Di bully.
Di caci maki.
Di pandang aneh.
Sudah terbiasa Hanami mendapati itu. Sudah terlanjut kebal hatinya, bahkan ia sendiri sudah merasa bosan.
karena ia memiliki sebuah kekuatan yang hanya dia saja yang bisa melihatnya, ya ia adalah seorang anak indigo, ia sering dianggap gila dan dijauhi serta dibully oleh teman-teman satu sekolahnya. Tak ada yang menginginkan kehadirannya sama sekali. Pernah sekali ia mencoba bersosialisasi pada teman-teman sekelasnya tapi yang ia dapatkan adalah sebuah caci maki dan hinaan. benar-benar tak berbakat pikirnya.
Hanami melangkah keluar melewati gerbang sekolahnya, pakaiannya kotor dan lusuh bahkan penuh bercak sana-sini. Dibully adalah makanan kesehariannya. Jadi akan sangat aneh menurutnya jika tidak dibully sehari saja.
Yah semuanya berjalan sangat baik dan tanpa gangguan. Tapi baru saja beberapa menit dia melangkah keluar dari sekolahnya, ia sudah dicegat oleh teman-teman sekelasnya. Yang berdiri tak jauh dihadapannya.
"Akhirnya, muncul juga yang ditunggu-tunggu," kata salah satu perempuannya disana. Dia mendekati Hanami dan menatap angkuh gadis bersurai biru di hadapannya.
Hanami hanya menatap datar lalu berkata dengan tenang. "mau apa lagi Ema, belum puaskah kau membullyku hari ini?"
Ema tersenyum sinis, dia melipat kedua tangannya didepan dada. "kau pikir, kau pantas sekolah di sini. Seharusnya kau sadar diri di bahwa orang aneh seperti kau tak pantas berada di sekolah elit ini!"
".....apa kau sudah selesai pidatonya? Aku harus pulang sekarang," sahut Hanami dengan tenang.
senyum sinis Ema langsung luntur mendengar perkataan Hanami yang kelewat santai. Ema kemudian melirik teman-temannya seperti memberi kode lalu menjambak rambut Hanami dibantu teman-teman Ema.
"berani sekali kau bicara seperti itu padaku! Aku akan membuatmu menyesal," kata Ema marah. Hanami memegangi tangan Ema yang menjambak rambutnya.
"lepaskan! Apa yang kau inginkan sebenarnya, hah!?"
"orang rendahan sepertimu tidak perlu tahu," Ema kemudian menyeret Hanami ke belakang sekolah yang terdapat hutan, masih tak melepas jambakannya.
*********
(Di belakang sekolah, tempat sumur tua berada)
"buang semua barang-barang yang ada di dalam tasnya termasuk buku dan lainnya," perintah Ema pada temannya dan langsung dipatuhi oleh mereka.
Teman-teman Ema membuka tas Hanami dan satu-persatu membuang barang-barang yang ada didalamnya ke sumur tua itu. Hanami memberontak tapi Ema masih menjabak rambutnya, mata Hanami mulai kaca-kaca melihat satu-persatu barang-barangnya di buang ke sumur.
"wah, lihat! Apa yang kutemukan," kata salah satu teman Ema sambil menunjukkan sebuah Foto seorang wanita yang sedang tersenyum lembut menatap kamera.
"menarik sekali, jadi selama ini kau membawa foto ibumu kemana-mana ya. Kasian sekali~" kata Ema dengan nada yang dibuat prihatin.
Hanami membelakkan matanya lalu menggeleng cepat. "jangan, kumohon jangan buang foto itu. Itu berharga bagiku," katanya dengan mata berkaca-kaca.
Ema hanya tersenyum sinis. "buang semuanya termasuk foto itu," perintahnya.
teman Ema hanya tertawa kecil lalu membuang foto tersebut kedalam sumur beserta tas Hanami yang sudah kosong.
"TIDAKKK, IBU!" kata Hanami histeris. Dengan sekuat tenaga di melepaskan tangan Ema dari rambutnya, hal itu sukses membuat Ema melepaskan jambakannya. Dan tanpa membuang waktu lagi Hanami segera menceburkan dirinya ke dalam sumur tua tersebut demi mengambil foto yang berharga baginya.
BBYYUURR
Suara percikan air menggema dalam sumur, Ema dan teman-temannya hanya melihat lalu cekikikan kecil dan meranjak pergi dari sumur tua tersebut.
Sedangkan Hanami, dia berhasil meraih foto itu dan mendekapnya ke dalam pelukan. Membiarkan dirinya perlahan mulai tenggelam ke dasar sumur.
"aku mendapatkanmu ibu, tidak akan kubiarkan lepas lagi," batin Hanami sambil menatap permukaan sumur yang semakin jauh.
"Andai, aku diberi kesempatan kedua untuk hidup. Maka aku akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya demi impian ibu yang ingin melihatku mencapai cita-citaku. Tapi sepertinya tidak mungkin karena sebentar lagi aku pasti akan berkumpul dengan ibu dan ayah," batin gadis itu lagi lalu menutup matanya perlahan-lahan.
"Jika benar sumur ini adalah sumur ajaib, maka aku mohon beri aku kesempatan sekali lagi untuk bisa bertemu keluargaku dan menjalani hidupku dengan damai,"
Samar-samar Hanami mendengar seperti suara lonceng yang berbunyi dan semuainya menjadi gelap.
TO BE CONTINUE