Chereads / Aroma Surga / Chapter 16 - Espresso - Kenangan Masa Lalu

Chapter 16 - Espresso - Kenangan Masa Lalu

Suara mesin espresso, Lara seperti biasa selalu membuat kopi terbaik dari biji kopi.

"Semoga hari ini adalah hari yang terbaik dari hari yang kemarin." Lara berharap Kalau hari ini tidak akan ada hal-hal yang terburuk dalam kehidupannya.

Pintu masuk kedai kopi itu pun mulai terbuka. Kemudian datanglah pengunjung pertama di hari ini. Terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arah Lara.

" Selamat pagi! Selamat datang di kedai kopi senja! " Lara selalu memberikan sebuah kalimat sambutan setiap kali pengunjung datang ke kedai kopi tempat dia bekerja.

" Selamat pagi juga! " balas pengunjung itu.

" Selamat pagi, Tuan. Anda ingin memesan kopi varian apa?" Lara tersenyum sambil menawarkan beberapa menu kopi varian di kedai kopi.

"Satu cangkir kopi latte dengan extra one shoot espresso," pesan seorang pengunjung kedai kopi.

" Baiklah, Saya akan membuatkan secangkir kopi latte untuk anda dengan ekstra one shoot espresso." membalas Lara dengan tersenyum walaupun terpaksa karena ada sesuatu yang mengusik dirinya akhir-akhir ini.

Sejak pertemuannya dengan mantan kekasihnya yang membuka luka lama. Ia pun hanya terdiam dan membisu kala itu. Kegelisahan semakin membara dalam hatinya.

Lima belas menit kemudian, Lara teringat akan pesanan dari sebuah meja nomor 12 di ujung sana.

"Astaga, aku lupa!" Lara menepuk jidatnya sendiri karena telah lupa membuatkan sebuah pesanan dari pengunjung di meja nomor 12. Karena dia sedang melamun hingga dia lupa menyalakan mesin espresso. Radang kegalauan hatinya semakin meningkat.

"Pelayan, apa minuman saya sudah siap?"

Lara tersentak seketika, ia terhanyut dalam lamunannya. Ia memikirkan kisah masa lalu yang tidak bisa dipendam atau terlupakan.

"Astaga, aku lupa," Lara menepuk jidatnya sendiri dengan telapak tangannya, lalu ia membuat kopi dengan menggunakan mesin espresso.

"Aroma espresso sudah tercium sangat pekat sekali."

Lalu, Lara pun mengukur susu cair dengan gelas ukur dan menuangkan ke dalam cup.

*

Plak! Sebuah tamparan melesat di pipi Haslan.

"Mama!"

Lara datang yang mendadak tiba-tiba menampakkan wajah Haslan.

"Mama kenapa menamparku?"

" Kamu lebih perhatian dengan istri kamu, maka kejadian ini tidak akan pernah mungkin terjadi! "

Kara ditemukan telah overdosis di sebuah kamar mandi di rumah kediaman Haslan. Kondisinya mulutnya sudah berbusa. Beruntungnya tim medis masih bisa menyelamatkan nyawa dari perempuan itu.

" Seharusnya kamu tidak usah memikirkan perempuan gembel itu lagi! Jika kamu masih berhubungan dengan perempuan gembel itu lagi maka Mama akan mengambil seluruh fasilitas yang kamu punya!"

Haslan hanya mampu terdiam karena memang semua aset itu milik keluarganya bukan miliknya. Dia hanya bertugas untuk mengelola aset tersebut. Dia mulai berdecak frustasi dalam hati kecilnya dia kesal sekali dengan sikap Kara yang terlalu kekanak-kanakan bahkan terbilang keterlaluan sekali.

" Kamu adalah suami sadari Kara Wulansari! Tapi kamu sangat membuat mama kecewa sekali karena kamu lebih mementingkan perempuan gembel itu!" Lira selalu menekan semua perkataannya sehingga membuat putranya agar sadar dengan kondisi saat ini." Jangan bodoh seperti papa kamu yang malah memilih perempuan lain dibandingkan dengan mamamu ini!"

Haslan merasa telinganya cukup panas karena mendengarkan ceramah dari mamanya. Sebenarnya dia tidak ingin sama sekali untuk terlalu jauh menjalin hubungan dengan Kara Wulansari hingga ke jenjang pernikahan.

Haslan terpaksa menikah dengan perempuan itu karena desakan keluarganya." Harusnya aku dari awal sudah menolak pernikahan ini karena aku tidak mungkin menjalani pernikahan ini! " gumamnya dalam hati.

Haslan terhanyut dalam sebuah lamunan. Dia masih mengingat tentang kejadian pertengkarannya dengan cara kemarin.

"Haslan, kamu mau ke mana?" Serkah Kara yang menggantikan kedua langkah kaki Haslan.

"Bukan urusan kamu!"

Hasan pun kembali melangkahkan kedua kakinya keluar rumah. Dia tidak peduli dengan Kara.

"Haslan Santoso Wijaya, Apa kesalahan aku selama ini? Kenapa kamu selalu bersikap cuek terhadapku?"

Haslan saat melangkahkan kedua kakinya keluar tanpa menggubris ucapan dari Kara.

"Kamu kenapa selalu saja abaikan aku?!" Kara berteriak, ia berdecak frustasi menatap kaca riasnya. Ia merasa Haslan tidak bisa merasakan pria itu menjadi suaminya. Ia cuek sekali, bahkan mereka tidur di kamar terpisah. "Bagaimana caranya aku bisa membuat kamu mencintaiku Haslan?!"

Haslan tidak menggubris sama sekali.

"Haslan!"

"Apalagi sich?!" desis Haslan dengan menepiskan tangan Kara yang menyentuh lengannya. "Nggak usah cari perhatian, kita menikah terpaksa!"

"Apa karena wanita di kedai kopi itu?"

"Jangan bawa-bawa dia!" tegas Haslan.

"Kamu suamiku, tapi kenapa sikap kita sangat asing?"

"Karena aku nggak pernah menempatkan cinta pada pernikahan kita, aku hanya menjalankan pernikahan atas dasar orang tua kita saja."

"Jadi...Aku nggak berarti untukmu?"

"Ya." Balas Haslan dengan nada singkat.

"Apa aku sebegitu tidak pentingnya untukmu, Haslan? Apa aku nggak pernah sedikit pun terlintas dalam anganmu?" gumam Kara meratapi nasibnya. Ia merasa kalau tiada pernah ada cinta untuknya di hati Haslan, ia hanya mampu berharap kalau suatu saat nanti dia memiliki ruang di hati Haslan.

Satu tarikan yang dilakukan Kara, ia hanya mampu menatap punggung Haslan dengan tatapan nanar. Ia hanya butuh waktu tuk membuat Haslan mencintainya.

Sebenarnya Haslan yang sudah muak dengan sikap Kara. Dia ingin sekali terbebas dari pernikahan bersama dengan Kara. " Kenapa perempuan ini terus mengusik kehidupanku?" dia duduk di ruang tunggu UGD sambil menggumam dengan kesal sekali.

*

Di kedai kopi, Lara terlihat sangat pucat sekali.

Nina mengamati Lara rekan kerjanya yang sedang terlihat pucat sekali. Kemudian dia menghampiri Lara yang masih saja melayani pengunjung kedai kopi senja untuk membuatkan beberapa menu pesanan.

"Ra, sebaiknya kamu pulang aja," ujar Nina rekan kerjanya.

"Tenang aja, aku baik-baik saja," Lara membalasnya dengan sebuah senyuman yang terlukis di wajahnya.

"Yakin? Kamu baik-baik saja?" Nina memincingkan kedua matanya, ia tidak yakin kalau Lara baik-baik saja.

"Udah, kamu pulang saja. Biar nanti aku izinin kamu ke bos, Ra."

"Nggak usah, Nin. Aku baik-baik saja. Aku masih..."

Belum sampai kalimat itu terucap, Lara sudah jatuh pingsan. Nina terlihat panik, ia berusaha menepuk-nepuk kedua pipi Lara, agar sadar.  Namun, ia tetap saja pingsan.

"Bangun, Ra!" panggil Nina, tapi Lara masih belum sadar.

"Tolonggg!"

"Tolonggg!"

Nina masih mencari sebuah pertolongan di luar karena kebetulan kedai kopi itu sepi adalah pengunjung di meja nomor 9 itu keluar dari pintu kedai kopi tempat mereka bekerja.

Lima menit kemudian datanglah seorang pria yang terlihat sangat celingukan karena tidak ada satupun yang menjawab salamnya. Pria itu terus menekan bel karena ingin memesan beberapa kopi untuk dibawa ke kantornya. Dia mulai terlihat sangat celingukan sekali melihat suasana di kedai kopi senja itu terbelang bahkan tidak melihat salah satu barista ataupun pelayan yang berkeliaran di sana.

"Tumben ini kopi senja terlihat sepi?"

Pria itu tidak sengaja melihat seorang perempuan yang memakai apron barista di kedai kopi itu pingsan dalam keadaan tergeletak.

"Ya Allah.."

Pria itu segera memberi pertolongan, lalu ia mengendong wanita itu keluar. Hidungnya penuh dengan darah. Diduga mimisan karena kecapean. Pria itu cepat-cepat membawa wanita itu segera ke mobilnya.

Ketika Nina kembali tidak menemukan tekan kerjanya yang tergeletak tadi di sebuah lantai. Dia mendadak menjadi panik sekali karena tidak menemukan di mana Lara berada.

*

Di rumah sakit kondisi wanita itu benar-benar sangat lemah. Bahkan, wajahnya pucat pasi. Ia segera melarikan ke UGD.

" Ada apa dokter Syahid dengan perempuan itu? "

" Saya juga tidak tahu karena saya hanya menemukan dia di sebuah kedai kopi dengan kondisi pingsan dan mimisan."

Kemudian dokter senior itu pun mulai memeriksa kondisi perempuan itu yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Syahid merasa tidak asing sekali dengan perempuan yang baru saja dia tolong nya. Karena dia pernah bertemu dengan perempuan itu di sebuah tempat. Dia berusaha untuk mengingat-ingat siapa perempuan itu sebenarnya.

Kemudian perempuan itu pun segera dites ke laboratorium. Dalam beberapa jam kemudian, hasil tes laboratorium yaitu tidak menunjukkan penyakit apapun. Kemungkinan terbesar kalau perempuan itu sedang mengalami kelelahan saja.

Syahid bisa bernafas sangat lega sekali karena tidak ada kondisi yang serius dari perempuan itu."Semoga kamu cepat sembuh." Dia menggumam dalam hati kecilnya dan dengan penuh harapan kalau perempuan itu segera cara membuka kedua kelopak matanya.

*