Luna sudah menahan rasa penasaran ini sejak lama, tapi ia tidak tahu siapa yang bisa menjawab rasa penasarannya.
Istvan jelas tidak akan mengatakan apa pun dan Aodan tidak tahu harus berkata apa karena ingatan tentang masa lalunya masih tidak bisa ia ingat.
Satu-satunya orang yang mungkin bisa menjawab rasa penasarannya hanya satu, Larson.
Wajah Larson terlihat sendu, tapi hanya sedetik sebelum kemudian ia mendecih pelan.
"Apa?"
"Menurutmu apa yang dilakukan Aodan?" Larson balik bertanya, menunjuk Aodan yang bertarung serius dengan Istvan di lapangan sana.
"Aodan itu … ia bukan orang yang patuh, ia tidak pernah berpikir risiko apa yang akan ia hadapi kalau ia melakukan sesuatu."
Luna diam mendengarkan Larson dengan seksama.
"Tapi sayangnya, kami harus menanggung semua risiko yang dihadapi Aodan ... mengingatnya membuatku merasa ingin menginjak kakinya, huh!"
"Apa yang ia lakukan?"