Kerumunan mahasiswa di koridor menutup akses masuk kelas, termasuk Lulla yang baru saja sampai di kampus. Ada apa sih? Kenapa ramai sekali?
"Hei Lulla,"
Mey merangkul pinggangnya, datang entah darimana gadis satu ini.
"Sudah lihat di papan pengumuman?"
"Belum, ada apa memangnya?"
"Haduh kau ini, orang-orang ramai membicarakan Oktano tapi kau tidak tahu apa-apa?"
"Oktano? Dia kenapa lagi?"
"Lagi? Apa maksudnya? Aku bicara tentang Oktano yang lolos ikut pertukaran pelajar ke luar kota."
Lulla memang pernah dengar dari dosen mereka bahwa ada pertukaran pelajar ke luar kota selama satu bulan, dan ia bahkan pernah ditawari untuk ikut, tapi ditolak olehnya.
"Oktano ikut?"
"Iya, Brian, Sammy, Daniel, Sora, Risa dan Emily juga."
"Sial, kenapa aku baru tahu?"
"Kau marah padaku?" Mey ikut emosi mendengar Lulla yang emosi.
Lulla menggeleng. "Kapan mereka berangkat?"
"Pacarku bilang hari ini." Mey menjawab santai.
Lulla mengerutkan dahi tak mengerti. "Tapi infonya baru saja dipasang, bukan?"
"Oh itu, mereka sudah dapat infonya lebih dulu dua hari lalu. Info ini hanya untuk dipamerkan saja ke mahasiswa lain."
Lulla mengatupkan mata, tiba-tiba saja ia merasa pusing.
"Aku pergi dulu,"
---
Lulla berulang kali mendial nomor Oktano, tapi tidak tersambung sama sekali. Sms juga tidak terkirim. Oh iya, Lulla lupa kalau dia kehabisan pulsa.
To : Oktano
Sialan kemari kau!
Gagal
To : Oktano
Kenapa tidak memberitahuku?
Gagal
To : Oktano
Aku harus buat perhitungan denganmu!
Gagal
To : Oktano
Aku benci sekali padamu, kenapa kau seperti ini?
Gagal
To : Oktano
Setidaknya beritahu aku kapan kau pergi, kenapa hanya aku yang tidak tahu?
Gagal
Lulla menatap layar ponselnya datar. Ia tahu tidak akan ada satu sms-pun yang akan terkirim, tapi ia tetap mengirimkannya karena marah. Tapi kegiatannya terhenti saat Miya meneleponnya.
"Halo, Lulla?"
"Ya, ada apa?"
"Kau sudah mendengarnya?"
"Sudah."
"Kau baik-baik saja?"
Lulla menarik dan menghela napas kuat-kuat. "Apa aku punya pilihan? Itu urusannya."
"Apa Oktano sudah memberitahumu? Aku tidak sempat bertanya karena bus jemputan dari kampus tiba-tiba sudah sampai. Dia sibuk sekali sejak semalam."
"Tidak, dia tidak memberitahuku."
Andai Oktano memberitahunya, Lulla tidak akan jadi gila begini.
Lulla tidak menangis karena Oktano meninggalkannya, toh ia tahu lelaki itu akan kembali sebulan lagi. Yang ia tangisi adalah kenapa Oktano tidak mau memberitahunya? Padahal baru kemarin mereka bicara panjang lebar. Apa jangan-jangan kata maaf itu tidak ada artinya?
Tapi perkataan terakhir Miya yang bilang bahwa mungkin Oktano tidak tega memberitahunya langsung, membuatnya sedikit berharap.
"Oktano tidak akan tega memberitahumu karena dia akan pergi untuk waktu yang agak lama. Satu bulan tidak melihat orang yang dia sayangi juga pasti berat untuknya."
Bulir-bulir air mata makin turun ke baju, Lulla bahkan tidak sadar sejak kapan tepatnya dia berjalan keluar dari kampus seorang diri saat hari sudah berganti malam.
Di depan sana ada Audy yang sedang duduk di bangku taman sendirian, dan Vincent yang tengah mengantri di kedai es krim. Apa ini? Mereka sedang kencan?
"Kak Lulla, kau kenap-"
Tanpa peduli adik tingkatnya itu bicara apa, Lulla segera menubrukkan tubuhnya ke tubuh Audy yang sedikit lebih berisi.
"Kak Lulla,"
"Audy, aku bingung sekali."
Audy diam saja, menunggu agar Lulla bicara. Di sisi lain, dia diam-diam memperhatikan Vincent yang semoga saja urusannya di kedai es krim masih lama.
"Aku bingung sekali. Kenapa mencintai seseorang bisa semenyakitkan ini?"
Audy tidak tahu apa yang sudah terjadi pada kakak sepupu temannya ini, tapi ia jelas paham kalau Lulla sedang patah hati. Jadi Audy hanya mampu mengelus punggung si kakak tingkat, memberikan ketenangan yang mungkin tidak akan pernah cukup.