Pov Aksara.
Dua jam sebelumnya.
Sebuah perasaan yang nggak akan pernah bisa aku mengerti. Terbilang sangat aneh sekali. Entah sampai kapan aku harus merasakannya. Menatap sebuah keindahan pelangi yang begitu indah namun sayangnya semua itu tak sempurna sama sekali.
Kadang aku pernah berharap kalau papa masih hidup tapi semua itu tidak akan pernah mungkin terjadi karena Allah telah mengambil beliau duluan.
Baru saja aku bermimpi dengan sosok beliau. Ingin rasanya aku dipeluknya dengan sangat erat. Sungguh aku benar-benar merindukan papa.
TOK! TOK! TOK!
"Masuk!" sahutku dengan nada sedikit serak basah. Tubuhku masih saja lelah rasanya. Kondisiku benar-benar lemah.
Pintu pun terbuka. "Aduh, kenapa harus dia lagi?" gerutuku melihat manusia es itu datang kembali. Sungguh rasanya aku terlalu malas berdebat.
"Makanlah," dia memberikan satu nampan penuh berisi empat sehat lima sempurna. "Selesai makan. Minumlah obatmu sendiri. Jangan kebiasaan manja!"