13 Juni 2016
Seperti biasanya. Hari ini aku dan Cinthia pergi keluar pada jam 10 malam dan kembali sebelum jam 7 pagi.
Seperti biasanya juga Cinthia tidak bosan-bosannya menceritakan pengalaman menyedihkannya dengan Dama, ketidakjelasannya hubungan mereka, dan berbagai hal lainnya yang meneteskan air mata sembari membuat heboh lingkungan sekitar. Orang-orang sampai berpikir akulah yang bersalah karna membuatnya menangis.
Menyebalkan memang. Aku malu harus ditatapi oleh orang-orang sampai ada yang datang bertanya mengapa gadis ini menangis kemudian mengolok-olok bahwa aku yang salah. Setidaknya aku bersyukur masih ada Mas Tukang Bakso yang paham bahwa tangisan Cinthia merupakan suatu rutinitas.
Tapi hari ini ada yang berbeda. Aku tidak mengerti ketika kami memakan bakso sembari menemani Cinthia melakukan rutinitasnya – menangis maksudku - . Ia seperti melihat seseorang. Entah siapa, aku tidak tahu apa yang ia lihat.
Aku terus bertanya siapa yang sebenarnya gadis ini lihat tetapi ia tidak ingin memberitahuku. Cinthia terlihat berbeda saat itu, ia terlihat panik dan ketakutan. Karna hal tersebut gadis ini bergegas dan meminta untuk segera pulang.
Aku tidak mengerti apa yang terjadi bahkan ketika dalam perjalanan pulang ia meminta dirinya yang mengantar motor. Ia melaju dengan kecepatan tinggi seolah lari dari kejaran sesuatu bahkan ia memasuki jalan-jalan yang biasanya tidak pernah kita lewati.
Aku tidak paham. Ada apa dengan gadis ini. Jadinya kita pulang terlalu cepat dan tidak menghabiskan waktu seperti biasanya.
Sahabatmu?
C