Chereads / Petarung Handal / Chapter 18 - Memulai Semuanya

Chapter 18 - Memulai Semuanya

Pertarungan antara Kelompok Hiroma dengan kelompok Karano menjadi sebuah pertarungan besar, mereka tidak mengira jika pertarungannya akan menjadi pertarungan antar sekolah setelah mereka bertarung di wilayah kekuasaan Sekolah Teknik Ranhun. Berita ini menjadi topik hangat untuk setiap siswa di SMA Hanju.

Hagin dan Buya terheran-heran dengan kejadian itu, mereka tidak pernah memikirkan akan adanya pertarungan antar sekolah hanya karena kedua kelompok bertarung di wilayah mereka. Dengan adanya peristiwa ini, mereka berdua malah menjadi serius untuk menaklukkan kelas satu, mereka mulai mempercepatnya.

Tanpa membawa HB Gang, mereka berdua mendatangi kelas 1-E dimana kelas tersebut dihuni oleh siswa yang cukup kuat dan dipimpin oleh Buyencu. Mereka berdua masuk ke kelas itu sambil berteriak dan menendang pintu kelas dengan kencang. Suara yang begitu besar mengagetkan siswa di dalam kelas termasuk Buyencu.

"Hei... siapa pemimpin kelas ini? Berdiri dan kemari!!!" bentak Buya sambil memukul papan tulis, matanya terus mengawasi para siswa yang mana banyak dari mereka yang marah, Buya mengabaikan siswa yang marah dan matanya tertuju pada satu titik dimana Buyencu duduk.

Buyencu tidak menggubris ucapan Buya dan malah dia menatap Hagin dengan tatapan dingin, dia tahu jika Buya hanya tangan kanan Hagin. Tak pernah Buyencu pikir akan datangnya Hagin dan Buya ke kelasnya, dia tahu jika mereka berdua telah menguasai kelasnya dan mulai memperlebar kekuasaannya.

Buyencu duduk tenang, kakinya naik ke meja dan matanya terus menatap dingin Hagin, dia hanya menunggu apa yang akan Hagin lakukan. Dia menahan beberapa prianya yang akan melakukan serangan pada Hagin dan Buya, dia memelototi anak buahnya. Meski Buyencu tidak bergerak, aura yang ada di tubuhnya memperingati anak buahnya untuk diam dan tak bergerak.

Buya marah karena ucapannya disepelekan dan dia merasa direndahkan oleh anak buah Buyencu, kemarahannya tersulut dan dia berlari ke arah salah satu anak buah Buyencu lalu mengayunkan tinjunya. Hagin yang melihat pergerakan Buya malah tertawa lirih dan tidak membantunya.

Gerakan Buya lebih efisien dari sebelumnya, tinjunya cepat dan kuat yang langsung merobohkan dua pria. Buya memulai pertarungan di kelas tersebut yang segera mendapat balasan berupa kepungan pria, Buya bertarung dengan hati-hati, dia tidak menyerang dengan asal dan kecepatannya menghindar membuat lawannya kewalahan.

Buyencu sedikit mengedipkan matanya ketika melihat Buya bertarung, lalu salah satu siswa yang terlihat muram dengan rambut panjang serta poni menutupi matanya bergegas mengeluarkan tendangan melayang dan menyerang Buya. Tendangannya begitu kuat dan cepat, Buya tak berhasil menghindari tersebut dan dia terjatuh.

Buya segera bangkit dan membalas serangan pria muram itu, mereka berdebat dengan sengit, mereka berdua saling berbalas serangan, melayangkan sebuah tinju dan menangkisnya dengan siku bahkan tendangan mereka berdua dapat merobohkan pria dengan mudah. Buya bingung dengan respons yang diberikan pria muram itu, ia cukup kaget ketika pria itu menendang dengan posisi yang sulit dan tenaga dari tendangan itu kuat.

Hagin hendak membantu Buya namun dia tidak dapat melakukannya karena Buyencu berjalan ke arahnya dengan marah. Sesaat setelah Buyencu tiba, Hagin langsung menerima sebuah bogem mentah, tinju yang mengarah ke tubuhnya ia hindari dengan mudah lantas Hagin memberi serangan balasan.

Hagin menunjukkan kekuatan yang tak pernah Buyencu bayangkan, tinjunya kuat dan tendangannya sangat cepat. Buyencu mengira kekuatannya sudah cukup untuk mengatasi Hagin, sehingga dia tidak membutuhkan bantuan dan meminta pria muram bernama Toi Nare itu untuk menyerang Buya. Toi Nare tidak melakukan semuaya dengan baik sehingga dia menjadi kewalahan ketika berhadapan langsung dengan Buya.

Suasana di kelas 1-E menarik perhatian kelas di sebelahnya, beberapa siswa datang dan melihat pertarungan di kelas E, Park Hun yang berasal dari kelas D menonton dengan tatapan dingin. Dia cukup senang dengan adanya pertarungan di kelas E ini karena dia beberapa kali kalah dengan Buyencu sehingga melihat pria itu kewalahan menghadapi Hagin membuatnya senang.

"Sangat menyenangkan melihat pria itu menerima bogem mentah... ini sangat melegakan dan menyusahkan. Aku tidak dapat ikut bertarung di pertarungan ini atau aku sendiri yang menerima akibat buruk," ujar Park Hun ketika melihat Hagin dan Buyencu bertarung.

Pertarungan di kelas 1-E berjalan dengan sengit, Buya yang berhadap-hadapan dengan Toi Nare pun tidak bisa lepas dari penderitaan. Walaupun unggul, Buya tidak bisa lengah, dia yang mendesak juga mendapatkan desakan yang tidak dapat dihadapi dengan mudah. Pertukaran pukulan pun terus berjalan, darah mengalir dari sudut-sudut mulut Buya ketika dia tidak bisa menghindari pukulan Toi Nare yang mengarah padanya dengan kecepatan tinggi.

"Sialan!!! Tidak hanya satu orang yang mampu bertarung dengan hebat di kelas ini, nyatanya ada yang lain juga. Pukulanmu tadi sangat menyakitkan, apa kau benae-benar bawahan dari pria itu? Tidak seperti itu bukan, kau memiliki kemampuan yang sama dengannya, jadi seharusnga kau setara dengannya," ucap Buya setelah menghindari sapuan yang Toi Nare lakukan.

"Tidak usah ragu, keluarkan seluruh kemampuanmu. Jangan membuatku terlalu banyak bergerak, kemari dan berikan pukulan terbaikmu, bukannya kau tadi menantang orang terkuat di kelas ini. Maka tunjukkan kemampuanmu baru kau bisa berbicara banyak, jangan hanya omong kosong saja," balas Toi Nare dengan suara yang malas. Dia tidak mau bergerak dan tetap berdiri di posisinya sambil menunggu pergerakan dari Buya.

Tentunya ditantang seperti ini membuat Buya geram, dia segera menyerang Toi Nare yang terlihat lengah itu, dengan sebuah pukulan telanjang, Buya mengarahkannya tepat ke dagu Toi Nare. Serangan itu cepat dan tidak lemah, namun Toi Nare yang tidak berpindah tempat hanya menggerakkan kepalanya ke samping sambil mengayunkan tinjunya ke arah muka Buya, dan serangan balasan itu dengan telak membuat Buya terhuyung-huyung.

"Aduh!!! Tampaknya kau hanya bercanda saja cacing? Aku tidak punya waktu untuk bermain-main denganmu, pergilah!!! Jangan ganggu aku lagi," ucap Toi Nare, dia melipir dan pergi menuju ke sebuah bangku setelah melayangkan sebuah pukulan yang membuat Buya terhuyung-huyung.

Di sisi lain, Hagin yang bertarung melawan Buyencu menemukan sebuah kesamaan, di mana Buyencu memiliki kekuatan yang tidak jauh berbeda daripada dirinya. Pertarungan itu lebih sengit dari pada pertarungan antara Toi Nare dengan Buya, mereka beradu pukulan dengan cepat tanpa memperdulikan pertahanan. Memar dan darah menjadi sebuah tanda kehormatan untuk mereka, Buyencu tidak terdorong meskipun dia menerima tendangan yang tepat mengenai dadanya yang bidang. Hagin melirik Buyencu, apa yang dilihatnya membuat ia tersenyum. Segera dia melesat bak singa yang kelaparan, menerkam Buyencu yang tidak siaga dan menganggapnya sebagai mangsanya.