingkah temannya itu hari-hari lalu.
"Ok!" Jawab siswa itu, yang mulai berjalan menjauh menerobos derasnya air hujan dengn payung abu-abunya itu.
"Sorry lama."
"Eh. Udah keluar? Lama banget sih? sampai lumutan nih." Ucap Winda kesal, sambil menatap seorang siswa yang baru saja datang.
"Sorry. Ya udah, ayo pulang!" Setelah membuka payung berwarna Biru laut yang sengaja dibawanya, siswa itu melepas jas OSIS yang ia kenakan.
"Kenapa lo lepas?" Tanya Winda, kebingungan.
"Nih pakai!" Bukan dengan nada meminta namun dengan nada memerintah, siswa itu menyuruh Winda memakai jas OSIS yang jelas-jelas bukan milik Winda.
"Nggak usah sok perhatian! Buruan, ayo pulang!" Jawab Winda sambil mengembalikan jas itu kepada pemiliknya.
"Hmm. Ya udah kalau nggak mau." Ucap siswa itu, sambil kembali mengenakan jas OSIS yang baru saja ia lepas.
"Nah. Ya udah, Ayo pulang!" Dengan tak sabar, Winda merebut payung yang dibawa siswa itu.
"Aduh! Sini-sini biar gue aja yang bawa!"
"Nggak mau!"
"Biar gue aja yang bawa! Lu nggak liat gue kena payung terus?"
"Lah! Salah siapa jadi orang tinggi."
"Lo aja yang pendek."
"Eh! Lo ngejek gue?"
"Ngejek gimana? Emang kenyataan, kan? Udahlah terima aja! Sini, biar gue aja yang bawa!" Ucap siswa itu, yang langsung saja merebut payung yang dibawa Winda. Dengan kesal Winda membuang mukanya, dan enggan menatap muka Febri. Begitupun sebaliknya.
Sampai akhirnya mereka berduapun berada di depan rumah Winda, namun keduanya masih saja enggan saling menatap.
"Ya udah sana pulang! Ngapain masih di sini?" Tanya Winda sambil berusaha membuka pintu gerbang rumahnya. Namun, Febri belum juga beranjak pergi dan tetap memayungi Winda.
"Ngapain masih disini? Pulang sana!" Perintah Winda, yang bersiap memasuki pekarangan rumahnya. Bukannya pergi, Febri malah mengikuti Winda yang sepertinya tak lagi acuh dengan keberadaan Febri. Hingga akhirnya Winda masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumahnya rapat-rapat. Barulah Febri pergi dari rumah Winda, setelah memastikan Winda sampai rumah dengan selamat.
***
Knok! knok! knok!
Terdengar sebuah ketukan dari pintu utama. Mengharuskan Irma meninggalkan dapur dan melangkah menuju sumber suara ketukan.
"Siapa?" Tanya Irma, saat ia tinggal beberapa langkah lagi dari pintu yang terbuat dari kayu itu.
"Gue, Ma." Terdengar jawaban dari balik pintu, yang suaranya sangat Irma kenali.
Ceklek!
"Hai, Put! Ayo masuk!" Ya, siapa lagi kalau bukan Putri. Perempuan cantik yang menjadi idaman para laki-laki itu, perempuan yang menjadi sahabatnya sejak ia menginjakkan kaki di SMA, perempuan yang kini tengah berada di hadapannya itu. Dengan senyum manis seperti biasanya, Putri menjawab sapaan Irma.
"Lagi apa, Ma?" Setelah menutup pintu, Putri mengikuti Irma yang kini tengah berjalan pelan di depannya.
"Nih, baru selesai masak. Kamu udah makan?"
"Belum."
"Nah, kebetulan. Sebelum ngerjain tugas, makan dulu yuk! Laper nih."
"Ok. Masak apa, Ma? Baunya enak banget." Ucap Putri yang masih saja berjalan di belakang Irma, yang sepertinya tengah berjalan ke arah dapur.
"Tumis kangkung."
"Wah. Makanan kesukaan gue tuh."
"Ya udah duduk dulu sana! Gue mau ambil piring sama sendok." Pinta Irma sambil menunjuk ke arah ruang makan, yang terdapat empat kursi mengelilingi meja berbentuk persegi. Meja yang di atasnya sudah siap dengan nasi dan tumis kangkung yang ternyata menjadi makanan kesukaan Putri.
Setelah Irma datang dengan dua piring dan dua sendok. Keduanyapun memulai makan makanan yang dimasak Irma.
"Sendirian aja. Dimana Papa sama Mama?"
"Papa lagi keluar kota. Ibu masih sibuk di rumah sakit, biasa dokter."
"Oooo. Biasanya juga kayak gini?"
"Iya." Jawab Irma, dengan tatapan yang perlahan menurun.
"Lah! Kenapa nggak manggil gue buat nemenin lo?" Tanya Putri, sejenak menghentikan acara makan-makannya.
"Nggak lah. Gue nggak mau ngrepotin lo. Lagian juga udah biasa sendirian."
"Ngrepotin gimana? Gue malah suka kali kalau bisa nemenin lo. Lagian Papa gue juga sibuk di rumah sakit." Ucap Putri, sambil melanjutkan makannya yang sempat tertunda itu.
"Ayah lo dokter?"
"Hmm."
"Di rumah sakit mana?"
"Nggak tahu. Katanya sih deket SMP gitu." Jawab Putri seadanya.
"Ooo."
Tak lama makanan keduanyapun habis. Dilanjutkan rencana sebelumnya, yaitu mengerjakan tugas bersama. Putri yang diminta untuk mempersiapkannya terlebih dahulupun, mengeluarkan beberapa buku yang di dalamnya terdapat tugas yang harus dikerjakan. Sementara Irma, kini ia tengah mencuci piring dan sendok yang tadi ia gunakan.