Jam 11 malam Fanny baru pulang dari tempat kerjanya. Seharusnya sih sudah dari jam 10. Tapi jam-nya ditambah karena dia telat satu jam gitu.
Fanny melewati gang sepi dengan sedikit takut. Karena sedari tadi dia merasa ada yang mengikutinya. Berjalanya semakin cepat dan cepat tapi suara langka kaki itu semakin cepat juga. Seketika Fanny balik badan dia ditangkap sama seseorang yang bertubuh besar dan bertato.
Fanny ketakutan karena orang-orang itu bukan hanya satu melainkan 3 orang yang berotot besar. "Nona mau kemana?" Tanya salah satu dari ketiga pria berotot itu.
Fanny kenunduk gemetar "jangan gangu saya." Ujar Fanny yang merontak untuk melepaskan diri dari cekelan pria itu.
Pria itu memegang baju Fanny dan merobeknya sambil tersenyum sinis sedangkan Fanny dia sudah nangis dari tadi.
"Kalian sungguh memalukan." Ucap pria yang entah dari mana datangnya yang langsung memukul pria pria itu.
"Aww... Kau jangan ikut campur." Ujar salah satu pria itu yang memegang bibirnya karena tinjuan.
"Kau mau mati atau pergi dari sini?" Tanya lelaki itu yang kengeluarkan pistol dari kantongnya dan memainkanya dengan cara diputar putarkan.
Ketiga lelaki itu mengangkat tangan takut "santay bro kita akan pergi dari sini dan ambilah cewek tepos itu." ujar salah satu pria tersebut yang meningalkan tempat itu.
Pria yang menolong Fannypun membuka jaketnya dan memakaikanya kepada Fanny "mari saya atar pulang." ujar lelaki itu yang memegang kedua pundak Fanny.
Fanny mendongkapkan kepalanya dan melihat wajah lelaki yang menolongnya. "ganteng." ujarnya polos.
"Eh" lelaki itu terkejut dengan ucapan yang keluar dari cewek yang dihadapinya.
"Nama kamu siapa?" Tanya Fanny dengan iringan air mata yang mendampingin.
"Aditya" ujar Aditya yang mengusap air mata Fanny. "jangan menangis mereka sudah pergi" ujar Aditya dengan lembut.
Fanny hanya menganguk "mari pulang." Ujar Aditya yang menarik Tangan fanny untuk berdiri.
"Aku Fanny senang bisa bertemu denganmu dan terimakasih." Ujar Fanny yang menundukan kepalanya.
Fanny kembali menegakan tubuhnya untuk melihat Aditya karena Aditya tidak menjawab ucapan terimakasinya dan ternyata Aditya ngak ada disitu dia sudah duluan berjalan "kenapa bengong ayo pulang." ujar Aditya yang sudah jauh dari Fanny.
Fanny tersenyum manis dan berlari mengejar Aditya yang sudah jauh dari pandanganya.
…
Fanny telah sampai dirumah dengan senyum manis dan wajah merah merona. Dia membuka pintu dengan sangat terkejut karena kedua sahabatnya ada didepan pintu
Miya menarik tubuh sohyun untuk duduk dikursi"jelaskan kenapa kamu telat?" Tanya Miya dengan ke-khawatiran yang melanda dirinya.
Fanny lagi lagi tesenyum "lah kenapa malah senyum senyum terus sih. ini jaket siapa?" Tanya Cindy dengan tampang judesnya.
"Terus kenapa tubuhmu berantakan Fan apakah ada yang menyakiti mu" tanya Cindy kembali.
"Iya tadi ada orang jahat dijalan yang menganguku." Ujar Fanny yang lagi lagi senyum dengan pipinya yang merah.
Miya dan Cindy heran dengan satu sahabatnya ini "terus kenapa kamu senyum?" tanya Miya heran.
"Kalian tahu tadi disaat aku digangu tiba tiba saja ada lelaki yang menolongku. Dia sangat tampan dan keren." ujar Fanny yang memegan pipinya karena gembira.
"Siapa?"
"Ada deh pokoknya dia keren banget." Ujar Fanng yang lagi lagi tersenyum gembira.
"Siapa namanaya?" Tanya kristy heran.
"Aditya. " Jawab Fanny dengan senyum yang terurai dari bibirnya.
Miya membulatkan matanya tak percaya "kau bilang namanya Aditya?" Tanya Miya dengan nada membentak.
"Santay aja kali Mi. Memang ada apa sih?" Cinda berkata dengan terkejut karena Miya tiba tiba saja berbicara dengan nada tinggi.
"Dia rekan dari bos ku." ujar Miya dengan nada rendah.
"Bos mu berarti dia ceo dong?" tanya Fanny tampak semangat.
"Dia angota serigala putih." ujar Miya yang menatap kedua sahabatnya.
"Hah bukakah itu geng mafia yang tidak ada tandinganya?" tanya Cindy memastika.
Miya hanya menganguk letih dia juga tidak percaya bahwa sekarang dia harus terlibat sama kekerasan lagi.
Fanny yang tadi tersenyumpun seketika cemberut "aku tidak mau terlibat kekerasan lagi. tapi aku sangat mencintainya." ujar Fanny dengan raut wajah sedih.
"Sudahlah kalau kamu suka tingal dekatin saja." ujar Miya yang memegang pundak Fanny.
Fanny tersenyum manis "baiklah. Oh iya kamu keluar saja dari pekerjaan itu jis" uajr Fanny serius.
"Tidak bisa. Aku sudah menandatangani kontarkanya. lagi pula aku yang memakasnya." ujar Miya dengan letih
"Tapi…" belum sempat Fanny bertanya tapi Miya sudah berbicara.
"Sudahlah kita bahas masalah ini lain kali." ujar Miya yang berdiri dari duduknya dan pergi kearah kamar untuk tidur.
Kamar
Miya melihat anaknya yang telah tertidur sambil menutup seluru tubuhnya dengan selimut "anak Mami sudah tidurkah?." Tanya Miya yang berdiri disisi ranjang.
Selimut itu terbuka secara tiba-tiba. "kalau Mami tidak nemenin Ade tidur bagaimana Ade bisa tidur hmm." jawan Ade dengan raut wajah cemberutt.
Miya berbaring kesisi anaknya dan memeluknya. "yaudah Ade tidur yah Mami kan sudah ada disini " Ujar Miya yang mengelus rambur anaknya secara perlahan.
Ade melihat wajah maminya dengaan sedikit gelisa "Mami?" Ujarnya dengan nada rendah.
"Hmm kenapa?" jawab Miya yang memejamkan matanya perlahan.
"Rere punya ayah,anton punya ayah ara juga punya. kenapa cuma Ade doang yang ngak punya ayah apakah ayah Ade sedang mencari wanita lain disana?. Apakah papi tidak mencintai mami ?" Tanya Ade sedih.
Miya menghela nafasnya perlahan dan membuka matanya untuk melihat anaknya "Ade tau apa soal cinta" Tanya Miya berusaha mengelikan pembicaraan ini.
"Taulah Adekan suka sama rere ehhh.." ujar Ade yang menutup mulutnya secepat mungkin.
Miya tersenyum "Ade tidur yah besokkan harus sekolah kalau nanti ngak tidur-tidur nanti kaya om tao mau?" Ujar miya yang mengelus rambut ade secara halus dan lembut.
"Emang kalau ngak tidur ade bisa punya mata panda terus Ade ngak ganteng lagi?"
"Iya makanya Ade tidur kalau ngak tidur ade ngak ganteng lagi nanti rere ngak suka sama ade gimana"
"ade tidur sekarang deh mi" ujar ade yang memejamkan matanya secara perlahan kemudia ibu dan anak itu terridur pulas diatas ranjang yang sama.
bersambung