Suasana kota terlihat ramai namun tidak untuk hati yang begitu sepi. Ada sebuah luka yang masih mengangga. Aroma asap mencuat hingga ke rongga hidung. Seseorang menyesap asap rokok hingga mengepulkan ke udara.
"Udah lama nunggu?"
"Nggak. Baru aja."
"Oh." Perempuan itu mengangguk lalu mengambil posisi duduk di depannya. "Sorry, aku tadi telat, Bar," cengirnya.
"Kebiasaan banget kamu! Dasar tukang karet!" cibir Barra.
"Kalau gitu kita mau ngerjain mulai dari mana, Bar."
Barra pun mengeluarkan laptopnya dari tas. Lalu menaruh di atas meja dan menyalakannya.
"Bar, apa bener kabar yang beredar kamu akan menikah dengan perempuan pilihan orangtuamu."
"Hmmm."
"Astaga, aku nanya panjang lebar. Dia cuman jawab. Hmmm," keluhnya dalam hati.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Barra memincingkan kedua matanya ke perempuan di hadapannya. Namun perempuan itu hanya nyengir.
"Hello, Bro!"
"Astaga, Budi! Kamu dari mana aja?!"
"Biasa aja, Rin. Nggak usah pakai ngegas kali!"