Sebuah cahaya terasa buram sekali. Hati terasa resah hingga gelisah yang tidak berujung sama sekali. Menatap dia yang terbaring lemah. "Ini semua salahku," ucapnya begitu sangat lirih menyalahkan sebuah keadaan.
Aksara pun belajar berjalan. "Ra…."
Aksara pun tersenyum ke Barra, "Barr, aku nggak apa-apa. Tenang saja."
"Maafin, aku ya, Ra."
"Nggak apa-apa, Barr. Namanya ini juga takdir," balas Aksara.
"Sungguh, aku tidak menyangka kalau dia benar-benar ajaib. Dia bahkan rela melindungiku hingga dia terluka. Namun aku merasa bangga dan kagum banget sama dia yang tidak mengeluh sama sekali," puji Barra dalam hati sambil menatap Aksara.
Uhuk! Uhuk! Uhuk! Aksara sedikit berbatuk hingga membuat Barra tersentak dalam lamunannya. "Kamu kenapa, Ra?" tanya Barra.
"Nggak kenapa-kenapa, Barr."
"Yakin kamu nggak apa?" tanya Barra sekali lagi.
"Iya, aku nggak kenapa-kenapa, Barr. Sungguhan," jawab Aksara dengan menatap Barra seakan senyumannya sedikit meledek.