Hagin bertarung dengan gagah, dia merobohkan sepuluh siswa meski tidak mudah untuk melakukannya dan dia juga menghancurkan setiap wajah dari mereka. Hagin berdiri dengan diam, menatap siswa di sekitarnya yang ragu untuk menyerangnya, Hagin mengambil langkah pendek, langkah yang dia ambil membuat para siswa melangkah mundur untuk menghindarinya. Hagin tidak pedulia akan hal itu dan segera pergi untuk membantu Buya yang kesulitan.
Para siswa yang sedang sibuk dengan lawan yang mereka hadapi tidak memperhatikan kecakapan Hagin, beberapa dari mereka terus menerjang Hagin, walaupun usaha yang mereka lakukan itu hanya berakhir sia-sia.
Buya sendiri tidak kalah tangguhnya dengan Hagin, dia membuat lima orang siswa babak belur dan pingsan, tinjunya selalu ia arahkan tepat pada dagu pelajar sehingga melumpuhkan mereka dengan cepat.
Hagin dihadang beberapa pelajar lain yang mengerumuninya sambil berteriak dan meluncurkan sebuah tinju dan tendangan. Hagin menangkisnya lalu memberikan tendangan yang dengan akurat mengenai wajah mereka.
Hagin dan Buya saling memunggungi, mereka saling mengawasi satu sama lain. Dengan kecepatan gerakannya, Hagin berhasil mengelabuhi beberapa pelajar yang akan meninjunya, Hagin terus menerobos setiap pelajar dengan kekuatannya, entah sudah berapa lama mereka bertarung. Saat keringat bercucuran membasah seragamnya, Hagin dan Buya melihat hanya ada beberapa siswa saja yang masih mampu untuk berdiri dengan tegak.
Siswa yang memiliki rambut berwarna kuning itu berhasil selamat dari kerasnya pertarungan ini, dia memelototi setiap siswa yang mampu bertahan dari kerasnya pertarungan dan berhasil selamat. Siswa-siswa yang masih berdiri dengan tegak dapat dihitung dengan jari, termasuk Hagin dan Buya.
Ada enam orang pelajar yang berhasil selamat, setiap pelajar memiliki pesona tersendiri. Pria dengan rambut berwarna kuning itu tampak berapi-api, dia cukup terkenal semasa dia SMP, namanya bergaung dengan keras di daerah pinggiran Provinsi Bang-Daek, tepatnya di sebuah kota bernama Honcul.
SMA Hanju terletak di Kota Seul yang berada di dalam Provinsi Bang-Daek. Jadi wajar jika nama siswa berambut kuning ini cukup di dengar di Kota Seul. Dia adalah Buyencu, alumni dari SMP Kuyouri, sebuah sekolah yang terletak di pinggiran Provinsi Bang-Daek dan terkenal dengan siswa-siswanya yang berandal.
Provinsi Bang-Daek sendiri terbagi menjadi empat wilayah yakni, Kota Seul sebagai pusat Provinsi, Kota Honcul yang berada di wilayah timur, Kota Unhe di wilayah Barat, dan terakhir di wilayah selatan yakni Kota Hen.
Selain Buyencu, ada tiga pelajar lain yang perlu Hagin waspadai. Mereka adalah Park Hun dari Kota Unhe, Binta dari Kota Hen dan yang paling mencolok dengan kekuatan besarnya, Narikata dari Kota Seul. Mereka berempat memiliki sebuah aura kekerasan yang terpancar alami dari tubuhnya. Mereka mampu mengeluarkan aura tersebur karena mereka terus bertarung dan mengumpulkan pengalaman.
Hagin dan Buya sendiri datang dari Kota Daen, sebuah kota yang dekat dengan Kota Seul namun berbeda Provinsi. Mereka berdua saling melindungi satu sama lain, Hagin dengan tenang menatap setiap mata yang tertuju padanya, terutama dari mereka berempat. Dia menerka-nerka apa yang akan terjadi selepas ini, melihat dari raut wajah dari pada siswa tersebut, Hagin merasa jika akan ada sebuah pertarungan.
Dari lantai dua aula sekolah terlihat satu gerombol pelajar yang dipimpin oleh siswa dengan rambut cepak dan berkacamata serta mengenakan sebuah zipper hoodie berwarna abu-abu, dia terlihat seperti seorang pemimpin kelompok.
"Bos... Freshman War tahun ini akan sangat menarik, lihat saja mereka berempat. Mereka cukup terkenal di kotanya, Buyencu yang selalu mencolok dengan rambut kuningnya. Ah.. rupanya orang itu juga masuk ke sekolah kita," ujar pelajar di samping pemimpin kelompok.
"Oh... maksudmu, Binta? Lulusan dari SMP Yakuri dari Kota Hen. Bocah itu semakin besar dan tangguh, tetap saja aku tidak menyukai wajahnya yang selalu muram itu," ujar sang pemimpin kelompok bernama Karano, dia adalah seorang pemimpin sebuah kelompok yang menguasai tiga kelas pada tahun keduanya, yakni kelas 2-A, 2-C, dan 2-D.
Karano cukup di segani di SMA Hanju, dia digadang-gadang sebagai seorang penguasa selanjutnya. Dia telah berkali-kali menantang penguasa seluruh kelas di tahun ketiga, namun usahanya selalu menemui kegagalan dan saat ini dia memiliki seorang rival pada tahun yang sama.
"Tidak hanya dia, Bos. Masih ada Park Hun, lulusan SMP Danekuri dan yang paling terkenal diantara mereka ialah Narikata lulusan SMP Yakurin. Mereka berempat mungkin saja bisa menjadi penantangmu atau malah menjadi bawahanmu, Bos," ujar orang itu lagi.
Sama seperti SMP lainnya, SMP Danekuri dan Yakurin juga terkenal akan berandal-berandalnya dan kedua SMP ini memiliki rivalitas yang sengit. Jadi tidak bisa dipungkiri jika Narikata dan Park Hun bertarung dengan ganas.
Karano sendiri sudah tahu keempat pelajar itu namun dia belum mengenal kedua siswa baru yang mampu bertahan hingga tahap ini, kedua siswa yang menarik perhatiannya itu ialah Hagin dan Buya. Karano memperhatikan keduanya dan dia cukup heran dengan tindakan keduanya, dimana mereka tidak bertarung dan menghindari perdebatan dengan siswa lainnya.
"Menarik... mereka berdua tidak ikut campur dari pertarungan mereka berempat dan memilih untuk melihat dari jauh. Heeh... mereka pasti seorang sahabat dan datang dari kota yang sama," gumam Karano sambil menaruh dagu dan kedua tangannya yang telah ia tangkupkan ke atas besi yang menjadi pembatas lantai.
Narikata berduel satu lawan satu dengan Park Hun, begitu pula dengan Buyencu yang melayangkan tinjunya dengan semangat ke arah Binta, sedangkan Hagin dan Buya hanya diam dipojokkan melihat mereka berempat bertarung.
"Buya, menurutmu di antara mereka berdua—" Hagin menunjuk Narikata dan Park Hun, "Siapa yang akan bertahan?"
Buya memperhatikan pertarungan antara Narikata dan Park Hun yang sengit, mereka berdua terus beradu pukulan dan tendangan, suara tubrukan anggota tubuh terus terdengar dari mereka. Buya tidak bisa menebak siapa yang akan berhasil menumbangkan lawannya, karena mereka berdua bertarung dengan seimbang.
"Aku tidak tahu, Bro. Mereka berdua bertarung dengan seimbang, pria berbadan besar itu tampak unggul... tapi jika dilihat lebih teliti, pria berbadan sedang itu yang mengendalikan jalannya pertarungan." Buya cukup ragu dengan penilaiannya sehingga dia berbicara cukup pelan dan tidak sesemangat sebelumnya.
"Penglihatanmu masih jeli, Bro. Seperti yang kau bilang, mereka berdua seimbang begitu juga dengan pertarungan lainnya, jika terus seperti ini... kemungkinan kita haru ikut campur, Bro. Jika itu terjadi targetku adalah pria berbadan besar itu dan kau ambil pria berambut kuning itu," seru Agha yang meyakini kebuntuan situasi di depan matanya.