Alea menghabiskan makanan penutupnya, sebelum kembali melayani para Nasabah.
Hani sepertinya sangat kepo, sehingga dari tadi yang dilakukan olehnya hanya mengikuti Alea kesana dan kemari.
"Kenapa sih, Han. Dari tadi ngikutin mulu!" hardik Alea.
Hani terkekeh pelan, kemudian menarik tangan Alea untuk segera duduk.
"Ceritain gimana rasanya?" Hani masih saja tak percaya, jika Alea tak melakukan hubungan intim.
"Duh Han, kamu cobain aja sana sama pacar kamu. Nggak usah tanya-tanya," ketus Alea.
Apanya yang harus Alea ceritakan, hubungannya dengan Erwin bagaikan sayur tanpa garam rasanya sangat hambar.
Alea lantas bangkit segera membuka papah open kembali, agar para nasabah yang sedang menunggu tadi pun bersiap kembali untuk dipanggil.
Hani hanya melongo tak percaya, bahkan ketika ia tadi meneliti leher Alea pun tanda kissmark sama sekali.
Apakah Erwin tak berhasil membobol Alea, atau karena sang pengantin tengah datang bulan? Hani sendiri tak mengerti.
"Nanti ceritain!" bisik Hani, ketika melewati kursi Alea.
Tak peduli jika para nasabah akan melihatnya, bodo amat bagi Hani karena ia sangat pernasaran.
Alea hanya mengedikan bahunya acuh, tak peduli sama sekali, apanya yang harus ia ceritakan toh tak ada yang terjadi malam tadi.
Pekerjaan Alea menjadi teller memang sedikit melelahkan, apalagi jika nasabah sedang banyak-banyaknya.kadang-kadang ia sangat kewalahan bahkan sedikit kelelahan ketika pulang ke rumah.
Beruntung Erwin sama sekali tak protes kepadanya, bahkan sangat cuek dengan pekerjaan yang menyitanya.
*
Sebulan telah berlalu, dan hari ini adalah hari libur membuat Alea bersantai-santai di rumahnya.
"Win..kamu mau kerja?" Alea sedikit mengerutkan keningnya.
"Hmm, uang belanja ada di atas meja. Kamu gunain aja semaunya." Sahutnya.
Alea hanya menghela napas lelah, minimal Erwin sadar jika ia juga butuh dirinya.
Alea kemudian melihat sebuah amplop coklat, dengan cepat ia membuka dan melihat isi amplop tersebut.
Mata Alea terbelalak kaget, melihat uang dengan bulanan untuknya yang begitu banyak.
"Ini beneran buat belanja bulanan?" monolonya.
Alea tak percaya sama sekali, dering ponsel miliknya berbunyi Alea segera melihat sipenelepon tersebut.
"Iya Win, kenapa?" tanya Alea.
"Nanti aku pulang cepet, masakin." Pintanya.
Alea tersenyum sambil meloncat-loncat kegirangan, mendengar permintaan Erwin dari ujung sana.
"Siap..kamu pulang jam berapa?"
"Sore udah pulang, kok."
Alea mengangguk, Erwin kemudian mematikan sambungan teleponnya.
Kini Alea segera berlari menganti bajunya, tujuan Alea saat ini adalah supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan.
Tentu saja hari ini akan menjadi special untuk Alea, ia akan memasak banyak makanan dan membuat dessert sebagai penutupnya.
Alea pun berharap jika mala mini akan disentuh oleh Erwin, maka dari itu ia sekaligus berbelanja kesebuah butik ternama untuk membeli lingerie.
Menyenangkan suami adalah impian Alea, ia bahkan rela menonton film dewasa demi mencari tau gaya seperti apa yang Erwin sukai.
Beberapa bahan telah masuk kedalam troli, Alea segera bergegas menuju kasir untuk membayarnya mengunakan uang pemberian Erwin.
Kini Alea segera menitipkan barang bawaannya, kesebuah tempat penitipan ia memang akan menuju store atas yang menjual beberapa lingerie sexy.
Mata Alea menyusuri setiap model lingerie yang berjejer rapi, banyak model-model yang tak sesuai dengannya maka dari itu Alea meminta untuk dicarikan model yang pas untuknya.
"Sepertinya ini cocok untuk, Nona," kata salah satu Spg-nya.
Alea melihat tali kecil yang sangat tak nyaman dipakai olehnya nanti, "Tapi kira-kira gatal ngga ya?" ucapan Alea membuat Spg lingerie tersebut sukses menahan tawanya.
"Ini memang modelnya begini, kalo Nona pakai ini dijamin pasangannya bakalan langsung terpukau," ujarnya serasa memperlihatkan model didalam katalog.
Alea kemudian melihatnya, ternyata memang benar jika dipakai bentuk tubuhnya akan terlihat semakin aduhai. Dan Alea yakin jika Erwin akan terpesona kepadanya.
"Bungkus yang dan ini ya," pinta Alea.
Dua warna merah dan hitam Alea pesan, itu akan mendominasi kulitnya nanti.
Alea segera membayarnya, kemudian keluar dari store tersebut kini langkahnya semakin riang.
*
"Gimana enak?"
Erwin sedikit mengerutkan keningnya, "Lumayan, kurang pedes aja dikit,"
Alea hanya tersenyum kaku, sebuah pujian akan sangat sulit keluar dari mulut Erwin dan Alea harus sadar jika dirinya tak boleh berharap.
Namun bisa apa, ia selalu saja mengharapkan Erwin memujinya atau sekedar basa-basi.
"Kamu kok ngga muji aku cantik lagi sih?" pertanyaan yang membuat Erwin tertawa kencang.
"Aku udah pernah bilangkan waktu itu, dan sampai sekarang pun tetap sama. Mungkin aku akan bilang kalo wajah kamu berubah," tuturnya.
Alea mengeram didalam hatinya, kesal dan gondok mendengar penuturan Erwin.
Sifat asli sang suami terbongkar, jika lelaki dihadapannya ini sangat cuek.
"Abis ini kamu mau ngapain, Win?" Alea mencoba mengalihkan obrolannya.
"Kerja, banyak yang harus aku selesain soalnya,"
"Ouh.." sahut Alea.
Mungkin malam ini pun, Alea tak akan mendapat sentuhan kembali dan ia harus memutar kinerja otaknya agar malam ini kebutuhan biologisnya tersalurkan.
"Aku bawain minum ke kamar nanti ya, kamu duluan aja abis makan," Erwin menganggukan kepalanya kemudian mengucapkan terima kasih.
Alea pun dengan senang hati menjawabnya, ada hal lain yang terancang didalam otak Alea.
Setelah Erwin pergi, Alea buru-buru merapihkan meja makan. Kemudian segera menuangkan segelas air putih dan memasukan sebuah pil kecil kedalam gelas tersebut.
"Maaf Win, untuk malam ini aja," lirih Alea.
Setelah pil itu larut, Alea segera membawanya kedalam kamar kemudian menaruhnya diatas nakas.
"Win minumannya, aku tidur duluan ya."
"Iya.." balasnya pendek.
"Makasih uang bulanannya, bisa buat aku perawatan kan sisanya?" tanya Alea hati-hati.
"Pake aja, itu buat kamu kok, sekarang tidur aku lagi kerja. Ngga konsen kalo diajakin ngobrol mulu,"
Alea hanya mencebikan bibirnya kesal, didalam hatinya ia berharap jika Erwin meminum air putih tersebut.
Tentu saja Alea menantikan, bagaimana liarnya Erwin jika meminum obat tersebut. Pasti akan membuat Alea meminta untuk mengulangnya lagi dan lagi.
Jam terus saja berputar, dan kini Alea tengah menunggu dua jam lamanya sehingga pukul delapan malam pun telah tiba, dari sore hingga malam Alea sama sekali merasa bosan hingga akhirnya ia pun merasa ngantuk.
Merasa percuma menunggu Erwin meminum air tersebut, namun baru saja Alea akan memejamkan matanya suara Erwin terdengar parau mengusik relung Alea, membuat wanita bersorak riang.
"Kena, kan?" gumannya dalam hati.
Alea bisa merasakan tangan Erwin yang mendekapnya, mengusap lembut perut Alea dan menyusupkan tangannya lebih dalam.
Alea tau apa yang akan diraba oleh Erwin, maka dari itu ia berpura-pura tertidur agar Erwin tak curiga jika dirinya telah melakukan sesuatu.
"Please wake up, puaskan aku, sayang," bisiknya.
Alea dengan pelan membalikan tubuh, kemudian membuka mata dan melihat Erwin yang begitu berkabut gairah menatapnya.