Kepolisian Seoul
Ruang Divisi Detektif Tim A
23 April 2016
10.30 KST
Setengah jam lalu, rapat telah berakhir. Dari banyaknya fakta baru yang muncul ke permukaan, tidak satu pun dari peserta rapat mengemukakan pendapatnya, termasuk kedua detektif Mark dan Doyoung. Rasanya pikiran mereka dipenuhi oleh puzzle walaupun sejak kemarin malam telah memendam asumsi tersendiri terkait kaitan Eric Sohn dan NISA.
Mark sudah berada di ruangannya tepat setengah jam lalu. Ia tampak menuliskan sesuatu di buku catatan berwarna coklat miliknya. Tidak seperti biasanya pria workaholic itu ada di ruang kerja di sesi coffee break seperti ini. Ia selalu memberi jeda bagi otaknya untuk berpikir dengan meminum kopi. Ya, Mark sangat bangga ketika mengetahui bahwa meminum kopi tanpa gula secara rutin yang merupakan kebiasaannya itu dapat meningkatkan kemampuan problem solving. Tentu sangat berkaitan dengan pekerjaannya, bukan?
Tak lama berselang, Doyoung datang dengan secangkir kopi hangat ditangannya. Benar saja, Doyoung memang sangat peka dan perhatian pada seniornya itu.
"Sebaiknya Kau bernafas sebentar." ujar Doyoung sembari menaruh cangkir kopi di hadapan Mark. Ia menangkap raut wajah Mark yang cukup urak-urakan.
"Terimakasih."
"Haruskah kita membuat alternatif kesimpulan sekarang? Aku rasa fakta-fakta yang terungkap dalam rapat cukup signifikan." ujar Doyoung mengungkapkan pendapatnya.
"Ya. Kau tahu, Aku merasa senang, pusing, dan bingung secara bersamaan. It's too way overwhelming for me. Botulinum toxin? Again? This is insane!" ujar Mark panjang lebar dengan wajah frustasi dan nada yang meninggi. Doyoung sedikit terkejut, tidak biasanya Mark seperti itu, lalu paham akan situasi. "Doyoung, berhati-hatilah, jangan sampai berbuat salah jika Kau ingin selamat."—batin Doyoung.
"Tenangkan dirimu, minum kopi itu." jawab Doyoung menenangkan. Mark menurut, Ia meraih cangkir itu, dan meneguk kopi di dalamnya.
Merasa cukup dengan kopinya, Mark segera berdiri dan menarik papan tulis kaca yang biasa Ia dan Doyoung gunakan untuk menggambarkan sketsa, diagram, atau flow chart. Ia lanjut meraih sebuah marker hitam dan mulai menggoreskan garis dan huruf dipapan kaca yang masih bersih itu. Doyoung kembali mengenakan kacamata framelessnya, melipat kedua tangannya di depan dada, memperhatikan Mark dengan serius.
"Aku akan membuat timeline terlebih dahulu." ujar Mark.
Tangan kanannya yang memegang marker bergerak gesit menarik sebuah garis sepanjang 40 sentimeter pada papan kaca itu.
"Pada tanggal 16 April 2016, kematian masal terjadi di DIS. Kejadian ini dilaporkan sekitar pukul 15.00 waktu setempat. Di hari kejadian, kita menarik hipotesis bahwa kematian ini disebabkan oleh toksin yang menyerang CNS, dilihat dari kondisi jenazah." Mark membuat titik besar yang memoton garis 40 cm yang Ia tarik sebelumnya menggunakan marker berwarna biru. Lalu Mark menuliskan poin-poin penting dari apa yang Ia ucapkan dibawahnya.
"Pada tanggal 20 April 2016, karakteristik fisik substansi terduga toksin ditemukan pada serum, eritrosit, dan liver jenazah. Kedua, toksin itu ditemukan juga pada sampel makanan. Toksin itu berbau atau mengandung benzyl alcohol, senyawa kimia utama penyusun flavor sintetik ceri setelah dianalisis menggunakan GC-MS. Ketiga—" Mark menahan ucapannya, namun tangannya tidak berhenti menulis. Doyoung yang sedari tadi memperhatikan papan tulis kini beralih memperhatikan ekspresi seniornya itu. Mark sedang berpikir.
"Profesor Eric Sohn bersedia membantu investigasi. Dia 'masih menggunakan' identitasnya sebagai peneliti di KAIST." lanjut Mark. Ia teringat akan asumsi Doyoung yang disampaikannya ketika mereka berada di teashop.
"Selanjutnya, di hari yang sama, Profesor Eric mengkonfirmasi bahwa substansi teduga toksin itu memiliki 78% kemiripan dengan lima jenis toksin. Substansi itu termodifikasi. Kemudian kita mencari supplier bahan pangan DIS karena senyawa-senyawa yang mirip dengan substansi itu merupakan toksin dari pangan GMO."
"Di hari yang sama, Kelvin Seo diamankan, dan diinterogasi. Dia mengakui secara tidak langsung 'dengan mudahnya' bahwa perusahaannya adalah tersangka dalam kasus ini."
"Keesokan harinya, 21 April, kita menemukan percakapan misterius dari Reina Hwang dalam bahasa Slovakia, dia berbicara dengan seorang pria dengan bahasa yang sama. " Mark tiba-tiba teringat bahwa Taehyung belum melaporkan perihal perkembangan lokasi wanita itu.
"Kelvin Seo diinterogasi ulang, dan Wendy memastikan bahwa Kelvin menutupi sesuatu dalam interogasi sebelumnya."
"Temuan ketiga pada hari yang sama, Eric Sohn ditemukan tewas di apartemennya, dan keempat, NISA adalah pihak yang mengetahui keberdaan dan kondisi Profesor Eric. Namun mereka telah meninggalkan TKP ketika kita datang."
"Sampai sini, kita mendapat beberapa petunjuk."
Mark selesai menulis, dan posisinya saat ini sudah berada di tengah-tengah papan tulis itu. Mark kemudian mengganti warna marker nya menjadi warna merah, lalu melingkari kata 'kematian', 'toksin', 'ceri', 'Reina', 'GMO, 'Kelvin Seo','Eric Sohn', dan 'NISA'.
"Hubungan kematian, toksin, GMO, Kelvin Seo, Eric Sohn, dan NISA sangat menarik. Apakah Kau berpikir mereka berada dalam satu sistem?" tanya Mark
"Bagaimana maksudmu?" Doyoung balik bertanya, memastikan arah pembicaraan Mark selanjutnya.
"Eric Sohn, dia mengidentifikasi toksin itu. Toksin itu adalah kunci kasus ini. Jika toksin ini diketahui karakteristiknya lebih lanjut, dalang dari kasus ini tentu terancam. Pemerintah kita bisa saja melibatkan interpol, CIA, atau apapun itu untuk melacak keberadaan substansi asing dan spesifik itu." jawab Mark yakin.
"Lalu Kelvin Seo? Psikiater mengatakan dia berbohong. Aku berpikir bahwa Kelvin Seo adalah pihak yang ditekan. Kau ingat saat Aku bertanya soal investor?"
"Ya, bisa saja investor Claire Food and Agro adalah dalang kasus ini, lalu mengkambinghitamkan dirinya."
"Ya, betul."
"Jika demikian, Eric Sohn benar-benar dibunuh oleh dalang kasus ini." ujar Mark. Kali ini Ia bukan sekedar berasumsi, matanya menunjukkan sorot keyakinan. Doyoung tampak berpikir.
"Untuk menghilangkan seseorang yang dapat membuka tabir."
"Noted." Mark memetikkan jarinya.
"Lalu Reina Hwang, wanita itu. Dia berbicara bahasa Slovakia dengan seseorang, dengan kode seolah Ia adalah eksekutor bayaran." ujar Doyoung membuka subtopik lain. "Bukankah Slovakia itu menunjukan keberadannya? Atau keberadaan dalang kasus ini?" lanjutnya.
"Bisa jadi benar, bisa jadi salah." jawab Mark sembari membenarkan kacamatanya. "Bisa jadi, itu hanyalah trik, menggiring investigasi ke sana, namun sebetulnya mereka tidak berada disana, sekalipun tidak."
"Bagaimana Taehyung? Bukankah dia ditugaskan untuk mencari keberadaannya?"
"Entahlah. Aku meragukannya."
"Kenapa? Karena dia berbicara bahasa Slovakia saat di depan lift?"
"Tidak hanya itu, dia mengubah laporannya. Awalnya dia mengatakan, wanita itu ada di Puerto Rico, lalu berselang beberapa jam, dia mengatakan wanita itu ada di Slovakia. Walaupun dia mengatakan masih memastikannya." jelas Mark.
Mark dan Doyoung terdiam sejenak, berkutat dengan pemikirannya masing-masing.
"Bagiku itu sedikit tidak masuk akal. Dari awal, kita semua tidak membantah sedikitpun instruksimu untuk memulai pencarian wanita itu berdasarkan waktu dan jadwal penerbangan. Puerto Rico dan Slovakia sangat jauh, bahkan berbeda benua." papar Doyoung. Ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak.
Mark mengangguk menyetujui pendapat Doyoung. "Note that. Kita perlu berhati-hati. Dalam kasus seperti ini, kita tidak bisa mempercayai orang lain lebih dari 40%."
"Lalu bagaimana dengan percakapan Eric Sohn dengan wanita dengan nama kontak 'wife' itu? Mereka juga menggunakan bahasa Slovakia." tanya Doyoung lagi. "Bukankah berlebihan menyebut ini kebetulan? Ada apa dengan Slovakia?" lanjutnya.
Mark tampak berpikir, Ia sendiri belum yakin dengan pemikirannya.
"Aku akan menggali informasi ini dengan informan kepercayaanku."
"Baiklah. Lalu jika dikaitkan dengan NISA, kita tahu mereka adalah intelijen negara. Apa yang mereka tangani? Terutama divisi JB berada." lanjut Doyoung.
"Berdasarkan informanku, JB masih menangani kasus yang sama selama enam tahun terakhir, dan itu berkaitan dengan kasus Busan, bahkan setelah Aku dipindahtugaskan ke Seoul."
"Siapa informanmu itu? Apakah dia bisa dipercaya?"
"Shin Yugie. Kau ingat dia? Pria jenius itu semakin ahli sekarang." Mark kemudian meraih ponselnya dan mengetikan sesuatu disana.
"Ya, Aku ingat. Baiklah, lanjutkan."
"Botulinum toxin, nama itu muncul lagi setelah lima tahun di kasus Busan. Bukankah tidak wajar jika ini kebetulan semata? Jelas kasus lima tahun lalu berkaitan dengan kasus ini."
"Lalu perbedaannya adalah, dahulu toksin itu dengan mudah terdeteksi. Sementara di kasus ini, butuh waktu lama untuk memastikan bahwa itu Botulinum toxin." tambah Doyoung.
"Juga jangan lupa, Dr. Emily dan Prof. Lee baru berhasil mengidentifikasi 'komponen penyusun', bukan 100% toksin itu. Toksin itu kemungkinan dimodifikasi untuk mendapatkan karakteristik fisikokimia luar biasa." jelas Mark meyakinkan. "Kita tidak bisa memastikan berapa komponen yang digabungkan atau direkayasa. Belum lagi membran dan ukuran partikel berukuran nano itu." lanjutnya.
Doyoung bangkit dari kursinya, lalu menumpukan kedua tangannya di atas meja. "Benang merahnya adalah, kasus ini berkaitan dengan kasus lima tahun lalu, dan toksin itu lebih advance."
"Noted that." Mark memetikan jari untuk kedua kalinya.
"Lalu, Aku hanya berasumsi bahwa terdapat kemungkinan bahwa kasus ini adalah agenda sabotase internasional atau nasional. Tapi keterlibatan NISA, Aku rasa itu bukan sekedar asumsi." ujar Doyoung kemudian.
"Lima tahun lalu, alur kasusnya serupa. Kau ingat saksi utama kasus food fraud di Busan itu tewas secara tiba-tiba ketika hendak memberikan kesaksian yang akan menjadi kunci pemecahan kasus itu."
"Ah! Ya, Kau benar Kak."
"Apa Kau tahu apa yang terjadi sampai kasus itu dihentikan? Sebuah vial berisi cairan terduga Botulinum toxin turut menghilang di hari tewasnya saksi mata itu."
"Apa kaitannya dengan kasus ini?"
"Bercak persegi di meja."
"Apa maksudmu itu adalah barang bukti makanan beracun, kari dalam kaleng yang dihilangkan?"
"NISA menyembunyikannya."
"Bagaimana Kau bisa begitu yakin?"
Mark menghela nafas cukup panjang, lalu menyandarkan punggungnya pada sebuah tiang di ruangan itu.
"Lim Jae Beom, gaya bekerja pria itu masih sama seperti lima tahun lalu. Kau tidak tahu Doy, dialah yang menghilangkan vial berisi toksin itu."
"Tapi kenapa?"
"Let me tell you the biggest power to control the law, business and politics." jawab Mark dengan smirk khasnya. Rasanya Ia perlu menambahkan insight baru pada juniornya itu.
"Jika begitu, Eric Sohn memiliki kontrol terhadap sebuah bisnis, atau politik."
"Ya, bisa saja."
"Siapa Feodora Laubov? Apakah Kau sudah mencari informasi tentangnya?"
"Dia adalah mantan wakil menteri pertahanan Rusia. Aku bisa memastikannya!"
"Aku rasa kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Eric Sohn adalah target intelijen selama enam tahun, dan JB adalah agen yang menanganinya."
"Jika kita tarik dari fakta kemarin, Eric Sohn menandatangani sebuah surat penyerahan data penelitian. Apakah itu untuk Feodora Laubov?"
"Karena email yang dikirim kepadanya adalah berkas-berkas penelitian itu?"
"Bingo! Tahun riset berbahasa Rusia adalah 2010-2015! Dan itu, tentang Botulinum toxin!"
"Eric Sohn, berafiliasi dengan seseorang yang berkedudukan penting di Rusia dalam hal penelitian bertemakan Botulinum toxin. Inilah yang membuat NISA turun tangan." tegas Mark.
"Noted. Semua terkuak secara logis."
"Makanan kaleng beracun itu, perlukah kita mendapatkannya?"
"Tentu saja. Aku akan menemui JB sekarang juga. Pria licik itu pasti menaruhnya di sebuah tempat, tidak mungkin Ia membuangnya begitu saja."
"Kendalikan emosimu. Dia merusak reputasimu dan menghentikan kasus penting yang Kau tangani."
"Perlu Kau tahu, Aku tidak ingin mengotori tanganku untuk sekedar melebamkan wajahnya."