Elen dan Mr. Choi menjenguk ibunya yang tengah dirawat di rumah sakit. Wanita itu menatap kedua orang itu dengan pandangan yang terlihat amat bingung.
"Bu, ibu nggak apa-apa kan?" tanya Elen dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Sedangkan Emi justru semakin bingung dengan perkataan Elen.
"Ibu? Apa aku ini ibumu?" tanya Emi. Elen dan Mr. Choi saling berpandangan. Mereka sangat bingung dengan perubahan sikap Emi yang sangat tiba-tiba.
"Ibu. Apa ibu nggak ingat apapun?" tanya Elen dengan wajah putihnya yang masih tak percaya dengan yang baru saja dikatakan ibunya. Emi pun menggelengkan kepalanya.
"Yang kuingat adalah ... aku dikurung di dalam gudang," sahut Emi. "Tapi sekarang, semuanya berubah menjadi seperti ini,"
Elen benar-benar tak menyangka dengan apa yang terjadi saat ini. Emi telah kehilangan ingatannya. Tidak, lebih tepatnya, ia memang tak mengetahui apapun. Sebab, raganya telah dirasuki setan. Elen teringat dengan semua yang dikatakan Dewa, mungkinkah roh jahat itu telah keluar dari tubuh ibunya?
"Aku harus menanyakan ini kepada Dewa,"
*****
Elen mencari-cari keberadaan Dewa di dalam kafe. Namun, ia tidak menemukan sosok laki-laki itu. Ia pun bertanya-tanya kepada pelayan yang ada di kafe itu.
"Apa kamu tahu Dewa ada di mana?" tanya Elen. Namun, pelayan wanita itu menggelengkan kepalanya.
"Beberapa hari ini, dia tidak pernah datang ke sini," sahut si pelayan. Elen mengembuskan napas panjangnya dengan sedikit kasar, kenapa laki-laki itu tidak masuk kerja disaat ia membutuhkannya?
"Lalu, kamu tahu di mana rumahnya?" tanya Elen. Namun si pelayan itu menggelengkan kepalanya..
"Maaf, saya nggak tahu," sahut si pelayan. Elen benar-benar kesal, sia-sia sekali ia mendatangi kafe itu. Ia harus meminta tolong kepada siapa lagi?
*****
Sepulang sekolah, Dewa menarik tangan Amor dengan sedikit kasar. Amor sangat takut dengan pria yang tubuhnya sedang dirasuki itu. Laki-laki itu pun tersenyum memandangi Amor yang tampak seperti menyembunyikan rasa takutnya.
"Kita pergi yuk," ajak Dewa. Amor terdiam sejenak, ia sangat bingung harus menjawab apa. Ia sangat takut. Tapi jika menolak, akan semakin berbahaya. Amor pun terpaksa menganggukkan kepalanya dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
"Boleh," sahut Amor. Ia menelan ludahnya akibat sangat gugup sekaligus takut. Tapi, ia juga tidak bisa menolak. Amor jadi sangat bingung harus seperti apa. Mereka pun berangkat bersama-sama menuju ke sebuah tempat dengan menaiki motor Dewa.
Begitu sampai di tempat tujuan, Amor sangat terkejut. Sebab, Dewa membawanya ke sebuah hotel. Dewa benar-benar sudah gila. Tidak, bukan Dewa yang gila, melainkan arwah jahat itu. Amor menjadi semakin takut. Tetapi, ia harus menyembunyikan rasa takut itu.
"S-sayang, kamu kenapa bawa aku ke hotel?" tanya Amor dengan sedikit gugup. Laki-laki di hadapannya itu pun tersenyum tipis.
"Udah jelas kan? Aku ingin melakukan hubungan layaknya pasangan pada umumnya," sahut Dewa. Tanpa memerlukan persetujuan gadis itu, Dewa pun langsung menarik tangan Amor memasuki hotel itu.
*****
Setelah memasuki kamar hotel, Amor pun duduk di kursi kayu yang tersedia di sana sembari memainkan jemari-jemarinya. Sejujurnya, ia sangat ingin melarikan diri. Tapi bagaimana caranya?
"Kamu atau aku dulu yang mandi?" tanya Dewa. Tanpa ragu, gadis itu langsung menjawab.
"Kamu dulu aja yang mandi," sahutnya sembari tersenyum tipis. Tanpa banyak bicara, Dewa menyetujui ucapan gadis itu.
"Kalau gitu, jangan ke mana-mana," ujar Dewa. Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan. Setelah itu, Dewa langsung masuk ke kamar mandi.
Tanpa perlu berlama-lama lagi, Amor segera mengambil ponselnya di saku seragamnya, dan mengirim pesan singkat melalui Whatsapp kepada Benny dengan tangan yang sedikit gemetaran.
Ben, tolongin gue! Gue lagi di bawa Dewa ke hotel xxx. Lo juga harus datang bersama Ki Agung.
Amor pun menekan tombol send, dan langsung meletakkan ponselnya ke dalam saku lagi. Tak lama kemudian, Dewa pun keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat marah. Ia pun mengambil ponsel Amor dari dalam saku itu, dan membaca pesan yang baru saja dikirim oleh Amor kepada Benny. Amor jadi semakin takut dengan Dewa yang sekarang terlihat seperti seorang psikopat. Laki-laki di hadapannya itu tersenyum licik.
"Jadi ini rencanamu?" tanya Dewa dengan pandangan matanya yang sangat menakutkan. Amor tiba-tiba tidak bisa berkata apapun. Ia hanya bisa menundukkan kepala, sebab ia sangat ketakutan. Laki-laki di hadapannya itu pun mendongakkan kepala gadis itu dan menampar pipi kanan Amor. Gadis itu hanya bisa menangis sembari memegangi pipinya yang terasa sakit. Dewa pun tersenyum sinis dan menampar pipi kiri Amor dengan lebih keras. Amor merasakan kedua pipinya amat sangat perih. Bahkan dari sudut bibirnya keluar darah.
"Apa kamu mau nyawamu berakhir di sini?" tanya laki-laki itu. Amor tak menjawabnya, gadis itu merasa sangat marah atas perlakuan Dewa yang sangat menyakitkan.
Karena tak kunjung menjawab, Dewa melepas sabuk di celananya dan menggenggam erat sabuk itu. Laki-laki itu hendak melucuti Amor dengan sabuk itu. Namun saat Dewa akan melakukan itu, tiba-tiba sebuah vas bunga yang terletak di atas meja terjatuh dan pecah. Laki-laki itu tersenyum sinis melihat vas bunga itu.
"Lagi-lagi dia," gumamnya. Dewa pun berlari keluar seolah-olah mengejar sesuatu yang tak kasat mata.
"Siapa yang barusan nolongin aku? Apa mungkin itu Dewa?"
***** TBC *****