Chereads / CEO's Beloved Doctor / Chapter 11 - Sudah Menghubunginya?

Chapter 11 - Sudah Menghubunginya?

Sekarang sudah pukul 18.00. Kirana baru saja melakukan operasi usus buntu untuk pasien anak laki-laki berumur 10 tahun. Ibu si anak laki-laki duduk di depan ruang operasi sambil menangis selama 2 jam. Si ibu begitu shock saat Kirana bilang anaknya menderita usus buntu.

Kalau sudah di posisi seperti ini, ia bingung bagaimana menghibur si ibu. Kirana hanya bisa menjanjikan kalau ia dan para perawat akan melakukan yang terbaik untuk operasi ini.

Dan kabar baiknya, operasi ini berjalan lancar. Anak laki-laki itu sudah dipindahkan ke ruang pemulihan. Akhirnya setelah 6 jam berkutat di meja operasi, Kirana bisa merenggangkan otot-ototnya.

Ini bukan operasi pertama Kirana hari ini. Tadi pagi ia membantu dokter lain mengoperasi kaki pria tua yang patah. Pria tua itu sudah berumur 65 tahun. Tinggal sendirian dan bekerja sebagai penjual buah di sebuah pasar tradisional. Saat berada di pasar, kakinya terpeleset di tangga dan jatuh.

Yang menyedihkan pria itu hidup sendirian tanpa keluarga. Bahkan yang mengantarnya ke rumah sakit adalah para penjual di pasar. Mereka bergosip kalau anak-anak si pria tua itu tidak pernah mengunjungi ayah mereka.

Samar-samar Kirana menguping kalau pria tua itu berharap anak, menantu dan cucunya mengunjungi. Tapi nyatanya mereka tidak pernah datang sejak 3 tahun terakhir. Ironis sekali.

Namun Kirana percaya satu hal. Tidak mungkin Yang Kuasa memberikan hidup yang sulit saja pada manusia. Tentu di balik hidup yang sulit ada saja hal-hal baik yang muncul.

Contohnya pria tua itu. Meskipun sangat kesepian karena hidup sendiri dan tidak di kunjungi anak menantunya, para penjual di pasar sangat baik padanya. Mereka semua mengkhawatirkan kondisinya. Selalu ada orang-orang baik yang akan mengulurkan tangan saat keluarga kita sendiri acuh.

Contoh lainnya adalah dirinya sendiri. Kirana tidak punya hubungan yang baik dengan ayah, ibu tiri dan adik tirinya. Mereka mengacuhkan Kirana sejak perceraian orang tuanya. Tapi hidup selalu adil. Kirana selalu bertemu orang-orang baik, seperti Vero, Mita, Yudhistira, para perawat rumah sakit, kakek Bastian dan Bastian tentunya.

Ponsel Kirana tiba-tiba bergetar. Ada pesan yang masuk dari Vero.

[Vero: Aku lagi kafetaria rumah sakit. Kalau tidak sibuk temani aku makan]

Kirana menggaruk-garuk rambutnya. Tumben sekali Vero makan di kafetaria rumah sakit. Biasanya dia lebih suka makan di luar.

[Kirana: Sebentar ya. Aku mau memeriksa UGD dulu]

Kirana memastikan UGD aman tanpa masalah sebelum ia makan malam dengan Vero. Dan seperti yang diharapkan, UGD sepi pasien baru. Entah kenapa dirinya merasa ia sangat beruntung hari ini.

Kafetaria rumah sakit merupakan bangunan rumah yang terpisah dari rumah sakit. Luasnya 100 meter persegi dan dilengkapi 5 wastafel dan AC yang dingin. Corak dinding kafetaria dibuat berwarna biru muda dan seluruh kursi meja didesain dengan warna senada.

Saat Kirana sampai di kafetaria, sudah ada Mita dan Yudhistira yang menemani Vero makan. Mereka bercakap-cakap seperti biasanya.

"Apa operasimu berjalan lancar? Aku dengar para perawat melihat ibu si pasien menangis histeris di depan ruang operasi," tanya Yudhistira.

Kirana baru menyadari kalau penampilan Yudhistira beda dari biasanya. Pria itu memakai kemeja biru yang 1 kancing paling atas terbuka, celana panjang coklat dan sepatu kets senada. Rambutnya yang ikal di sisir kebelakang dan di beri gel rambut.

"Operasinya lancar kok," jawab Kirana sambil masih memandangi Yudhistira heran. "Kamu mau pergi kencan?"

"Sudah kuduga Kirana akan bertanya begitu," sahut Vero sambil menjejalkan gado-gado ke mulutnya. "Tadi aku juga kaget pria culun kita tiba-tiba menjadi casanova seperti ini."

Yudhistira tersipu malu. "Sekali-kali boleh lah aku dandan keren."

"Kalau dari sikapnya, seperinya Yudhistira lagi naksir cewek," Mita menimpali dengan jahil.

Kirana hanya bisa membuat ekspresi 'oh ya?'

"Coba bilang wanita mana yang bisa menarik perhatianmu. Aku ingin melihat wanita itu," Vero mengintrogasi.

Buru-buru Yudhistira menggeleng. "Enggak ada kok. Sumpah."

"Bohong banget. Beberapa hari lalu aku lihat dia senyum-senyum ngeliatin ponselnya. Dia kayak ngeliatin foto cewek. Sayangnya aku gak bisa lihat siapa cewek itu," Mita menggoda.

Wajah Yudhistira memerah.

"Sini, aku pengen lihat ponselnya," kata Vero sambil mengambil ponsel Yudhistira. Yudhistira kaget. Ponselnya sudah di tangan Vero. Dengan cekatan, Vero membuka galeri foto. Namun yang ia temukan hanya foto orang tua, foto adik, foto saat kelulusan, foto dengan semua tim dokter di rumah sakit, foto dengan para perawat, foto mereka berempat di Gunung Takuban Perahu dan….

Buru-buru Vero menutup ponsel Yudhistira.

"Ternyata gak ada apa-apa kok di ponselnya," bohong Vero.

Dahi Mita menyerngit. "Masak sih?"

Yudhistira takut kalau Mita ikut mengambil dan memeriksa ponselnya. Ia buru-buru memasukkannya ke saku. Lalu Yudhistira bangkit berdiri untuk memesan makanan sekaligus menghindari rasa penasaran Mita pada ponselnya.

Kirana hanya tertawa melihat tingkah teman-temannya.

"Sumpah, aku yakin dia melihat foto perempuan di ponselnya. Kok bisa gak ada ya?," gerutu Mita tidak percaya.

Setelah makanan yang di pesan Yudhistira datang, mereka berempat sibuk makan. Ada batagor, pisang keju, mi goreng dan es jeruk.

"Ngomong-ngomong kamu udah menghubunginya, Kir?" tanya Mita tiba-tiba.

"Menghubungi siapa?" jawab Kirana.

Mita menghela napas. "Siapa lagi kalau bukan si pasien tampan bernama Bastian itu."

"Oh ya??" Vero terkejut.

"Kamu pasti belum tahu ceritanya ya, Ver?" senyum Mita. "Sepuluh hari lalu ada pasien kecelakaan mobil datang tengah malam ke rumah sakit. Dia ganteng banget. Sayangnya lukanya parah banget sampai harus dioperasi. Nah, Kirana membantu mendonorkan darahnya karena tipe darah si pasien langka."

"Gara-gara itu kakek si pasien berniat menjodohkan Kirana dengan cucunya. Terus, Kirana juga mendapat nomor ponsel pribadi si pasien tampan itu. Aku rasa si Bastian itu suka sama Kirana," lanjut Mita berapi-api.

Vero melongo. "Wah, aku gak menyangka sahabatku ternyata pintar menggaet pria juga. Harusnya kamu memanfaatkan kemampuan ini buat cari pacar di luar sana, Kir. Ngomong-ngomong siapa nama lengkap si pasien itu?"

Mita mengingat-ingat. "Kalau gak salah Bastian Dewandra deh."

Seketika Vero melotot. "Apa??!! Bastian Dewandra? Si pengusaha otomotif itu? Yang masuk TV itu?"

"Iya. Bener," Mita mengiyakan.

"Wah, wah. Kirana dapat tangkapan besar kali ini," Vero membayangkan betapa kayanya Bastian. "Kalian beneran nih gak ada hubungan apa-apa?"

"Kalian terlalu berlebihan deh," jawab Kirana. "Aku dan Bastian gak punya hubungan seperti itu. Dia ngasih nomor ponselnya karena merasa hutang budi. Itu aja."

"Mana ada sih pria yang mau memberikan nomor ponselnya sama wanita asing?" balas Mita. "Dia memberikanmu nomor karena merasa udah dekat denganmu, Kirana. Dia berharap kamu mau menghubunginya. Dia gak ingin perjumpaan kalian ini cuman sekadar hubungan dokter dan pasien."

Vero sangat kagum dengan kepandaian Mita. Dia tidak menyangka, Mita yang dari luar nampak polos, introvert dan tidak punya banyak pengalaman cinta bisa berpikir sejauh ini. Rasanya ia ingin menangis terharu.

"Kir, kamu harus belajar banyak dari Mita untuk bisa menilai pria," Vero menasehati Kirana serius. "Ketidakpekaanmu yang seperti inilah yang bikin kamu selalu gagal dalam percintaan."

Mita tertawa bangga. Sementara Kirana kehabisan kata-kata melihat kedua sahabatnya ini.

"Aku setuju sama Kirana," Yudhistira menimpali tiba-tiba. "Menurutku kalian berdua terlalu banyak nonton drama korea jadi berpikiran yang aneh-aneh."

Ada raut tidak suka yang muncul dari wajah Yudhistira setiap kali nama 'Bastian' disebut. Kirana tidak tahu mengapa Yudhistira risih tentang Bastian.

"Kamu bisa bilang seperti itu, karena kamu sama payahnya dengan Kirana," ledek Vero.

"Aku payah?" Yudhistira tidak percaya kalau Vero sekarang meledeknya.

"Lihat dirimu. Kamu ganteng, pintar, dari keluarga baik-baik dan punya profesi sebagai dokter. Tapi gak sekalipun pernah pacaran. Kalau gak menyebutnya sebagai 'payah' apa lagi coba?"

"Siapa tahu aku emang lagi menunggu wanita yang tepat," balas Yudhistira tidak mau kalah. "Lagipula kamu sendiri juga gak punya pacar sekarang, Ver."

Vero berkacak pinggang. "Kalau kasusku beda. Aku sekarang emang gak punya pacar tapi aku udah menaklukan banyak hati laki-laki. Kamu kan sendiri tahu sudah berapa banyak laki-laki yang kubuat patah hati pas kuliah dulu."

Vero menang lagi. Yudhistira berhenti membalas karena kehabisan kata-kata. Memang agak menyedihkan untuk diakui, Vero punya pengalaman cinta lebih banyak dari Yudhistira, Mita bahkan Kirana. Dia paling jago untuk urusan percintaan.