Chereads / Surga Kecil / Chapter 5 - Hadiah Ulang Tahun

Chapter 5 - Hadiah Ulang Tahun

"Mulai sekarang tempat ini adalah kamarmu," katanya singkat, kemudian meletakkan tas milik sang gadis di lantai berkarpet dan memandang pelayannya lekat-lekat. "Kau bebas menggunakannya asal tidak merusak apapun di sini. Kamar mandimu, kau sudah lihat. Tempat tidur, lemari, rak, televisi, terserah mau kau pakai seperti apa. Kamar ini milikmu sekarang."

Skylar baru saja memberikan salah satu kamar dengan pemandangan terbaik dan termewah di London pada seorang pelayan, seorang mantan pelacur rendahan yang biasanya hanya tahu sebuah kamar sempit seukuran setengah kamar ini. Dengan tempat tidur murahan yang berdebu, lantai kayu yang berderit, dan suasana bising yang mengganggu; bukannya lantai berlapis karpet tebal dan tempat tidur dengan kasur empuk.

Dan dia, penasaran dengan reaksi gadis belia itu tentang kamar barunya yang mewah. Sebab, ketahuilah, bahwa gaji yang dia keluarkan untuk gadis itu tiap bulannya—tanpa potongan—tidak akan cukup untuk mendapatkan seluruh kamar miliknya ini meski hanya untuk semalam.

"Pertanyaan?"

Sementara itu, Alexa masih membelalakkan matanya melihat ruangan tempatnya berada sekarang. Ruangan ini memang tidak terlalu mewah dan sangat berbeda dengan kamar tidur yang baru saja dia lihat—kamar milik tuannya. Tapi Alexa sama sekali tidak menyangka kalua tempat ini akan menjadi kamarnya mulai sekarang.

"Su-sungguhan? Apa Tuan tidak … salah kamar?" Alexa bertanya lagi, dia merasa ragu.

Biar bagaimanapun, ruangan ini terlalu besar untuknya yang hanyalah seorang pelayan. Tapi bukan berarti Alexa tidak ingin menempati kamar itu. Tentu saja, dia akan sangat senang menempatinya. Hanya saja, Alexa mau tak mau bertanya untuk memastikan. Seumur hidupnya, dia tak pernah mendapatkan kamar sebagus ini.

"Tidak."

Skylar menatap dengan pandangan tajam pada perempuan muda itu, meyakinkannya bahwa kamar tersebut memang sengaja akan diberikan pada Alexa, bukannya dia sedang bercanda. Skylar tahu benar bahwa kamar itu termasuk kelewat mewah untuk diberikan pada seseorang yang hanya mempunyai status pelayan, tapi dia jelas tidak mungkin membiarkan gadis itu tidur di atas karpet atau sofa, kan? Tempat ini hanya memiliki dua kamar tidur, dan memberikan kamar lain di hotel ini jelas bukan pilihan yang akan diambilnya.

"Apa perlu kuulangi lagi? Kamar ini milikmu, mulai sekarang." Dia melipat lengannya dan mendecak pelan dengan tidak sabar. Untuknya, kamar semacam ini adalah tempat standar, pemandangan biasa yang seringkali dilihatnya hingga bosan. Berbeda dengan gadis itu, yang mungkin baru kali pertama atau kedua malihat hal semacam ini. Reaksi terkejut yang tertangkap oleh matanya sekarang adalah hal yang wajar.

"Kecuali kalau kau mau tidur di atap hotel ini, silakan."

Alexa buru-buru menggeleng. Dia tidak akan mempertanyakan apapun yang diberikan tuannya mulai sekarang. Alexa merasa hari ini dia terlalu banyak mempertanyakan sesuatu. Tak ayal kalau dia mulai merasa takut tuannya kesal karena kebodohannya sendiri. Mulai sekarang, Alexa berusaha meyakinkan dirinya untuk menerima apapun yang diberikan padanya.

Pemuda itu memutuskan untuk terdiam selama beberapa detik, memastikan jeda waktu yang bisa digunakan gadis di depannya untuk bertanya lagi. Namun ketika yakin pelayan barunya itu lebih memilih bungkam atau mengagumi kamar barunya, Skylar tahu dia tidak perlu membuang waktu lebih lama lagi di sana. Kedua matanya sudah terasa cukup berat, dan dia bahkan belum menikmati mandi dengan air panas yang menyenangkan sebelum merebahkan dirinya di kasur.

Skylar melirik arloji di pergelangan tangannya, dan melihat kalau sekarang sudah mendekati pukul dua pagi, yang berarti hari sudah berganti. Hari ini adalah tanggal 2 Februari, hari ulang tahunnya. Di dalam hati, dia mencemooh dirinya sendiri. Inikah hadiah yang kauberikan pada dirimu sendiri, Fitzroy? Membeli seorang pelacur sebagai hadiah ulang tahun ke-27? Bahkan di dalam mimpi terliarnya, dia tak pernah terbayangkan akan membeli seorang pelacur dan mempekerjakannya sebagai pelayan. Dia pun mendengus.

Menggelikan.

Tungkainya lalu mengayun menyeberangi kamar, mendekat ke arah pintu dan berhenti dekat tempat gadis itu berdiri. Sepintas, sosok Iracebeth terlihat dengan jelas hingga Skylar harus mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa bukan saudaranya itu yang berdiri di sana, melainkan Alexa. Mengecewakan, sebab hingga detik ini dia masih berharap bahwa Racie lah yang sedang berdiri di hadapannya, bukan sosok pengganti yang dibelinya karena dorongan impulsif semata.

Tangannya bergerak, jemarinya menyentuh wajah Alexa dan memaksa wajah gadis itu mendongak ke arahnya. Detik berikutnya, dilumatnya bibir gadis itu dengan cepat. Isi kepalanya bagaikan kabut, dia bahkan tak menyadari apa yang diperbuatnya hingga kepalanya mundur dan melepaskan ciumannya yang kelewat singkat—tidak sampai dua detik.

Skylar pasti sudah gila.

Dia bahkan tidak memedulikan reaksi Alexa yang terkejut karena mendadak dicium secara paksa. Seakan tidak terjadi apapun, dia melepaskan tangannya dengan cepat, dan kembali melangkah menuju ke pintu. Raut wajahnya mengatakan bahwa ciuman yang dia berikan bukanlah sebuah masalah yang besar, meskipun isi pikirannya sedang berkecamuk bagaikan badai. Skylar tahu dirinya harus pergi sekarang, sebelum tubuhnya bergerak sendiri tanpa perintah dari otaknya.

"Kurasa sudah cukup untuk sekarang. Tidurlah, aku berharap kau sudah mulai bekerja dengan sempurna pagi nanti."

Kaki Alexa lemas. Dia segera jatuh terduduk di atas karpet tebal begitu pintu kamarnya tertutup, mengiringi sosok tuannya yang menghilang di baliknya. Dia gemetaran, tentu saja. Mau tak mau, otaknya memutar kembali pertemuan pertamanya dengan lelaki itu yang amat tidak menyenangkan satu bulan yang lalu.

Alexa menggigit bibir bawahnya. Dia menarik napas dalam beberapa kali untuk menenangkan hatinya. Coba lihat sisi positifnya. Dia jadi tidak perlu melayani laki-laki di hampir setiap malamnya, apalagi Alexa dapat menikmati tidur nyenyak di kamar yang mewah dan luas seperti ini. Dia yakin Tuhan punya maksud tersendiri, bukannya melemparkannya dalam sebuah bahaya yang tak bisa dia hadapi sendirian.

Alexa mengakhiri acara merenungnya dengan sebuah tarikan napas panjang. Kakinya dipaksa untuk berdiri hanya untuk berpindah duduk ke atas kasurnya yang baru. Dia harus cepat menghabiskan makanannya dan segera mandi agar dia bisa beristirahat. Sayang sekali karena sisa waktu istirahatnya hanya sedikit. Dia sekarang hanya berharap agar tidur singkatnya tak akan membawa mimpi buruk.