"Siapa yang pertama kali menemukan jenazah itu?" tanya salah seorang anggota polisi itu. Amor hendak berbicara. Namun, Dewa menarik tangannya.
"Saya, Pak," sahut Dewa. Amor sangat terkejut mendengar pengakuan Dewa. Padahal yang menemukan mayat itu jelas-jelas Amor.
Tentu saja alasannya sangat jelas. Jika ia membiarkan Amor mengaku, gadis itu akan dicurigai sebagai tersangka dalam kasus ini. Dewa tak ingin gadis itu terlibat dalam kasus rumit ini.
Polisi itu menanyakan identitas Dewa. Lalu, laki-laki itu pun menyebutkannya dengan santai, seolah-olah tak memiliki beban sama sekali.
"Nama saya Dewa, saya teman sekelas Shinta," sahut Dewa.
"Jam berapa anda memasuki toilet ini?" tanya polisi itu. Dewa pun menjawab sembari melihat jam tangannya.
"Sekitar pukul 10.00 WIB," sahut Dewa.
"Kenapa anda nekad memasuki toilet wanita? Bukannya sudah jelas bahwa pria tidak bisa memasuki toilet wanita?" tanya Polisi itu lagi. Dewa tetap terlihat tenang, meskipun pertanyaan itu terkesan menyudutannya.
"Karena saya mencium bau busuk dari dalam toilet. Jadi, saya terpaksa membukanya," Dewa menjawab dengan sangat hati-hati. Jika salah sedikit saja, ia akan dicurigai sebagai pelakunya.
Polisi pun memanggil beberapa orang yang masih berada di sekolah untuk diperiksa satu-persatu. Di antaranya adalah dua orang sahabat Shinta.
"Nama saya Mira Shidqia, saya bersahabat dekat dengan Shinta. Rencananya setelah pengumuman kelulusan, kami akan merayakannya dengan makan-makan. Tapi, Shinta udah nggak kelihatan sejak pagi," sahut salah seorang sahabat yang bernama Mira. Mira adalah gadis pendiam yang sedikit sombong seperti Shinta. Polisi pun beralih menanyai sahabat Shinta yang satu lagi. Lalu, gadis itu pun menjawab.
"Nama saya Bonita Ramadhan. Saya bersahabat dengan Shinta dan Mira. Saya juga tak melihatnya dari pagi," jawab Bonita. Gadis itu juga memiliki sifat yang tak jauh berbeda dengan Mira. Yaitu pendiam, dan juga sombong. Sementara polisi itu menanyai para sahabat Shinta, Dewa memerhatikan surat yang ditulis oleh Shinta dengan teliti. Laki-laki itu berpikir bahwa Shinta pasti meninggalkan petunjuk pada surat itu.
"Gimana, Wa? Lo udah nemuin sesuatu?" tanya Benny. Dewa pun terperanjat setelah membaca surat itu. Ia lantas melihat ke arah salah satu dari dua orang sahabat Shinta dan mencoba membaca pikiran mereka.
"Wa, kamu kenapa?" tanya Amor. Jujur saja, ia merasa sedikit khawatir dengan Dewa jika sudah menunjukkan ekspresi seperti itu.
"Guy's, kayaknya gue tahu siapa pelakunya," gumam Dewa dengan lirih.
"Eh, siapa?" tanya Benny dengan lirih. Dewa pun membisikkannya kepada Benny dan Amor. Benny dan Amor sangat terkejut mendengar bisikan dari Dewa.
"Serius? Pelakunya dia?" tanya Benny. Dewa pun menganggukkan kepalanya.
"Lalu, kenapa kamu nggak kasih tahu hasil analisa kamu ke polisi?" tanya Amor.
"Aku nggak bisa kayak gitu, Mor. Aku harus menemukan alat yang dia pakai buat membunuh," sahut Dewa. "Dan alat itu nggak ada di sini, tapi di suatu tempat,"
Polisi pun selesai memeriksa semua saksi. Tetapi karena mereka tak juga menemukan titik temu dari kasus ini, mereka menetapkan bahwa kasus ini bukanlah kasus pembunuhan, melainkan bunuh diri. Dewa tak habis pikir dengan para polisi itu. Tak bisakah mereka memecahkan teka-teki yang sangat mudah ini?
*****
Di dini hari, Dewa tidur dengan begitu lelap sekali. Namun, tiba-tiba ada sesuatu yang sangat berat menindih tubuhnya. Dewa tak bisa berteriak, membuka matanya, bahkan untuk melafadzkan do'a saja tidak bisa. Ia merasa tubuhnya sangat sesak. Dan juga, ia mendengar suara orang yang meminta tolong.
"Tolong aku ..." siapa itu? Belle? Bukan, suara Belle lebih lembut. Dewa pun dengan sekuat tenaga membuka matanya. Ia sangat terkejut ketika melihat 'seseorang' yang menindih tubuhnya.
Ya, dia adalah Shinta. Gadis itu datang dengan penampilan yang begitu menakutkan. Tubuhnya yang penuh luka, serta seragam sekolahnya yang lusuh. Shinta juga terlihat seperti ingin menangis.
"Tolong aku ..." ucap gadis itu lagi. Dewa tak punya pilihan lain lagi selain berbicara dengan arwah itu.
"Tolong ... lo turun dari badan gue ..." Dewa berkata dengan susah payah dan napas yang tersengal-sengal.
Setelah Dewa mengatakan hal itu, sosok Shinta pun menghilang dari hadapannya. Akhirnya, Dewa bisa menggerakkan tubuhnya lagi. Ia pun duduk dengan napas yang tak beraturan. Dewa yakin bahwa ia tak salah lihat, itu pasti Shinta. Ia merasa bahwa gadis itu takkan bisa tenang sebelum pembunuhnya tertangkap. Shinta pasti akan menghantui dirinya terus-terusan jika pembunuhnya masih berkeliaran dengan tenang.
"Gue tahu kalau lo masih di sini, gue bakalan bantuin lo. Tapi please, jangan hantui gue kayak gini," gumam Dewa. Ia tahu bahwa arwah itu masih ada di sekitarnya. Lebih tepatnya, ia berada di sudut ruangan di dekat meja belajarnya.
***** TBC *****