Chereads / The C Toxin / Chapter 8 - Drops and Puzzle

Chapter 8 - Drops and Puzzle

Beverly Hills Seoul Appartment. Blok E

22 April 2016

11.00 KST

Tiga unit mobil polisi, satu unit ambulance, diikuti dua unit mobil milik CSI baru saja tiba di area parkir lobi apartemen yang merupakan tempat tinggal sekaligus tempat Eric Sohn ditemukan tewas. Kedatangan mereka begitu menarik perhatian orang-orang di lingkungan dan sekitar komplek apartemen. Bagaimana tidak, suara sirine kendaraan itu sudah terdengar selama lima menit, mungkin ketika kendaraan itu masih berada pada radius ratusan meter dari apartemen.

Mark menjadi orang pertama yang keluar dari mobil polisi yang terparkir paling depan. Wendy dan Doyoung keluar dari mobil urutan kedua. Na Yuta dan Joy, selaku kapten dan anggota DVD turun dari mobil dibelakangnya. Mereka segera berkumpul menuju tempat dimana Mark berdiri tepat di depan pintu masuk lobi apartemen. Tak lama kemudian, tampak Jaehyun dan Brian keluar dari mobilnya dengan menenteng koper besar berisikan peralatan CSI. Tidak hanya itu, sekitar delapan anggota kepolisian lain yang datang berjaga di sekitar apartemen. Sudah dipastikan, beberapa saat lagi jurnalis akan berdatangan, diiringi kegaduhan dari orang-orang yang penasaran akan apa yang terjadi di dalam apartemen itu.

"Baik, jika semua sudah siap, kita akan langsung menuju TKP." pimpin Mark dalam short briefing itu.

"Sesuai prosedur, Wendy sebagai medical examiner, memeriksa korban terlebih dahulu, setelah itu, CSI dipersilakan mengamankan dan mendokumentasikan barang bukti." jelas Mark yang dibalas anggukan oleh Wendy dan Jaehyun.

"Yuta dan Joy, kalian akan bekerja bersama Wendy untuk mencari tahu apakah kematian korban adalah akibat keracunan atau overdosis obat."

"Di dalam, SWAT telah mensterilkan TKP. Sebelumnya, anggota NISA berada disana."

Setelah briefing singkat itu selesai, mereka akhirnya berjalan cepat menuju TKP. Di luar gedung tampak beberapa mobil jurnalis mulai berdatangan. Beberapa bahkan mencoba menerobos masuk ke dalam apartemen dengan handy cam di tangannya meskipun dihadang oleh polisi yang bertugas menjaga keamanan.

Setibanya di unit apartemen milik Eric Sohn, kedatangan mereka disambut oleh Hwang Renjun, kapten SWAT yang menjaga TKP saat itu. Tampak garis polisi dipasang menjalar dimulai dari area lift hingga pintu masuk unit apartemen itu.

"Lapor! Seseorang ditemukan tewas pada pukul 9 pagi, belum dilakukan penggeledahan dan pemeriksaan TKP!" ujar Renjun kepada Mark.

"Bukankah anggota NISA yang menemukannya? Bagaimana bisa mereka tahu? Apa yang mereka lakukan selama disini?" tanya Mark beruntun dan penuh selidik. Sedari tadi Ia berpikir bagaimana NISA mengetahui identitas bahkan lokasi Eric Sohn. Apa kepentingan mereka?

"Maaf, Saya dan tim baru saja datang ke TKP pada pukul 09.30 pagi setelah pergantian petugas." jawab Renjun.

"Pergantian petugas? Apa prosedur seperti itu bisa dilakukan? Kau bilang pria itu ditemukan tewas pukul sembilan pagi, dan kalian berganti tugas setengah jam kemudian? Siapa kapten tim sebelumnya?" cerca Doyoung dengan nada sedikit meninggi. Berbeda dengan Mark, Doyoung selalu frontal dalam mengemukakan pendapatnya, seperti sekarang. Sementara itu, Renjun hanya bisa terdiam ditempatnya.

"Doyoung, tenangkan dirimu." Ujar Wendy dibelakangnya sembari menurunkan lengan Doyoung yang sudah berkacak pinggang itu.

"Apa Kau mengetahui siapa anggota NISA yang datang kemari?" lanjut Mark kemudian, masih dengan nada bicaranya yang dingin.

"Saya tidak mengetahui nama lengkapnya, namun mereka memanggil salah satu dari mereka dengan sebutan 'JB'." tutur Renjun dengan sorot mata yang cukup meyakinkan dimata Mark.

"Siapa JB?" tanya Jaehyun.

"Lim Jae Beom." Jawab Mark. Meskipun nada bicaranya terdengar datar, semua orang disekelilingnya dapat melihat ekspresi Mark yang tersenyum kecut, bahkan nyaris membentuk smirk di wajahnya yang tirus.

"Wendy, Yuta, Joy, kalian bisa masuk sekarang." perintah Mark mengalihkan perhatian kepada tiga orang yang sedari tadi berdiri dibelakangnya. Entah sejak kapan mereka sudah mengenakan coverall, googles, dan gloves. Ketiganya kemudian masuk ke TKP sesuai instruksi Mark.

Wendy berjalan cepat menuju tempat tubuh Eric Sohn ditemukan. Pria itu berada di kursi kayu, dengan kepala mendonggak, dan kedua tangannya bersandar pada bahu kursi. Wendy menaruh barang bawaannya di lantai yang bersih, kemudian menempelkan jarinya yang terbalut gloves itu ke leher dan pergelangan tangan Eric Sohn. Wendy tidak merasakan adanya pergerakan disana. Setelah itu, Wendy mengambil stetoskopnya untuk mendengar suara dari dalam tubuh pria itu dengan menempelkannya pada area dada, diafragma, hingga perut. Ia tidak mendengar apapun. Kemudian Ia beralih ke area wajah. Tampak mata dan mulutnya tertutup rapat. Lalu dengan sigap Wendy mengeluarkan LED penlight dari saku coverall yang ia kenakan. Ia menyorotkan cahaya pada mata kiri pria itu perlahan, dimulai dari ujung hingga ke bola mata. Pupil kiri pria itu tidak menunjukan pengkerutan sebagai respon atas cahaya yang disorotkan ke matanya. Wendy kemudian melakukan hal yang sama pada mata kanan pria itu, dan hasilnya sama, tidak ada respon.

"Dia sudah meninggal." ujar Wendy kepada Yuta dan Joy dihadapannya yang sedari tadi menunggu konfirmasi dari medical examiner itu.

"Baiklah, Kami akan memeriksa apakah dia menggunakan obat-obat terlarang atau tidak."

"Baik. Aku akan membawa jenazah ini ke laboratorium forensik." ujar Wendy. Ia kemudian berjalan keluar untuk melaporkan kematian Eric Sohn kepada Mark dan yang lainnya.

"Dia sudah meninggal." ujar Wendy begitu sampai di pintu unit apartemen itu.

"Kau akan membawanya ke Laboratorium Forensik Itaewon, dan bertemu dengan dokter Lee Taeyong. Jaehyun, hubungi dokter Lee sekarang." Perintah Mark kepada Wendy dan Jaehyun. Tampak Jaehyun segera meraih ponselnya dan menghubungi Taeyong.

"Petugas ambulance sedang menuju kemari." sahut Doyoung tanpa perlu menunggu instruksi Mark. Tepat setelah itu, dua orang datang membawa sebuah brankar dan kantung jenazah.

Wendy dengan sigap bersama dua orang petugas itu segera mengevakuasi jenazah Eric Sohn. Lima belas menit kemudian, mereka didampingi Mark sudah keluar dari apartemen melalui lift dengan membawa satu jenazah di dalam kantung berwarna oranye itu.

"Aku akan membawanya, lalu menghubungimu jika Aku sudah berbicara dengan dokter Lee." ujar Wendy kepada Mark di area parkir lobi apartemen, setelah kedua petugas itu memasukan jenazah Eric Sohn kedalam ambulance.

Mark mengangguk, kemudian memperhatikan Wendy yang tengah melepas coverall, googles, dan glovesnya. Saat itu Mark melihat tangan kanan Wendy yang gemetar, wajahnya pucat, dan keringat bercucuran di pelipisnya. Mark lalu melirik arlojinya yang menunjukan pukul 13.26. Belum sempat Ia berkata sesuatu, Wendy menepuk bahunya pelan kemudian dengan gesit menempatkan diri di kursi penumpang di samping jenazah. Mark lalu menutup pintu belakang ambulance itu.

Setelah memastikan ambulance itu meninggalkan area apartemen, Mark kembali ke lantai 18 untuk melanjutkan proses investigasi. Sesampainya disana, Ia melihat Yuta yang tengah memegang sebuah NIK Drug Test yang berbentuk pouch dengan tiga ampul reagen kimia berbeda. Joy didepannya tampak memasukan beberapa miligram benda bubuk berwarna putih kedalam pouch itu dengan hati-hati.

"Aku rasa ini cukup. Aku akan membuka ampulnya sekarang." Ujar Yuta sembari memastikan bubuk berwarna putih itu akan terbasahi oleh reagen kimia setelah ampulnya dibuka.

"Apa yang sedang kalian uji?" tanya Mark tiba-tiba, membuat Joy seketika menoleh kearahnya, sedangkan Yuta sama sekali tidak teralihkan.

"Kami menemukan beberapa obat-obatan di nakas samping tempat tidurnya." jawab Joy sembari menunjuk ke arah nakas kecil berbahan kayu itu.

"Menurut kalian, apa jenis obat-obatan itu jika memang Ia menggunakannya?"

"Dari ciri-ciri fisiknya, kemungkinan golongan opiat. Karena itu kami menggunakan NIK Drug Test A, untuk mendeteksi apakah ini morfin, kodein, atau heroin." jawab Joy.

"Ini bukan opiat atau obat-obatan terlarang. Aku sudah membuka ketiga ampulnya, dan tidak ada satupun indikator yang sesuai dengan dugaan kita." ujar Yuta setelah beberapa kali mengubah arah pandangnya untuk melihat perubahan warna sebagai akibat reaksi antara bubuk putih itu dengan reagen dari dalam ampul.

"Apakah kalian menemukan obat-obatan lain?" tanya Mark lagi.

"Tidak, hanya dua jenis dari atas nakas, keduanya negatif." jawab Yuta

Mark mengangguk paham, kemudian Ia menghampiri Brian yang tengah memotret meja makan tempat Eric Sohn ditemukan tewas. Mark memperhatikan meja makan itu lekat-lekat. Ia melihat satu piring spagheti dan dua gelas wine masih terhidang disana.

"Seseorang telah datang tadi malam, dan makan malam bersamanya" batin Mark menarik kesimpulan. Entah mengapa kali ini Ia sangat yakin dalam satu tarikan pemikiran, bahwa seseorang telah datang, dan makan malam disana sebelum Eric Sohn tewas.

Tak lama dari itu, matanya berbinar, bahkan Ia memetikkan jarinya cukup keras, hingga Jaehyun yang saat itu sedang memeriksa sidik jari di kursi menoleh kearahnya. "Dia tewas setelah makan malam!" lanjut Mark dengan monolog batinnya. Ia nyaris saja berteriak. Bagaimana tidak? Kematian Eric Sohn ini sama seperti insiden kematian masal di sekolah itu, tewas setelah makan. Artinya, mereka berkaitan.

Mark kemudian melanjutkan aktivitasnya mengamati segala hal tentang meja makan dihadapannya. Tepat sebelum Jaehyun hendak mengamankan spageti dan wine itu, Mark menghentikannya.

"Tunggu. Apa Kau melihat ada yang aneh dari tata letak makanan dan minuman ini?" tanya Mark pada Jaehyun. Jaehyun tampak menatap meja berisi makanan itu lekat-lekat. Semua tampak normal dimatanya, namun tidak di mata Mark.

"Tidak. Apa ada yang aneh?"

"Kau lihat ini." Mark menunjuk piring hitam berisi spageti dengan toping saus tomat yang sepertinya belum tersantap itu.

"Apakah Kau akan dapat makan dengan baik jika jarak antara dirimu dan makanan hampir lima puluh sentimeter? Dan dihadapanmu, tidak ada piring, mangkuk, bahkan sendok dan garpu sama sekali?" Mark menjelaskan pendapatnya. Jaehyun tampak masih berpikir keras.

"Apa ini?" ujar Mark nyaris bergumam ketika melihat sebuah bercak sangat tipis berbentuk persegi dengan sudut tumpul di area antara piring spageti dan tempat duduk itu. Bercak persegi tumpul itu menimbulkan kontras warna yang lebih gelap dari warna meja yang terbuat dari kayu itu. Mark kemudian mengeluarkan hand magnifier dari saku mantelnya. Ia mengarahkannya pada bercak persegi sudut tumpul itu, dan mendapati kontur seperti kayu yang menyerap air pada permukaannya. Mark menundukan kepala, lalu mengerutkan dahinya. Ia berpikir keras untuk menemukan asal muasal bercak persegi tumpul itu.

Belum sempat Ia menemukan jawaban atas asal muasal bercak persegi di meja itu, perhatiannya sudah teralihkan oleh setetes cairan berwarna kuning tua persis di bawah tempatnya berdiri. Ia lantas berjongkok, dan menangkap tetesan yang sama sepanjang area meja makan hingga pintu belakang unit apartemen itu.

"Tolong semua hentikan aktivitas kalian!" seru Mark membuat Jaehyun, Brian, Joy, dan Yuta terdiam dan melihat kearahnya dengan ekspresi bertanya-tanya. Mark tidak merespon, namun akhirnya keempat orang itu paham bahwa Mark menemukan sesuatu, dan pergerakan mereka dapat merusak objek yang menjadi targetnya.

Mark berdiri, dan melangkah mengikuti tetesan-tetesan itu yang seolah menunjukan arah jalan. Tetesan itu memiliki pola yang rapi, dan Mark yakin deret tetesan-tetesan cairan berwarna kuning tua itu terbentuk secara alami, dalam artian tidak diatur sedemikian rupa oleh manusia. Insting fisikanya sangat dominan saat ini, membuatnya melihat jarak antarobjek sebagai sebuah indikator penting.

Langkahnya terhenti bersamaan dengan akhir deret tetesan kuning tua itu. Tetesan itu berakhir persis di depan pintu belakang. Mark melihat sekeliling, dan Ia hanya mendapati sebuah keset dengan posisi tidak simetris. "Seseorang telah menghentikan deret tetesan ini. Apakah dia tidak sempat menghilangkan bukti?" batin Mark.

"Jaehyun, Kau bisa mengidentifikasi cairan ini?" tanya Mark sembari berjongkok dan menatap lekat tetesan itu. Jaehyun kemudian berjalan cepat mendekatinya.

"Dari ciri fisiknya, jelas ini bukan darah, semen, atau saliva." jawab Jaehyun setelah melihat dengan seksama tetesan kuning tua itu.

"Berikan Aku dome magnifier?" tanya Mark. Ia yakin hand magnifier miliknya tidak bisa membantunya melihat detail tekstur dan permukaan tetesan itu. Ia membutuhkan alat pembesar yang lebih mumpuni.

"Ini." Brian memberikan benda berbentuk bulat itu kepada Mark. Mark dengan teliti mengamati permukaan tetesan itu.

"Apa kalian tidak berpikir ini seperti makanan? Lihat, permukaannya mengkilat." ujar Yuta yang sedari tadi ternyata mengamati tetesan lain di sisi kanan tempat Mark berada. Ia bahkan menyinari tetesan itu dengan flashlight ponselnya.

"Benar, tetesan ini berminyak, dan Aku melihat sesuatu seperti serat di dalam tetesan itu." ujar Mark mengalihkan perhatian keempat orang disekitarnya. Tampak dirinya yang masih mengatur sudut pandang dome magnifier itu.

"Berikan Aku jarum atau semacamnya." titahnya cepat.

Setelah Brian memberikan sebuah jarum yang cukup kecil padanya, Mark 'menusuk' tetesan itu perlahan hingga cairan didalamnya kini melebar keluar hingga beberapa milimeter. Mark kemudian mengangkat sesuatu seperti benang dari dalam tetesan itu yang Ia yakini sebagai serat. Setelah dirasa cukup mengamati objek itu, pandangannya beralih pada komponen lain dalam tetesan yang telah meluber itu. Ia menusukan jarum pada serpihan kecil berwarna merah terang. Mark berpikir keras, lalu menghela nafas dalam, sebelum Ia sadar bahwa itu adalah serpihan kulit cabai.

"Ini makanan." inal Mark. Ia kemudian mengeluarkan buku catatan kecil dari dalam saku mantelnya. Ia mencatat temuannya yang akan Ia anggap sebagai clue dan harus dipecahkan malam ini juga. "Dua gelas wine. Tata letak makanan tidak wajar. Tetesan makanan membentuk deret." Tulis Mark dalam buku itu. Ia kemudian beralih kepada keempat rekannya yang sedari tadi bekerja.

"Jaehyun, Brian, apa yang kalian temukan?"

"Aku sudah mengumpulkan sidik jari. Aku menemukannya di kursi, dan meja makan" Jawab Jaehyun.

"Aku juga menemukan empat ponsel dan satu laptop. Namun semuanya terkunci. Aku akan menghubungi tim Forensik Digital untuk itu." lanjutnya sembari menunjukan beberapa ponsel dan laptop dalam plastik klip di meja ruang tamu.

"Aku menemukan beberapa kejanggalan dari dalam kamar utama. Pertama adalah kondisi kamar yang seperti telah di acak acak." tutur Brian sembari menunjukan beberapa dokumentasinya di kamera.

"Kedua adalah ini." Brian menunjukan sebuah kertas berukuran F4 di dalam plastik klip. Mark meraih kertas dalam plastik itu, kemudian mengkerutkan keningnya ketika mendapati deretan aksara Rusia pada kertas itu. Di sisi kanan bawah, tampak sebuah tanda tangan atas nama Prof. Eric Sohn.

"Aku menemukan kertas ini disamping lemari, dan jelas disini terlihat jejak sepatu pria. Juga kalian lihat bagian sisi kanan atasnya, kertas ini terpisah dari kelompoknya." lanjut Brian sembari menunjuk bagian tengah kertas itu yang berwarna cokelat. Mark kemudian menyentuhnya, dan merasakan tekstur kasar seperti pasir dari sana. Ia lalu melihat pojok kanan kertas itu. Benar, kertas itu terpisah dari kelompoknya.

"Kami tidak menemukan obat-obatan, namun ternyata terdapat seperempat botol obat tidur." kali ini Joy, Ia menunjukan sebuah botol putih yang digunakan sebagai tempat penyimpanan obat tidur itu.

Mark mengangguk, lalu menuliskan penemuan rekan-rekannya itu bersama dengan temuan sebelumnya pada buku catatan yang sama.

"Dimana Kim Doyoung?" tanyanya ketika sadar juniornya itu tidak ada di TKP semenjak Ia kembali dari mengantar jenazah.

"Dia mencari saksi mata dan melakukan investigasi di luar unit apartemen." Jawab Jaehyun.

"Baiklah. Apakah kalian sudah memeriksa seluruh ruangan ini?"

"Aku rasa sudah" jawab Jaehyun.

"Baiklah, kalau begitu kita cukupkan. Kita akan menggelar rapat besok malam. Siapkan laporan dan analisis kalian masing-masing."

Laboratorium Forensik Itaewon

22 April 2016

15.00 KST

"Apakah Aku bisa bertemu dengan dr. Lee Taeyong sekarang? Aku sudah menunggu sejak satu jam yang lalu." tanya Wendy sedikit frustasi kepada seorang teknisi laboratorium. Ia sudah tiba di laboratorium itu satu jam yang lalu, namun setelah Ia memastikan jenazah Eric Sohn ditempatkan di kamar jenazah, Ia belum bertemu dengan dr. Lee yang sepertinya benar-benar sibuk hari ini.

"Mohon tunggu sepuluh menit lagi, beliau sedang dalam perjalanan dari Rumah Sakit Myungsei." Jawab teknisi laboratorium yang dari kartu identitasnya Wendy ketahui bernama Na Jaemin.

"Baiklah." ujar Wendy pasrah. Teknisi itu menunduk sopan pada Wendy, lalu meninggalkannya.

"Apakah Kau Wendy Son?" tanya seseorang beberapa menit kemudian ketika Wendy mulai memijat batang hidungnya. Kepalanya mulai pusing.

"Ya, benar." Wendy segera berdiri setelah melihat pria dengan kemeja biru muda digulung hingga lengan dan celana bahan berwarna hitam itu.

"Perkenalkan, Aku dr. Lee Taeyong." Taeyong mengulurkan tangannya yang disambut oleh Wendy.

"Aku dengar Kau adalah medical examiner kasus kematian Eric Sohn pagi ini?" tanya Taeyong, sembari mendudukan diri di kursi ruang tunggu itu. Ia menaruh beberapa barang bawaannya di kursi sebelah kananya. Wendy sedikit canggung namun ikut mendudukan diri di tempat asalnya. Memang dokter itu dikenal dengan karakternya yang tidak terlalu formal.

"Aku belum pernah mendengar tentangmu. Darimana asalmu?" lanjutnya.

"Aku baru saja kembali ke Korea. Sebelumnya Aku bekerja di Amerika."

"Pantas saja." ujar Taeyong sembari tersenyum ramah.

"Bisa Kau jelaskan bagaimana kondisi jenazah saat di TKP, dan dalam perjalanan kemari?" tanya Taeyong membuka topik profesionalnya dengan Wendy.

"Dia sudah meninggal, dengan posisi duduk, tangan terlentang, mata dan mulut tertutup. Tidak ada refleks pupil, dan tubuhnya sudah terbujur kaku." Ujar Wendy menjelaskan temuannya di TKP.

"Berapa lama perjalanan dari TKP menuju laboratorium?"

"Empat puluh lima menit."

"Apakah petugas ambulance saat itu melaksanakan prosedur minimalisasi kerusakan jenazah?"

"Ya, mereka melaksanakannya." jawab Wendy. Taeyong mengangguk paham.

"Baiklah. Aku akan berkoordinasi dengan Mark dan timnya untuk analisis." ujarnya sembari merapikan kembali barang bawaannya.

"Aku akan menyerahkannya padamu, dr. Lee."

"Tentu saja. Terimakasih atas bantuanmu. Kudengar Kau mendadak menjadi medical examiner karena tidak ada yang bisa dihubungi. Aku mengapresiasimu untuk itu." Taeyong kali ini berdiri dan tersenyum ramah pada Wendy.

"Ah, terimakasih. Kalau begitu Aku pamit dulu." Wendy segera bangkit dan merapikan tas selempang kulit berwarna coklat di bahu kanannya itu.

"Silakan"

"Oh! sebentar Wendy." baru selangkah Wendy berjalan, Taeyong memanggilnya kembali. Ia buru-buru menyerahkan satu paper bag berisi sandwich dan susu kepada Wendy. Wendy yang bingung ditambah kepalanya yang semakin sakit hanya diam ditempatnya.

"Mark memintaku untuk memberikan ini padamu."

"Dia bilang Kau belum makan dan tidak pernah sarapan."