Chereads / CEO's Beloved Doctor / Chapter 44 - Rencana Keji

Chapter 44 - Rencana Keji

Sehari sebelumnya…

Miranda duduk santai di sebuah kafe mewah di daerah Jakarta Pusat. Ia melihat pemandangan jalanan Jakarta yang ramai.

Jika boleh jujur, sudah lama ia tidak melihat ramainya hiruk pikuk ibukota dari jarak dekat dengan suasana setenang ini. Hari-harinya sangat padat sejak ia memutuskan kembali ke Indonesia.

Kalau bukan karena ayahnya yang ingin dia segera menikah tentu Miranda masih di Amerika Serikat mengejar mimpinya menjadi artis. Tapi apa daya, semua itu harus Miranda kubur rapat-rapat.

Ayah dari awal memang tidak terlalu setuju dengan pilihan hidup Miranda sebagai artis. Ayah lebih suka kalau putrinya itu melanjutkan bisnis keluarga ataupun menikah. Masalahnya kedua pilihan yang ayah berikan bukanlah yang Miranda inginkan.

"Nona," seorang pria bertubuh gempal menyapa Miranda. Dia adalah salah satu anak buah Victor.

Miranda mempersilahkan pria itu duduk.

"Semua rencana nona sudah kami persiapkan," kata pria itu. Ia menceritakan pada Miranda apa saja yang sudah mereka persiapkan untuk menculik Kirana.

Miranda mendengarkan sambil meminum es americanonya.

"Apa kamu juga sudah menyiapkan rencana B?" tanya Miranda sambil meletakkan gelasnya.

"Rencana B yang mana, Nona?"

Miranda mendengus kesal. "Apa kamu seyakin itu kalau rencana kita akan berjalan lancar?"

Pria itu terdiam. Tidak mampu menjawab pertanyaan Miranda.

"Pertama, siapakan obat yang bisa membuat orang mabuk. Cari dosis paling tinggi dengan efek yang lebih lama. Kedua, aku yakin Bastian akan tahu tentang rencana kita. Bawa orang lebih banyak untuk berjaga-jaga. Terakhir, kalau Bastian membuat kekacauan, jangan segan untuk bertindak," instruksi Miranda.

Dalam rencana yang sudah Miranda susun rapi, ia sadar pasti akan ada kegagalan yang terjadi. Pertama kegagalan itu akan disebabkan sahabatnya, Victor.

Ia tahu Victor tidak akan pernah tega tidur dengan Kirana. Victor pasti hanya ingin Kirana mengira bahwa mereka tidur bersama walaupun kenyataannya tidak.

Tapi kalau sampai ini terjadi dimana keseruannya?

Miranda ingin Victor dan Kirana benar-benar tidur bersama. Ia ingin Kirana melihat dirinya sendiri sebagai pelacur murahan yang tidur dengan seorang pria.

Miranda berencana memasukkan obat ke dalam wine yang akan ia berikan pada Victor. Ia yakin dengan pengaruh obat itu, Victor akan menjadi tak terkendali ketika melihat Kirana.

Kedua, kegagalan itu akan disebabkan oleh Bastian. Miranda sudah menyelidiki Bastian sejak peristiwa di restoran tempo hari. Ia sudah tahu kalau selama ini Bastian mengirim orang untuk memantau seluruh aktivitas Kirana.

Besar kemungkinan Bastian akan mengetahui penculikkan ini dan menyelamatkan Kirana. Kalau sampai itu terjadi, semuanya akan kacau. Oleh karena itu, dia harus memperkuat keamanan.

Apabila Bastian masih bisa menembus keamanan yang sudah dibuat Miranda, tentu harus ada rencana cadangan untuk menghadapi pria itu. Bastian pintar dan Miranda tahu fakta itu. Pilihannya hanya dua: melukai atau menyingkirkan pria itu dari dunia ini.

Miranda tersenyum tipis. Dia tidak akan membiarkan semua rencananya gagal. Dan memang tidak akan pernah gagal. Dengan rencana ini dia yakin akan menghancurkan 2 hal sekaligus. Kirana dan Bastian disaat yang bersamaan.

Mereka berdua harus membayar rasa malu yang aku peroleh dari kejadian restoran tempo hari, batinnya.

"Satu lagi, jangan sampai Victor tahu tentang ini," kata Miranda. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan amplop berisi uang.

Pria itu menerima uang dari Miranda.

"Terkadang membohongi atasan adalah cara bawahan untuk bertahan hidup. Jadi kalau kamu ingin selamat sebaiknya tutup mulut," kata Miranda sebelum pergi meninggalkan kafe.

….

Miranda terduduk lemah di kursinya. Dia melihat bagaimana Bastian memukul anak buahnya dengan tangan kosong. Bagaimana Kirana menjadikan dirinya sebagai tameng untuk melindungi Bastian dari pukulan.

Miranda bisa melihat bagaimana Kirana jatuh ke lantai dengan darah keluar dari kepalanya. Bagaimana Bastian menangis sejadi-jadinya. Bagaimana Victor yang masih dalam pengaruh obat terduduk lemas di lantai menyaksikan semua itu tanpa bisa berbuat apa-apa.

Semuanya kacau. Semuanya berantakan. Ia yakin baik Bastian dan Victor tidak akan tinggal diam jika mengetahui dirinya lah yang membuat semua kekacauan ini.

Miranda buru-buru berlari keluar dari klub malam menuju mobilnya. Dia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi melintasi jalan tol.

Tangannya terkepal. Sesekali ia memukul-mukul setir mobilnya frustasi.

"Apa yang harus aku lakukan?" isaknya pelan.

Dalam otaknya sudah terbayang bagaimana marahnya Victor. Bagaimana Victor akan membenci dan memutuskan hubungan persahabatan mereka.

Lalu kalau Bastian sampai tahu ini juga tentu dia tidak akan tinggal diam. Bastian pasti akan membuat perhitungan dengannya.

"Ini semua karena Kirana sialan! Dasar wanita sialan!!!!" jerit Miranda di dalam mobil.

Pikiran Miranda terlintas pada kejadian dua puluh tahun ketika ibu dan ayahnya belum menikah. Ketika ibunya masih menjadi simpanan ayahnya. Ketika ayah dan ibu kandung Kirana belum bercerai.

Ayah hanya bisa mengunjungi Miranda setiap hari Kamis dan Jumat. Miranda ingat betapa dirinya ingin ayah mengunjunginya di hari Minggu atau libur nasional untuk berjalan-jalan ke kebun binatang. Tapi semuanya tidak pernah terjadi…

Dia hanya anak dari wanita simpanan!

"Maafkan ayah ya, Sayang," kata ayah sambil membelai rambut Miranda kecil.

"Ayah selalu mendahulukan Kirana," Miranda ngambek. Ia sudah tahu kalau ayahnya punya anak perempuan dari istri sah.

"Bukan begitu, Miranda. Ayah sudah janji pada Kirana untuk datang ke lomba cerdas cermatnya akhir pekan ini. Ayah ingin mendukung Kirana untuk mendapat juara 1 di sekolah. Kamu tahu kan Kirana sudah berjuang keras belajar," kata ayah lembut.

"Tapi aku juga anak ayah!" Miranda mulai berontak. "Kenapa harus Kirana yang didahulukan? Aku juga akan pintar seperti dia. Aku juga akan ikut lomba seperti dia. Aku juga ingin ayah punya banyak waktu bermain denganku!"

"Iya. Lain kali ayah akan main denganmu ya," ayah berusaha menenangkan.

"Tidak! Ayah bohong. Ayah selalu bilang begitu!"

Miranda lalu berlari masuk ke kamarnya. Dia menangis. Dia lelah menjadi nomer dua. Selalu Kirana yang di dahulukan ayah. Selalu Kirana yang ayah anggap paling pintar.

Lalu Tante Liz masuk ke kamar. Ia sudah melihat pemandangan seperti ini setidaknya sebulan sekali.

"Miranda sayang," Tante Liz mengelus-elus rambut putri semata wayangnya.

Miranda memeluk ibunya. "Aku benci Kirana, Bu. Ayah tidak menyayangiku. Ayah lebih sayang Kirana. Selalu Kirana."

"Tidak, itu tidak benar, Anakku. Ayah juga sayang sama kamu, Nak," Tante Liz memeluk putrinya erat.

"Bu, aku ingin kita bisa tinggal bersama ayah. Aku gak ingin ketemu ayah cuman di hari Kamis atau Jumat aja. Aku juga ingin kayak Kirana yang bisa ketemu ayah setiap hari," Miranda menangis.

Waktu itu,Tante Liz bingung harus menjawab apa. Dia tahu bahwa dirinya hanyalah simpanan. Dia tidak akan bisa tinggal bersama ayah Miranda kalau ibu kandung Kirana masih menjadi istri sah.

Mengingat semua itu dada Miranda sesak. Ia sangat marah. Ia marah kenapa sahabatnya malah mencintai saudara tiri yang sangat ia benci. Ia marah kenapa selalu ada orang yang melindungi Kirana dari bahaya. Selalu ada orang yang mencintainya.

"Aku sangat membencimu. Aaaarrghhhhhhhhh!!!!!" Miranda menjerit sambil memukul-mukul dashboard mobil hingga tangannya berdarah.

Ia juga menginjak pedal gasnya kencang. Mobil Miranda melaju membabi buta menembus padatnya jalan.