Sebenarnya, aku sangat penasaran sejak kapan kondisinya benar-benar membaik. Sejak kapan Hanan mulai membohongiku dan untuk apa dia melakukan itu?
Sudah sewajarnya bertanya ketika menghadapi realita yang mengagetkan, bagaimana mungkin seseorang bisa tiba-tiba dapat berjalan normal.
Seolah tidak pernah terluka, kondisinya terlihat baik-baik saja. Semua itu terasa janggal, bagaimana mungkin seorang manusia pulih begitu saja setelah mengalami cidera serius.
Mungkin selama ini aku telah dibodohi. Aku telah dipermainkan dengan semua kebohongan yang hampir terasa nyata.
Jika semua ini hanya tipuan, bukankah ini sangat keterlaluan?
Aku merasa telah dijebak dengan tidak adil agar hadir secara konsisten dalam lingkaran kehidupannya. Tapi, aku tidak pernah berpikir jika dia mampu merangkai kebohongan hanya untuk menjebakku.
Tidak ingin menduga-duga berbagai kemungkinan, aku langsung bertanya padanya. Sekalipun itu suatu kebohongan, tetap harus ada alasan dan penjelasan logis atas kebohongan itu sehingga berhak mendapatkan sebuah kata maaf.
"Tiba-tiba oke, keajaiban embun pagi kod", jawabnya yang mengungkit tentang keajaiban embun pagi yang pernah aku ceritakan padanya di pantai.
Aku tidak bisa mempercayai ucapannya, semua terdengar cliché. Embun pagi memberikan efek secara bertahap dalam membantu proses penyembuhan, bukan menyembuhkan.
Tapi, aku tidak ingin memperpanjang masalah. Hal yang paling penting adalah kondisinya telah membaik, hidupku juga akan kembali normal.
"Oke lah, good night", ucapku setelah mencuci mangkuk.
"Good night, I hope I can see the next miracle", ucapnya.
"The next miracle?", tanyaku.
"Apa keajaiban sebelumnya ?", lanjutku.
"It's you. Met you again such a miracle for me", jawabnya yang kembali kambuh dengan ayat-ayat cliché-nya.