Chereads / Komplotan Tidak Takut Hantu / Chapter 11 - Hantu Yang Tidak Mau Digambar

Chapter 11 - Hantu Yang Tidak Mau Digambar

Ari berjalan masuk gerbang sekolah. Pagi ini dia berharap bertemu dengan Rida. Gambar yang dia buat kemarin sudah siap di dalam tasnya. Tapi sampai di depan gedung sekolah Ari tidak melihat Rida, malah dia ketemu Toha yang barusan memarkir sepedanya. Mereka pun saling menyapa.

"Ri, katanya kemarin mading udah tayang ya?" Toha membuka pembicaraan. Dia juga pernah menyerahkan gambarnya untuk naskah majalah dinding.

"Iya, kata Rida sih begitu," jawab Ari.

Mereka pun sepakat untuk mampir dulu ke papan majalah dinding di sekitar kelas 10. Sampai di sana, banyak murid-murid yang sedang berkerumun di depan majalah dinding. Gambar Toha ada di bagian bawah. Lukisan gedung sekolah pakai cat air. Gambar Ari ada di bagian atas. Sketsa anak perempuan berkaki hancur di pinggir jendela. Ari hampir tak bisa melihat gambarnya sendiri karena kerumunan anak yang ternyata sedang melihat gambarnya. Tapi saat Toha melihat gambar Ari, dia tampak terpaku. Lama dia perhatikan gambar Ari itu.

"Itu gambar kamu Ri?" tanya Toha pelan dengan wajah penuh selidik.

"Iya," jawab Ari seadanya. Dia masih tak menduga gambarnya banyak yang melihat. Ada yang bilang serem. Ada yang bilang kayak di jendela kelas. Ada yang bilang ini hantu beneran apa bukan.

Sampai di kelas pun sepertinya beberapa anak sedang membicarakan gambar Ari. Sampai Kocik sang ketua kelas seolah ingin turun tangan mewakili warganya.

"Ari, itu gambar hantu yang di mading, gambar lo ya?"Dengan tubuh dempalnya, Kocik menghadang Ari sebelum sampai ke bangkunya.

"Iya, itu gambarku," jawab Ari polos.

"Anak-anak jadi banyak yang takut lho!" Boncel sang wakil ketua kelas menambahi dari belakang sambil menyruput minuman jusnya.

"Yang jelas itu bukan arwah gentayangan, kata Pak Riza kalau orang mati langsung masuk alam kubur," Profesor pun ikut nyeletuk dari bangkunya. Yang lain pun jadi tertawa dan mulai mengolok-oloknya.

Sesampai di bangkunya, Ari sudah disambut Haki.

"Selamat ya, banyak yang antusias sama gambar lo. Jadi gimana nih. Lanjut dong kita nge-vlog?" Tanya Haki tanpa basa-basi.

"Tahu Ki. Yakin lo nggak bikin tambah heboh?" Ari balas tanya.

"Justru itu Ri. Kita memang akan bikin heboh. Lo nggak mau tenar? Rida aja udah mulai deket sama lo. Apalagi nanti setelah kita nge-vlog. Dia bakalan nggak mau jauh-jauh dari lo deh."

"Ada-ada aja lo Ki."

"Beneran. Gue jamin deh. Kan gue selalu rekomendasiin lo ke Rida."

Bel masuk pun berbunyi. Murid-murid mulai menempati bangkunya masing-masing. Tapi waktu Ari mau menaruh tasnya di laci bawah meja, dia menemukan secarik kertas di situ. Di kertas itu ada tulisan : Kalau ke toilet jangan ambil yang pojok. Ari pun clingak-clinguk. Lalu dia memandangi Nara yang duduk di depan bangkunya. Dan guru yang mengisi pelajaran jam pertama pun datang.

Saat istirahat di kantin, Haki masih saja membujuk Ari mengenai rencana nge-vlog-nya. Tapi Ari masih belum yakin. Lalu tanpa sengaja Ari lihat kantin yang di seberang. Di sana ada Tata dan teman-temannya. Lalu ada gerombolan anak basket di sana. Mereka anak-anak senior. Lalu seseorang dari mereka sengaja mengajak bicara Tata. Ari tahu namanya Jodi. Karena dia bintang basket andalan sekolah yang sudah bikin timnya juara berkali-kali. Semua murid di sini tahu siapa dia. Tata terlihat agak risih dideketin Jodi. Tapi teman-teman Tata malah terlihat antusias dan ketawa-ketiwi. Mereka mulai mendorong-dorong Tata yang mulai salah tingkah. Memang di antara teman-temannya, Tata yang paling cantik. Dan Jodi adalah mahluk ganteng yang jadi idola semua murid. Berpikir tentang ketenaran, Ari ingat kata-kata Haki tadi. Lalu di kepalanya ada Rida, anak perempuan yang lincah, ramah dan tidak sombong. Ari pun berniat menanyakan rencana vlog Haki.

"Ki, rencana kamu nge-vlog jadi kan?"tanya Ari ke Haki yang sedang makan gorengan di sebelahnya.

"Jadilah! Nah gitu dong! Itu baru namanya semangat," jawab Haki antusias.

"Kapan kita akan mulai?"

"E… Ntar malem! Soalnya ntar malem pas malam Jum'at."

Lalu mereka berdua mulai membahas detil rencana mereka. Sembari berjalan ke kelas, mereka masih membicarakannya. Sesampai di tikungan, langkah mereka sempat terhenti. Tak jauh dari situ, kepala sekolah tampak sedang berdiskusi serius dengan tamu-tamunya. Lalu ada pak satpam yang mulai menutup akses ke arah sana. Di antara kerumunan anak-anak yang ada di situ ada yang membicarakan tentang rencana pemugaran basement yang ada di sekolah. Tak jauh dari bapak kepala sekolah dan tamu-tamunya berdiri, ada ruang bawah tanah yang selama ini memang ditutup. Konon ruang bawah tanah itu ada sejak gedung ini ada di jaman penjajahan Belanda. Sejak Belanda tidak ada di sini, ruang bawah tanah itu lama tidak dipakai lagi. Lalu bel berbunyi, tanda istirahat sudah habis. Ari dan Haki pun cepat-cepat menuju ke kelas mereka.

Setelah bel pulang, Ari dan Haki sempat membicarakan lagi rencana nanti malam. Lokasinya adalah pohon beringin depan sekolah. Mereka akan diam-diam masuk ke halaman sekolah dengan melompat pagar. Lalu setelah menuntaskan persiapan-persiapan lainnya, Ari dan Haki pun berpisah. Haki pulang naik motor. Ari berjalan ke arah gerbang sekolah. Dia pulang naik bus. Masih ada beberapa murid yang berjalan menuju gerbang. Lalu Ari merasa ada sorang murid berjalan di sebelahnya. Sekilas, dilihat rambutnya sepertinya dia anak perempuan. Dan Ari baru sadar saat melihat ke bawah. Anak itu tidak menginjak tanah. Ari baru tahu siapa dia karena dia lihat kedua kakinya hancur. Saat Ari menoleh ke arahnya, muka anak itu sudah merapat ke Ari. Mata yang kelopaknya hitam itu melotot ke Ari. Lalu dia berteriak, KENAPA KAMU GAMBAR AKU! Suara itu terdengar sangat keras di telinga Ari. Saking kagetnya, Ari sampai terjerembab ke tanah. Ari ingin cepat bangun, tapi anak itu sudah tidak ada. Tinggal Ari yang tengok sana tengok sini. Ari masih terduduk di tanah. Badannya serasa lemas. Dia masih syok. Tapi dia musti cepat bangun. Karena anak-anak yang berjalan di sekitar situ pada memandangi Ari dengan tatapan heran.

Ari duduk dibangku bus kota. Dia masih terngiang kejadian di halaman sekolah tadi. Tadi itu Awuk bicara kepadanya. Ya, bicara padanya. Baru kali ini Ari diajak bicara. Ari tak tahan untuk mengeluarkan pensil dan buku kecilnya. Cepat-cepat dia gambar muka Awuk yang merapat ke arahnya. Lalu dia tulis besar-besar kata-kata yang diteriakkan Awuk : KENAPA KAMU GAMBAR AKU.

Malam ini cerah. Langit bersih bertabur bintang. Dua anak tampak mengendap di depan pagar sekolah. Di bawah bayang-bayang pohon yang berjajar di trotoar, mereka seperti tak terlihat saat memanjat pagar sekolah. Ari dan Haki sengaja mencari jalur yang jauh dari penerangan. Mereka pun sudah melewati pagar, menyusuri sudut-sudut gelap halaman sekolah. Sampai di depan pohon beringin, Haki mengeluarkan smart phone-nya. Lalu dia mulai dengan gaya pembukaannya.

"Hai Gaes, welcome to my channel. Saat ini gue ada di halaman sekolah gue. Kali ini gue nggak sendirian. Gue ditemani sama Ari. Temen sebangku gue, temen seperjuangan gue," lalu Haki mengarahkan smartphone-nya ke Ari. Ari hanya berdiri kaku, senyumnya dipaksakan. "Nah ceritanya nih, gue sama Ari mau membuktikan adanya keberadaan hantu di sini, khusunya di pohon beringin ini Gaes," Haki pun melanjutkan cuap-cuapnya mengenai betapa pohon beringin itu tampak begitu angker. Lalu Haki menceritakan latar belakang Ari. "Ari ini dari kecil bisa melihat hantu Gaes. So gimana Ri, apa udah ada tanda-tanda penampakan di pohon ini?" tanya Haki. Ari masih diam. Dia sedang berusaha konsentrasi, menebar pandangannya ke pohon besar nan gelap di depannya. "Ri, ngomong dong, ini kita lagi live," suara Haki sedikit berbisik. Dia agak kesal karena dari tadi Ari cuma diam.

"E.. Belum. Belum ada tanda-tanda penampakan," Ari berusaha bersuara.

"Tapi lo pernah bilang, lo pernah lihat ada hantu yang bertengger di pohon ini," tanya Haki.

"Iya."

"Dimana?"

Ari menunjuk ke salah satu bagian dahan di pohon itu. Tapi Ari tidak melihat apa-apa. Haki pun menyalakan senternya ke arah sana dan merekam dengan smartphone-nya. Lama Ari berdiri di depan pohon, dia belum lihat apa yang pernah lihat di sana. Sementara Haki terus bicara untuk menambah suasana angker sembari terus merekam pohon itu. Sampai Ari mundur sejengkal.

"Ada apa Ri? Kamu lihat sesuatu?" tanya Haki.

"Iya, dia di sana. Di dahan yang paling ujung," Ari menunjuk bagian paling atas rimbunan pohon itu. Perempuan berbaju putih itu ada di sana. Haki pun mengarahkan senter dan smartphone-nya ke sana. Tapi dia tidak melihat apa-apa. Dan dia hanya merekam rimbunan pohon kosong.

"Yakin dia ada di situ Ri?" tanya Haki lagi.

"Iya, dia di situ," jawab Ari sembari masih melihat ke atas pohon.

"Kayak gimana wujudnya?"

"Dia itu perempuan, bajunya putih, mukanya pucat. Rambutnya panjang banget sampai menyentuh tanah," Ari menunjuk ke tanah dengan akar pohon yang saling tindih. Walau kini perempuan itu berada di dahan yang paling tinggi, tapi ujung rambutnya tetap menyentuh tanah. Haki pun mengarahkan senter dan smartphone-nya ke tanah, tapi tetap dia tidak melihat apa-apa. Dia juga hanya merekam akar-akar pohon yang terkena nyala senternya.

"Ki, kayaknya kita musti pergi dari sini deh," kata Ari terbata.

"Kenapa Ri?" Tanya Haki.

"Kayaknya dia marah," Ari melihat mata perempuan itu melotot ke arahnya.

"Mana dia, kalau marah suruh tunjukin dirinya," Haki justru tambah penasaran, dia maju selangkah sambil mengarah-arahkan nyala senternya ke bagian atas pohon.

"Jangan bercanda kamu Ki," Ari memperingatkan Haki.

Tapi sebelum Haki melangkah lagi, terdengar suara pintu besi berderit dari arah halaman dalam sekolah. Ternyata penjaga sekolah. Dia keluar dari pos jaganya, membawa senter dan dia arahkan ke tempat Ari dan Haki berada.

"Siapa di situ!" suara pak penjaga itu lantang dan keras memecah sunyi malam.

Ari dan Haki pun langsung kabur, berlari sekencangnya menuju pagar . Sampai akhirnya mereka berhasil melompat pagar. Haki cepat-cepat menyalakan motornya yang disembunyikannya di sekitar situ. Lalu mereka berdua melesat di atas motor meninggalkan tempat itu.

Keesokan harinya di sekolah, Ari merasa aneh dengan suasana sekolah. Sejak datang pagi, dia melihat beberapa murid memandanginya dengan tatapan yang tidak biasa. Juga beberapa temannya di kelas. Lalu Haki datang tidak sepagi seperti biasanya. Dia langsung duduk di sebelah Ari. Menyalakan smartphone-nya di bawah meja. Menunjukkan ke Ari rekaman tadi malam. Dan betapa bangganya dia waktu tunjukkan ke Ari berapa viewer yang sudah melihat video itu. Ari pun mulai sadar, banyak orang sudah melihat video itu, termasuk murid-murid sekolah ini. Kekhawatiran pun mulai muncul di benak Ari. Mulai saat ini, akan banyak orang tahu kalau dia bisa melihat hantu.