Hanami POV
Aku merasakan hawa yang berbeda di sekitarku bahkan saat ini aku tidak merasakan dinginnya air sumur. Perlahan aku mencoba membuka mataku, dan yang kudapati adalah ruangan yang terasa asing dimana berbagai benda kuno seperti patung dewa, kertas mantra, dan lainnya lengkap disini.
Kurasakan suatu benda berbulu bergerak-gerak disamping tubuhku, ekornya bergerak tak beraturan, aku tak yakin yang kulihat ini adalah ekor masalahnya dia punya sembilan ekor dan aku tak tahu hewan apa ini.
Kuperhatikan sekitarku yang tidak kukenali ini, tak ada seorang pun selain aku dan hewan aneh ini.Tapi tak berapa lama suara pintu yang dibuka terdengar disertai langkah kaki yang berjalan mendekat.
"Kau sudah bangun, syukurlah," Seorang lelaki bersurai putih dengan telinga anjing yang mencuat di rambutnya duduk bersimpuh di hadapanku.
Ditangannya terdapat sebuah nampan disertai berbagai makanan yang menggugah selera perutku.Kalau diperhatikan lelaki ini seumuranku, atau lebih tua sedikit? Entahlah aku tak tahu.
"Siapa kamu? dan aku dimana?" kataku ragu-ragu, masalahnya aku tidak pernah melihat seseorang di duniaku memakai kimono dan memiliki telinga anjing di kepalanya. Itu sangat aneh.
"Kau baru saja bangun, minumlah ini agar lebih tenang sedikit. Tenang saja aku tidak memasukkan apa pun kedalamnya, jadi minuman ini aman," kata lelaki itu sambil menyodorkan segelas minuman berwarna hijau.
Aku melihatnya manatap ragu pada minuman itu, meski dia bilang dia tak memasukkan apa pun kedalamnya tetap saja aku harus waspada. Lelaki itu kembali berbicara.
"Aku akan menjelaskannya selagi kau minum, nenekku yang membuat minuman ini dari teh hijau segar dan sedikit tambahan daun herbal. Jadi aku yakin itu tak berbahaya untukmu,"
Akhirnya setelah kebimbangan ini aku memutuskan untuk meminumnya secara perlahan. Aroma serta rasa dari teh herbal ini begitu menyengat sehingga aku lebih rilex sekarang.
"Jadi, katakan ini dimana? Dan kau siapa?" kataku setelah menghabiskan setengah minuman itu.
"Ini adalah kuil suci milik keluarga Keikain, tapi hanya aku,Sotaru, dan nenek saja yang tinggal disini. Sebagai Miko kami harus tetap menjaga dan berada di kuil ini sampai dewa menjemput kami, Dan namaku Keikain Izoru,"
Aku Speecless mendengarnya tak mengerti maksud dari lelaki ini. Lagipula apa itu Kuil, Miko, dewa, dan sebagainya. Setahuku di duniaku tak ada yang begitu, kuil di duniaku sudah lama hilang dan tak pernah dikunjungi lagi oleh orang awam.
"Lalu kenapa aku bisa ada disini?"
"Adikku menemukanmu pingsan didekat sumur tua kuil ini, makanya dia membawamu kemari. Tapi jika dilihat dari pakaianmu sepertinya kau bukan berasal dari sini. Apa kau berasal dari bangsa Vampir atau penyihir?"
"Hah?" Aku melongo mendengarnya, apa-apaan perkataannya itu. Zaman sekarang menurutku Vampir, penyihir, dan sebagainya sudah tidak ada lagi. Orang-orang mempercayai mereka sebagai mitos belaka, dan kebanyakan dijadikan cerita pengantar tidur di untuk anak kecil.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti, aku juga bukan berasal dari sini. Ini bukan tempatku," kataku mencoba tenang sebisa mungkin walau dalam hati sebenarnya aku cukup panik.
"Oh, begitu ya. Berarti kau memang bukan berasal dari sini. Kau juga bukan berasal dari bangsa Vampir atau penyihir?"
"Tentu saja bukan," kataku mengiyakan perkataannya. "Aku berasal dari Zaman modern, diduniaku sudah tidak ada lagi yang namanya Vampir, penyihir, dan sebagainya. Itu dianggap mitos belaka oleh orang awam di duniaku. Dan lagi aku seorang Manusia bukan siluman,"
Bahu lelaki yang bernama 'Izoru' itu menegang, ekspresi wajahnya tampak memucat setelah mendengar perkataanku tadi. Dia menjadi gelisah dengan keberadaanku. Sedangkan aku menatap heran padanya.
"Kau seorang manusia ya, mungkin kami tidak tahu apa itu 'Modern' tapi kalau kau manusia berarti....."
Sebilah pedang tiba-tiba saja sudah berada di samping leherku, ujung pedang itu terlihat mengkilap terkena cahaya matahari. Aku terlonjak kaget karena pedang itu sudah berada di samping leherku, aku mendongak untuk melihat siapa pemilik pedang itu.
satu lagi lelaki yang ada diruangan ini selain Izoru, rambutnya berwarna biru gelap dengan telinga rubah berada di kepalanya. Tatapannya begitu dingin dan tajam, sampai-sampai aku bisa merasakan tatapan itu menembus mataku.
Aku takut sekarang yang kulakukan hanya diam mematung, jika aku bergerak sedikit saja mungkin pedang itu akan menembus leherku.
"Aoi, jangan begitu. Lihatlah...kau membuatnya takut," kata Izoru.
"Jangan halangi aku Aniki, dia itu manusia. Dia hanya akan memburu kita dan bangsa lain jika dia tetap dibiarkan hidup," kata lelaki bersurai biru itu pada kakaknya sambil melirikku tajam.
"T-tidak, aku tidak mungkin memburu kalian. Lagipula aku juga tidak tahu tempat ini dan aku juga bukan berasal dari sini," kataku terbata-bata mencoba menjelaskan.
"Yang dilakukan manusia hanya berbohong, agar diampuni kan? Jangan kau pikir aku bodoh, aku tahu niatmu tidak seperti yang kau ucapkan," seru lelaki bersurai biru itu marah.
"Tidak, aku–"
"Aoi, beri dia kesempatan untuk melakukan seperti yang dia ucapkan. Lagipula dia seorang perempuan, Nenek akan memarahi kita jika kasar pada perempuan, apalagi sampai menodongkan pedang seperti itu," kata Izoru masih mencoba menenangkan sang adik.
"Tidak! Dia harus mati, aku tidak ingin keluarga kita diburu oleh manusia lagi,"
KKREEIIT
Seorang wanita paruh baya masuk secara perlahan ke tempat kami. Sontak membuat kedua lelaki di hadapanku ini menoleh. Wanita itu berjalan pelan ke arah kami.
"Izoru, Aoi. Ada apa? Kenapa kalian ribut nak?" kata Wanita paruh baya itu lembut.
"Nek, manusia ini akan memburu keluarga kita. Seharusnya aku tidak membawanya kesini, lebih baik aku bunuh saja dia langsung selagi di sumur," kata Aoi.
"Tidak Nek, Aoi hanya terlalu takut. Manusia ini tidak bermaksud begitu, saat dia bangun pun aku tidak merasakan ada aura ingin memburu keluarga kita," jelas Izoru.
Wanita paruh baya yang mereka panggil Nenek itu menoleh padaku, sedangkan aku hanya diam menunduk menahan isak tangis yang ingin keluar.
"Ya ampun, Aoi turunkan pedangmu. Kamu membuat seorang perempuan menangis," Nenek itu mencubit lengan Aoi dengan kencang dan sontak Aoi melepaskan pedangnya sambil meringis kesakitan.
suara dentingan pedang yang menyentuh lantai terdengar cukup nyaring. Nenek itu tidak memperdulikannya dan langsung menghampiriku.
"Kau baik-baik saja Nak? Apa ada yang terluka gara-gara Aoi?"
"tidak nek, saya baik-baik saja," jawabku cepat. Sebenarnya aku tidak menangis melainkan HAMPIR menangis. Wajar saja aku kayak gitu, aku bahkan tidak tahu apa-apa langsung ditodong dengan pedang bagaimana tidak mau hampir menangis.
"Dasar cucu tidak sopan, ayo kemari dan minta maaf!" perintah wanita paruh baya itu pada Aoi. Sedangkan Izoru hanya menghela napas kecil.
Aoi tak bergeming dia hanya memandangku dan menunduk membungkukkan badannya. "Aku minta maaf,",
Setelah itu dia melangkah pergi dari sini ekspresinya terlihat kecewa. Izoru yang melihatnya pergi ikut berdiri lalu meminta maaf dan menyusul adiknya itu.
"Maaf ya nak, Sikap Aoi sangat keterlaluan seperti itu. Dia memang sangat sensitif jika ada manusia di dunia ini," kata Nenek itu menatapku lembut.
"Eh? Tidak apa-apa nek, saya memakluminya. Lagipula saya memang bukan berasal dari sini," jawabku halus.
"Kalau boleh tahu, namanya siapa?"
"Aoki Hanami, panggil saja Hanami nek,"
"Ah, ternyata memang bukan dari sini ya. Bisa ceritakan kenapa nak Hanami bisa ada di samping sumur itu?"
Aku mengangguk menuruti perkataan nenek ini, aku mulai menceritakan semuanya dimulai aku seorang anak indigo, lalu teman-teman sekelasku yang membullyku, sampai dimana aku tercebur kedalam sumur tua itu. Aku juga menjelaskan asalku dari zaman modern.
Perlahan Nenek itu mulai mengerti permasalahanku lalu dia mengusap rambutku layaknya cucunya sendiri.
"Nenek mengerti sekarang, ternyata dewa mengabulkan permohonan kami untuk mengirimkan seseorang yang akan melepaskan kutukan ini dari dunia Stealth,"
"Maksud nenek apa?" tanyaku bingung.
"Nenek sebenarnya adalah salah satu pendiri dari kuil suci ini, dimana kuil ini satu-satunya yang didirikan secara gotong royong oleh para leluhur bangsa Vampir, Werewolf, Penyihir, Yokai, dan Peri. Kuil Inilah satu-satunya bukti dari peninggalan leluhur terdahulu dimana kerja sama kami akhirnya tercapai,"
"Karena kuil ini terletak di wilayah bangsa Yokai maka Nenek lah yang dipilih untuk menjaga kuil ini sampai akhir hayat nenek, Orang yang menjaga kuil ini disebut Miko, baik laki-laki maupun perempuan. Tapi beberapa tahun belakang ini sering terjadi pertumpahan darah dari bangsa Vampir, Werewolf, penyihir, Yokai, dan Peri sejak adanya kutukan dari King Of Red,"
"Maka dari itu leluhur bangsa Yokai terdahulu memutuskan untuk menutup mata para bangsa lain agar tidak melihat bangsa kami, karena sebagian dari mereka ingin menghancurkan kuil yang sedang nenek jaga ini karena kuil inilah sumber kehidupan satu-satunya para bangsa di wilayah ini, Hanya orang yang memiliki keistimewaan saja yang bisa melihat bangsa kami,"
Aku mengangguk paham, jadi itu alasan kenapa aku bisa berada di sini. Hmm....aku penasaran, apakah ini kesempatan kedua yang diberikan untukku?
"Jadi sebenarnya ini abad keberapa nek?"
"abad ke-18, dimana keberadaan bangsa-bangsa ini masih dipercayai oleh manusia,"
"Itu artinya....aku tidak bisa kembali ke kehidupan lamaku?" kataku lirih dan sedih. Nenek itu menatapku lembut dan kembali mengusap rambutku.
"Nak Hanami bisa tinggal disini kapan pun itu, Nak Hanami juga sudah nenek anggap cucu sendiri, walaupun seorang manusia tapi nenek rasa nak Hanami tidak akan menyakiti siapa pun. Nenek harap Nak Hanami bisa membawa kedamaian bagi bangsa Vampire, Werewolf, Penyihir, Yokai, dan peri tanpa saling menyakiti dan tanpa ada pertumpahan darah,"
Aku tertegun mendengarnya bagaimana pun juga aku sudah berjanji jika diberi kesempatan kedua maka aku akan menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Apakah aku bisa melakukannya?
To Be Continue