Dewa terlihat sangat kecewa dengan yang dilakukan oleh Elen. Meskipun ia sudah memprediksinya, ia masih saja tetap kecewa. Amor menatap laki-laki itu dengan rasa iba. Untuk menenangkan Dewa, Amor menggenggam tangan laki-laki itu dengan erat.
"Nggak apa-apa, Sayang. Kamu udah berusaha keras," ucap Amor sembari tersenyum. Dewa pun membalas senyum itu dengan senyuman tipis.
"Aku tahu, ini pasti akan terjadi," ucap Dewa. "Tapi ... aku yakin bahwa suatu saat nanti, dia bakalan datang lagi,"
Dewa memberikan salah satu helm di tangannya kepada Amor, dan gadis itu menerima helm itu dan memasangnya. Tapi tampaknya, Amor kesulitan mengunci helm itu. Dewa pun membantu gadis itu mengunci helmnya. Mata Amor tanpa sengaja bertemu dengan mata Dewa yang meneduhkan hati. Mereka saling menatap untuk beberapa saat, jantung yang berdebar sangat kencang, terutama jantung Dewa yang tak bisa terkontrol.
Selesai mengunci helm Amor, Dewa pun langsung mengalihkan pandangannya dan wajahnya juga terlihat sedikit gugup.
"Em ... a-ayo kita pulang," ajak Dewa dengan sedikit tergagap-gagap. Amor hanya membalas dengan anggukan.
"I-iya, a-a-ayo,"
*****
Elen membuka matanya di pagi hari, ia pun meregangkan seluruh otot-ototnya. Ia berjalan menuju ke dapur untuk mengambil air putih dengan sedikit lunglai. Begitu sampai di dapur, ia melihat Emi tengah membuat teh yang entah dibuat untuk siapa. Tetapi, ia melihat sesuatu yang aneh. Gadis berdarah campuran itu melihat Emi tengah memasukkan sesuatu ke dalam teh itu. Namun, ia merasa sedikit tak yakin dengan yang ia lihat. Ia pun mengusap-usap kedua matanya agar bisa melihat dengan jelas. Tapi, tetap saja ia tidak yakin.
"Ibu lagi ngapain?" tanya Elen sembari berjalan mendekati ibunya. Emi tampak sedikit terkejut, tapi ia berusaha untuk tetap tenang.
"Oh, ibu lagi bikinin ayah kamu teh. Kamu mau ibu bikinin juga?" tanya Emi sembari menyembunyikan rasa terkejutnya. Elen pun menggelengkan kepalanya.
"Nggak perlu, Bu," sahut Elen. Ia pun berjalan meninggalkan dapur dengan penuh keraguan, apa yang ia lihat itu nyata? Apa benar bahwa ibunya ini dirasuki arwah jahat? Tapi bagaimanapun juga, semua itu tidaklah masuk akal untuk Elen.
Setelah bersiap-siap menuju sekolah, Elen berjalan menuju meja makan dan menghampiri ayahnya yang duduk di sana.
"Pagi, Yah," sapa Elen. Mr. Choi pun tersenyum.
"Pagi, Sayang," sahut Mr. Choi. Elen duduk di depan Mr. Choi, namun pria itu terbatuk-batuk sebanyak beberapa kali.
"Ayah nggak apa-apa?" tanya Elen dengan raut wajah penuh kekhawatiran, pria itu pun tersenyum.
"Ayah nggak apa-apa, Nak," sahut Mr. Choi. Elen melihat wajah ayahnya yang terlihat sedikit pucat. Ada apa dengan ayahnya?
*****
Dewa yang baru saja keluar dari kafe, tiba-tiba melihat Elen yang berdiri di hadapannya. Gadis itu pun berjalan menghampiri pemuda itu dengan penuh ketidak yakinan.
"Aku mau melakukannya," ucap gadis itu. Dewa merasa sedikit tak yakin dengan yang dikatakan gadis itu.
"Kalau lo masih nggak yakin, sebaiknya jangan," sahut Dewa. Tapi, gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Aku mau melakukannya!" seru gadis itu yang terlihat takut. Dewa tersenyum penuh dengan kemenangan, dugaannya benar-benar tepat.
"Kenapa tiba-tiba lo berubah pikiran?" tanya pemuda itu. Elen memejamkan matanya sejenak, dan mengembuskan napas panjang. Ia pun kembali membuka matanya.
"Karena aku ingin tahu kebenarannya," sahut gadis itu dengan penuh kemantaban. Tampaknya, gadis itu sudah membulatkan tekad setelah melihat gelagat Emi yang aneh, sehingga ia sangat ingin untuk mengetahui kebenarannya.
*****
Sepulang sekolah, di tengah jalan, Dewa dihentikan oleh sebuah mobil yang menghadang jalannya di tempat yang sepi. Dan orang yang mengendarai mobil itu keluar dari dalam mobil ferrari itu. Dewa tersenyum sinis ketika melihat siapa yang menghalanginya, begitu juga dengan Emi. Tanpa berlama-lama lagi, wanita itu pun berkata.
"Kamu kan orang yang membuatku sakit?" tanya Emi dengan senyum yang sangat misterius. Dewa mengabaikan pertanyaan itu.
"Akhirnya kita bertemu, dan mengetahui identitas masing-masing," ucap Dewa. "Pergilah dari tubuh itu. Kamu nggak seharusnya ada di sana,"
Lalu, Dewa melihat sosok berwarna hitam yang baru saja keluar dari tubuhnya. Dewa pun tersenyum sinis melihat sosok yang sangat menyeramkan itu.
"Jangan pernah masuk lagi ke dalam tubuh itu," ucapnya dengan menatap tajam arwah jahat itu. Aura arwah itu semakin kuat, arwah itu sangat marah melihat Dewa yang sangat mengganggunya. Ia pun masuk ke dalam tubuh Dewa. Laki-laki itu berusaha sangat keras untuk menolaknya, namun kemampuannya tak sebanding dengan arwah itu. Ia berteriak sekencang-kencangnya, namun tak ada yang bisa mendengarnya, tubuhnya yang meronta-ronta, semuanya terasa sangat sakit untuk Dewa.
Beberapa saat kemudian, Dewa akhirnya bisa bangkit kembali. Sementara Emi masih pingsan di hadapannya. Ia pun tersenyum sinis.
"Aku tidak membutuhkannya lagi,"
***** TBC *****