~MOXIE QUEENSHA
Kalau saja dia bukan tuannya mamaku,aku pastikan pisau yang aku pegang ini sudah melayang padanya. Aku sangat kesal,bisa-bisanya dia menganggapku seperti hewan peliharaan. Namaku memang aneh,yah wajar saja dia seperti itu. Bukan hanya dia tapi semua orang memang akan mengejek jikalau tahu namaku.
Tak jarang juga banyak dari teman-temanku mengejekku juga,akan tetapi aku tidak pernah melawan mereka. Aku hanya diam karena tak ingin meladeni mereka. Kalau aku ladeni bisa-bisa aku juga yang rugi. Seperti tuan mamaku tadi,kalau aku melempar pisau ini padanya bagaimana? kalau dia mati aku akan dipenjara. Hahhhh tidak---tidak lebih baik aku diam saja dan menahan amarah ini.
Kerjaanku sudah selesai,aku duduk beristirahat sebentar dimeja yang tidak jauh berseberangan dengan dapur tempat mamaku berdiri. Badanku sangat lelah dan capek. Sembari istirahat aku terus memperhatikan mamaku yang mengaduk-aduk kepiting didalam kuali.
"Momo....mama mau ke supermarket bentar, kamu tolong bantuin lihatin kompornya ya. Kalau kepitingnya sudah matang kamu matiin kompornya ya!" aku mendengar pesan mama sebelum dia pergi keluar.
Aku masih duduk dikursiku memandangi kompor tempat mamaku berdiri tadi. Lama makin lama aku memandanginya tak terasa mataku terasa sangat berat untuk digerakkan. Aku mulai tertidur diatas meja berbantalkan tanganku,aku terlena dalam tidurku hingga lupa pesan mama.
Tak berapa lama aku terbangun mendengar teriakan mamaku sembari dia berlari kearah dapur "Momo mama pesanin jangan lupa matikan kompornya,kenapa kamu malah tertidur pulas begitu.lihat sampai gosong begini, kepiting ini sangat mahal Momo. Bukan hanya kepiting tapi kalau sampai rumah ini kebakaran bagaimana?" Aku mendengar mamaku berceloteh memarahiku.
Aku tidak berani melawan ucapannya,aku hanya diam mendengarnya mengomel. Karena itu memang salahku bisa-bisanya aku sampai lupa dengan hal-hal seperti itu. Mamaku benar bagaimana kalau rumahnya sampai terbakar. Aku terus terdiam menunduk,hingga aku mendengar suara seorang laki-laki membelaku.
Aku tersenyum dengan raut wajah seolah aku berucap terimakasih padanya. Tadinya aku mengira dia pria yang berhati batu. Akan tetapi melihat dia membelaku aku menyesal telah berfikiran buruk padanya.
* * *