Flashback 19.00
Victor mencengkram erat wastafel. Saat ini ia berada di toilet VIP Paradise Club, salah satu klub malam kelas internasional miliknya di daerah Tangerang. Ia sedang membersihkan wajah sambil menunggu seseorang datang.
"Kamu sudah siap, Vic?" suara seorang gadis dari pintu toilet. Miranda.
Miranda hari ini mengenakan setelah baju hitam lengkap dengan higheels dan kacamata dengan warna senada. Rambutnya di kuncir tinggi untuk memamerkan kedua anting besar yang tertengger di kedua telinganya.
"Aku bingung," Victor mulai ragu dengan semua rencana yang telah di susun Miranda.
Victor berjalan masuk menuju ruangan VVIP di klub malam miliknya, Paradise Club. Miranda menyerahkan segelas wine kepada Victor. Pria itu meminum wine pemberian Miranda.
"Ingat, Vic. Cinta itu egois. Jangan sampai kamu yang harus kehilangan cinta dan hancur berkeping-keping seperti Putri Duyung Kecil," Miranda mengingatkan.
Miranda menuangkan wine ke gelasnya. Ia duduk santai sambil melihat Victor meminum wine pemberiannya.
"Aku paham. Hanya saja aku takut semua ini akan menyakiti Kirana. Aku gak mau sampaI Kirana terluka. Aku hanya ingin dia mengira kami menghabiskan malam bersama," kata Victor.
Victor ingin mengingatkan Miranda atas semua rencana yang telah disusun sahabatnya itu. Dia tidak ingin ada adegan melukai atau menyakiti Kirana. Bahkan seujung kuku Kirana pun tidak boleh terluka.
"Tenang aja. Aku pastikan Kirana tidak akan terluka di rencana ini," Miranda meyakinkan. "Kamu hanya perlu fokus untuk mendapatkan cintamu. Ingat aku sudah berjanji akan membantumu mendapatkan orang yang kamu cintai."
"Satu lagi," kata Miranda sebelum melangkah pergi. "Semua ini bisa terjadi karena Bastian. Dialah yang salah. Cinta memang egois. Tapi kalau ada orang yang harus disalahkan karena kamu mencintai Kirana dengan egois itu adalah Bastian."
Victor hanya bisa mengangguk. Ia tidak bisa mundur dari rencana ini. Dia tidak bisa merelakan cintanya pergi begitu saja.
Apabila ada orang yang harus disalahkan atas keegoisan ini yaitu Bastian, batinnya mengulangi perkataan Miranda.
Bastian lah yang terlebih dulu merebut semua yang diimpikan Victor. Bastian lah yang selama ini menjadi pusat perhatian semua orang sampai-sampai tidak ada seorangpun yang mengapresiasi kerja keras Victor. Impian Victor sekalipun.
Ketika Victor berhasil bertemu dengan seseorang yang dengan tulus mendukung dan percaya pada kemampuannya, Bastian datang merebut. Bastian berusaha agar satu-satunya orang yang percaya pada Victor pergi.
Kali ini ia tidak akan melepaskan Kirana meski harus merebut paksa dari sepupunya itu.
….
Kirana terbangun dalam sebuah mobil van yang melaju kencang melintasi jalan tol. Kepalanya pusing dan badannya tidak bisa bergerak. Kaki dan tangannya diikat. Tidak hanya itu, mulutnya juga dibekap dengan plester.
Mau dibawa kemana aku? Batinnya bingung.
Di dalam mobil Kirana tidak sendirian. Ada dua orang pria yang duduk di kursi depan dengan pakaian hitam. Mereka bertubuh gempal, bertampang bengis dan memiliki tato di seluruh lengannya.
Kirana merasa ketakutan. Ia diculik. Seumur hidupnya ia belum pernah ada di situasi seperti ini. Bagi Kirana penculikan hanya ada di drama atau film. Tidak mungkin terjadi di dunia nyata.
Sayangnya kali ini, ia benar-benar diculik oleh sepupu dari pria yang dikaguminya, Bastian. Kirana tidak tahu apa niat Victor menculiknya.
Tak lama, mobil van berhenti di sebuah klub malam. Kirana yakin bangunan 4 lantai di depannya adalah sebuah klub malam. Ada lampu-lampu yang tersusun rapi membentuk tulisan Paradise Club di depan bangunan itu. Dari luar Kirana juga mendengar dentuman suara keras music-musik RnB yang biasa di dengarkan Vero.
Tampaknya klub malam ini ramai sekali. Kirana bisa melihat banyaknya mobil yang terparkir rapi di halamanan depan klub tersebut. Perempuan dan laki-laki berpenampilan modis juga tampak masuk ke dalam klub yang dijaga oleh pria gempal mirip dengan para pria yang menculiknya saat ini.
Kedua pria itu menyeret Kirana masuk melalui pintu samping klub malam. Dia benar-benar ketakutan karena dibawa ke sebuah klub malam. Apakah aku akan dijual, batinnya sedih.
Setelah melewati lorong-lorong gelap, Kirana didorong masuk ke sebuah ruangan terang yang berisi sofa empuk dan meja. Diatas meja ada berbagai macam minuman keras, seperti whisky, brandy, vodka dan tequila. Ia tahu semua jenis minuman ini karena pernah memiliki pasien pecandu alkohol sebelumnya.
Kedua pria gempal tadi membuka ikatan serta plester mulut Kirana. Lalu mereka meninggalkan Kirana di dalam ruangan itu sendirian.
"Halo, Kirana," sapa suara yang tidak asing ketika pintu dibuka. Victor.
"Apa yang kamu inginkan?" Kirana memberanikan diri bertanya galak pada Victor yang berjalan ke arah sofa.
"Apa kamu benar-benar gak tahu apa yang aku inginkan?" tanya Victor dengan senyum gelapnya.
Tangan Victor mulai membelai rambut Kirana. Kirana memalingkan wajah menghindari belaian tangan Victor.
Victor benar-benar bau alkohol
"Awalnya aku pikir kamu berbeda dari kebanyakan wanita. Tapi ternyata kamu sama saja dengan wanita-wanita di luar sana," cibir Victor.
Kirana mengangkat alis. "Apa maksudmu?"
"Jangan pura-pura gak tahu. Kamu menyukai Bastian kan? Kamu mengincarnya kan?!"
Deg. Kirana kaget. Dari mana perkataan jahat seperti ini? Victor memang terkenal penggoda wanita, Kirana sudah tahu tentang itu.
Tapi Victor bukan tipe orang yang akan bicara kasar apalagi sampai membentaknya seperti ini. Apakah karena pengaruh alkohol?
Kirana panik. Pria yang mabuk sangat berbahaya. Ia bisa saja melalukan hal-hal nekat.
"Dari semua wanita, aku berharap kamu tidak tertarik pada Bastian. Aku sangat benci karena wanita cantik sepertimu terpikat oleh Bastian yang brengsek itu. Apa sih bagusnya Bastian? Aku juga kaya, tampan, berpendidikan dan punya bisnis besar," kata Victor sambil menatap mata Kirana lurus-lurus. "Apa yang membuat kamu menyukainya?! Apa?!"
Kirana merunduk menghindari tatapan tajam Victor padanya. Victor mencengkram lengan Kirana erat. "Jawab aku!"
"Dia baik. Dia tidak pernah memperlakukan orang lain dengan kasar," Kirana memberanikan diri membuka mulut.
"Hanya itu?"
Kirana tidak berani menjawab. Victor di depannya mulai marah.
"Kalau aku tidak bisa memilikimu dengan cara baik-baik. Artinya hanya ada satu cara agar kamu jadi milikku seutuhnya," Victor makin mencondongkan tubuhnya hendak mencium Kirana.
Kirana hanya bisa memalingkan wajahnya dari Victor. "Tidak!!!!" teriak Kirana. Spontan Kirana menedang Victor dengan sepatu haknya. Victor terjungkal ke belakang.
Tanpa pikir panjang, Kirana berlari ke arah pintu lalu membukanya. Kirana melewati lorong-lorong gelap klub malam. Dia tidak tahu arah yang ia tahu, dirinya harus berlari sekencang dan sejauh mungkin.
Dalam situasi seperti ini, Kirana teringat Bastian. Ia teringat pria itu bagaimana cara Bastian tersenyum, berbicara dan menatapnya. Ia merindukan pria itu entah mengapa.
Kirana ingin semua kejadian yang menimpanya malam ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi buruk yang ketika ia bangun semuanya sudah lenyap. Sayangnya itu hanya angan-angan Kirana belaka.
Ia tidak serta merta lolos dari penculikan Victor karena di belakangnya ada 3 orang pria berpakaian hitam sedang mengejarnya.
Kirana berlari ke sebuah pintu yang dari dalam terdengar suara musik keras. Ia yakin dirinya akan aman jika berlari ke arah orang-orang yang sedang menari di lantai dansa.
Kirana berjalan berdesak-desakan melewati ratusan manusia yang sedang asyik berjoget mengikuti kerasnya dentuman lagu. Kirana tidak bisa bernapas. Terlalu banyak orang. Belum lagi tak jauh di belakangnya ketiga pria gempal itu juga ikut menembus kerumunan manusia yang sedang berdansa ria.
Karena terlalu sibuk melewati kerumuman manusia yang sedang berdansa, tubuh kurusnya menabrak seseorang. Kirana hampir mengucapkan kata maaf ketika mendongak keatas sosok tinggi menjulang yang ditabraknya.
"Bastian?" Kirana kaget.
Bastian Dewandra berdiri di depannya. Melingkarkan tangan besarnya ke pinggang Kirana erat.
"Maaf aku terlambat," katanya lembut.