Skylar tidak pernah merasa bersalah atas segala perlakuannya pada setiap perempuan yang dia bayar untuk ditiduri. Menurutnya, wanita jalang yang mencari uang dengan menjual diri itu tidak punya hak untuk bersuara. Dialah yang memberi uang, sudah seharusnya mereka tutup mulut dan bersyukur bahwa masih ada orang yang mau memberi mereka uang agar bisa bertahan hidup satu hari lagi.
Tapi gadis itu berbeda.
Dua minggu pasca bertemu gadis yang mirip dengan Racie, Skylar sama sekali tidak bisa melupakannya. Dalam setiap mimpinya, selalu mengulang saat-saat ketika dia meninggalkan ruangan hotel. Skylar melihat, bahkan setelah dia selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, gadis itu masih meringkuk di atas ranjang sambil terisak.
Saat itu, Skylar tidak terlalu ambil pusing. Tapi kini, dia terus kepikiran. Perasaan bersalah perlahan naik dan memenuhi dadanya. Apalagi, gadis itu masih muda.
Karena kesal tak kunjung berhasil menyingkirkan perasaan bersalah di dadanya, pemuda itu pun mengemudikan mobilnya, membelah jalanan London di malam hari yang masih ramai. Mobil mewahnya kini diparkirkan di depan sebuah rumah bordil, di mana keadaan di luar bangunan tidak terlalu ramai, karena suhu malam ini yang menunjukkan angka tiga derajat.
Di dalam rumah itu, penerangannya sedikit remang, karena lampunya berwarna merah. Begitu Skylar membuka pintu dan masuk ke dalam, dia bisa melihat banyak wanita berpakaian seksi. Saat mereka melihat Skylar yang masuk, mereka pun menyapa dengan suara serempak, menggunakan suara yang dibuat-buat. Beberapa bahkan sudah menghambur untuk menggodanya, namun Skylar hanya mendengus.
Tak berapa lama, wanita gemuk bernama Ruth pun datang dengan wajah sumringah. Wanita itu tak sengaja melihatnya ketika sedang berada tak jauh dari pintu masuk. Dengan segera, dia 'mengusir' para pelacur yang sedang berusaha menggoda lelaki yang tampak rapi tersebut.
"Kenapa tidak bilang akan datang kemari? Aku bisa menyiapkannya dan mengirim ke hotel seperti biasanya."
Tentu saja, Skylar amat jarang datang ke sana kecuali kunjungan pertamanya untuk melakukan negosiasi dengan induk semang, bahwa dia bisa memberikan banyak uang selama muncikari itu bersedia mengirimkan setiap lacur yang Skylar pesan ke hotel yang sudah ditentukan. Makanya, kedatangannya kali ini cukup mengejutkan Ruth.
"Kau ingin memesan? Aku bisa mencarikan yang baru untukmu," katanya lagi setelah pelanggan di depannya masih diam dan melihat sekitar, seperti mencari seseorang.
Sampai akhirnya, pandangannya berhenti pada seorang gadis berambut coklat panjang dan sedang duduk di sebelah pria sedikit gemuk. Tangan pria itu sudah menggerayangi paha sang gadis, dan Skylar bisa melihat wajah gadis bernama Mischa tampak jengah, namun tetap memaksa meladeni dengan sabar.
Tanpa menjawab, Skylar hanya mengacungkan telunjuk, menunjuk gadis itu. "Dia."
Ruth menoleh, berusaha mengikuti arah telunjuk pemuda itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Mischa yang sedang meladeni seorang pelanggan. Bahkan, di dalam hati dia bertanya-tanya apakah lelaki itu sedang mabuk atau tidak. Ruth ingat benar kalau Mischa sudah pernah melayani Skylar dua minggu lalu. Sementara Skylar yang tidak ingin menyewa pelacur yang sama lebih dari satu kali pun sangat diingatnya, bahkan sudah di luar kepala.
"Mischa? Tapi kau sudah pernah menyewanya dua minggu yang lalu," balas Ruth meyakinkan.
"Aku tidak peduli. Bawa dia kemari," balas Skylar dengan nada ketus, seolah-olah dialah pemilik tempat ini yang bisa menyuruh setiap orang di sana dengan sesuka hatinya.
Menurut, Ruth pun berbalik dan memanggil Mischa dari sana. Gadis itu mengiakan dan berdiri, namun pria gemuk di sebelahnya yang sedang mabuk itu tak ingin ditinggalkan, sehingga dia juga bangkit sambil terus merangkul bahu Mischa yang kecil.
Di mata Skylar, gadis itu tampak sangat berbeda dengan pelacur lain. Mischa sangat tidak aktif pada para calon pelanggan yang berkeliaran di tempat ini, seolah-olah dia sangat enggan melakukannya. Berbeda dengan pelacur lain, baik yang sudah berpengalaman maupun masih baru. Lihat saja, dandanan menor, bibir yang dipoles lipstik merah tua, pakaian seksi, dan macam-macam lainnya yang ditujukan menaikkan hasrat lelaki yang melihat. Mischa terlihat seperti anak sekolahan yang salah kostum saat hadir di pesta prom.
"Malam ini kau harus melayaninya." Ruth yang berhasil membawa Mischa ke hadapan Skylar pun membuka suara.
Skylar bisa melihat jelas ada sorot ketakutan di mata gadis itu, yang secara otomatis mengeratkan kepalan tangannya. Perasaan bersalah dan bayangan Racie yang lagi-lagi muncul pun perlahan menyesakkan dadanya.
Gadis itu menoleh dan menatap Ruth. "Ta-tapi saya sedang ada pelanggan," balasnya sedikit lirih.
Lihat. Para pelacur yang pernah Skylar sewa pun pasti akan langsung mengiakan, tak peduli betapa buruk perlakuan Skylar pada hari debut mereka. Mereka tahu berapa banyak uang yang bisa Skylar keluarkan, apalagi mereka juga akan mendapat kesempatan tidur di hotel mewah, alih-alih kamar jelek, sempit, dan apek di tempat ini. Tapi gadis itu? Bahkan dari matanya saja Skylar tahu jika Mischa merasa amat enggan. Mungkin masih merasa trauma dengan hari pertama keperawanannya direnggut paksa dan dengan cara yang amat tidak menyenangkan.
Mulanya, Skylar berniat membalas kalau gadis itu sama sekali tak punya pilihan. Namun dia memutuskan untuk diam. Dia sadar kalimat yang akan diucapkan tidak akan terdengar menyenangkan. Sementara kedatangannya kemari adalah atas dorongan perasaan bersalah. Untuk apa dia datang kemari jika Skylar, lagi-lagi, membuat gadis itu semakin takut padanya?
Detik ini, Skylar sangat ingin menertawakan dirinya karena punya pikiran gila dengan meminta maaf pada seorang pelacur. Apabila pelacur itu tidak mirip dengan sepupunya, jelas Skylar tidak akan repot-repot mengingatnya.
"Kau tidak punya pilihan. Atau kau senang jika utangmu tak akan pernah habis, makanya kau lebih memilih melayani orang dengan tarif kecil?"
Ruth jelas menyindirnya. Mungkin di dalam kepalanya, dia menganggap Mischa bodoh karena menolak rezeki. Salah satu 'pelanggan'nya itu bahkan bisa dan bersedia membayar sepuluh kali lipat lebih banyak daripada tarif normalnya, Mischa akan sangat bodoh apabila menolaknya begitu saja. Toh, biar begitu, penolakan Mischa tak akan memberikan efek apapun, karena Ruth pasti akan memaksa. Bisnisnya bisa cepat bangkrut jika menolak setumpuk uang di depan matanya.
Pemuda itu masih bisa melihat ekspresi enggan dari pelacur muda di depannya. Semakin lama, dia semakin merasa Mischa sangat tidak cocok berada di tempat semacam ini.
Perlahan, gadis itu mengangguk tanpa menatap mata Skylar sama sekali. Dia berusaha melepaskan pria gemuk dengan bau alkohol menyengat di sebelahnya, berusaha melepaskannya. Namun Mischa kesusahan karena pria mabuk itu merangkul bahunya dengan cukup kuat. Ruth pun memberikan isyarat pada salah satu pelacur lain di dekat sana untuk membawa sang pria mabuk ke tempat lain.
Setelah pria mabuk itu berhasil dijauhkan dan beralih sibuk menggerayangi pelacur lain, Mischa memberikan gestur, mempersilakan tamunya untuk masuk ke salah satu kamar di sana. Sayangnya, tamu barunya hanya mendengus.
"Tidak di tempat kumuh menjijikkan ini." Skylar pun berbalik. "Ikut aku. Bawa mantelmu. Kutunggu di depan."