Alea sepertinya benar-benar mendiamkan Herdy, wanita itu mengunci mulutnya rapat-rapat.
Tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari bibir manisnya itu, Alea bahkan sama sekali tak melirik Herdy ketika lelaki itu telah berada disisinya.
"Aku tau kamu marah, hukum aku kalo kamu kesal," bisik Herdy.
Suaranya terdengar memelas, Herdy sedikit takut jika Alea tak mau berbicara selama-lamanya.
Alea hanya melirik sekilas lantas ia meminum teh miliknya, semenjak kejadian kemarin sampai detik ini Alea masih memang sangat kesal dengan Herdy yang meninggalkannya tanpa kabar.
"Aku kemarin pergi karena harus mengurus sesuatu, kita akan pergi kencan, kan?" Herdy terpaksa mengeluarkan jurus jitunya.
Berharap jika Alea akan berubah pikiran dan tak marah lagi kepadanya, "Pergi saja sendiri," ketus Alea.
Herdy sungguh tak percaya dengan apa yang di dengar olehnya, benarkan itu Alea-nya.
Kenapa sangat menggemaskan sekali saat ini, rajukannya membuat Herdy harus bangun dari duduknya dan langsung mengacak rambut panjang Alea.
"Benarkah kamu nggak mau pergi, baby? Sayang sekali kalo kamu nggak pergi, ada banyak tempat yang kita kunjungi," Herdy memiringkan wajahnya melihat Alea yang sedang berpikir.
Wanitanya itu hanya memainkan jari-jari kukunya sambil menggigit bibir bawahnya, "Masih marah juga, hmm?" Herdy berucap selembut mungkin agar Alea melunak.
Dengan pelan Alea menatap manik Herdy yang tengah tersenyum, lewat tatapan matanya Alea bisa melihat jika Herdy memang sangat mencintainya.
"Kita akan pergi kemana?" mau seperti apapun Alea penasaran.
Amarahnya seketika menghilang ketika Herdy mengusap lembut wajahnya, "Kita akan pergi ke tempat yang kamu mau," ujar Herdy.
Alea menyunggingkan senyumannya, "Memangnya kamu tau tempat mana yang ingin aku kunjungi?" Alea seolah ingin tau apakah Herdy mengingat keinginannya.
"Jepang, new zeland,"
Alea menganggukan kepalanya senang, "Kamu masih mengingatnya?" tanya Alea.
"Tentu, mungkin aku melupakan apa yang wanita aku inginkan," seru Herdy bangga kepada dirinya sendiri.
Alea hanya terkekeh, mendengar Herdy yang begitu sangat pongah dengan ingatannya.
"Jadi udah nggak marah?" Alea langsung menganggukan kepalanya.
Herdy langsung membawa Alea kedalam pelukannya, sesekali Erwin mengecup lembut kening Alea.
"Jangan seperti ini lagi, aku takut gila jika kamu marah,"
Alea semakin mengulum senyumannya, Herdy memang lelaki terbaik di hidupnya tak ada yang bisa menggantikan Herdy di hatinya.
Meskipun Alea tak tau apakah Herdy bisa menerima hidupnya atau tidak, kesuciannya telah hilang bahkan Alea merasa tak pantas untuk Herdy.
Tiba-tiba saja Alea menyadari hal itu, dan kini hatinya kembali diselipi rasa cemas.
"Kita akan pergi nanti malam," beritau Herdy.
"Kemana?" tanya Alea.
"Ke tempat yang kamu inginkan," balas Herdy.
"Secepat itukah?" Alea sangat penasaran.
"Aku tak mau kamu terlalu lama untuk memikirkan hal itu, tujuan utama aku adalah ingin kamu bahagia," Herdy mengucapkan itu dengan sungguh-sungguh.
Hal itu tentu saja membuat Alea merasa tak pantas untuk dicintai oleh Herdy, "Ak--," suara Alea tertahan.
Herdy lebih dulu memotong ucapan Alea, "Jangan pikirkan apapun, aku hanya ingin kita memulai dari awal. Lupakan hal yang menyakitkan, entah itu masa lalu atau mimpi buruk yang selalu hadir menghantuimu," Herdy memang benar.
Ia ingin sekali membuka lembaran baru, tak peduli dengan hal yang telah terjadi di hidup Alea.
Bukan artian Herdy tak menginginkan Alea, Herdy sangat menginginkan Alea dan ia rela menerima Alea apa adanya.
"Aku hanya takut kamu kecewa, kamu tau kan seperti apa masa hidupku dengan Erwin," isak Alea mulai terdengar.
Herdy mengusap lembut rambut Alea, ia menyakinkan bahwa dihidupnya tak ada wanita lain selain Alea.
Yang perlu Alea pikirkan saat ini adalah, melupakan semua hal buruk yang terjadi dihidupnya.
"Aku janji sama kamu Alea, aku akan terus berada disamping kamu, aku janji nggak bakalan ninggalin kamu lagi, apapun yang terjadi," janji Herdy.
Alea hanya menganggukan sebuah kepalanya sambil terisak, "Aku juga meminta satu hal kepadamu Dia, apapun yang terjadi dihidup kita nanti, kita harus bertahan sampai maut yang salah," kini giliran Herdy yang menganggukan pikiran.
Lelaki itu telah bersumpah akan melindungi Alea sampai mati, beberapa saat suasana ruangan terasa sangat sendu.
Kini Herdy mulai melerai pelukannya dan mengusap lelehan bening yang keluar dari cokelat milik Alea.
"Kita harus siap-siap sayang," ujar Herdy.
Alea lantas tersenyum dan menganggukan sebuah.
"Dandan yang cantik," bisik Herdy.
Alea langsung tersipu malu, Herdy kemudian bangun dan meminta ijin untuk berbicara dengan Bimo lewat sambungan teleponnya.
Sementara Alea langsung menuju kamar untuk segera Bersiap, Alea hanya perlu membersihkan tubuhnya.
Sementara untuk keperluan keperluannya telah ada yang merapihkannya, kini Alea tengah berendam di bathub sambil memikirkan apakah baju yang harus ia pakai.
Jujur saja Sedikit gugup, ia seperti anak remaja yang akan berkencan dengan Herdy padahal mereka adalah pasangan kekasih yang telah lama merajut cinta.
Hanya saja kemarin-kemarin Alea dan Herdy acak oleh sebuah masalah, Alea langsung menggelengkan sebuah kepalanya.
Kini ia harus cepat-cepat membilas tubuhnya, terlalu lama menilai hal yang tidak-tidak membuat Alea berhenti waktunya di kamar mandi.
Suara ketukan terdengar, Alea langsung menarik jubah mandi dan membungkus tubuhnya.
Rambutnya yang masih basah Alea lilitkan handuk kecil agar air yang berada di rambutnya tak membasahi bathrobe yang ia pakai.
Ceklek..pintu terbuka, "Aku belum selesai," Herdy yang melihat Alea dengan jubah mandi seperti itupun langsung memalingkan wajahnya.
"Sial!" umpatnya dalam hati.
Kenapa Alea terlihat seperti sedang menggodanya
"Mau masuk?" tawar Alea seperti wanita polos.
"Astaga tuhan bantu aku," rutuk Herdy.
Sadarkan Alea dengan ucapannya barusan, ia menawarkan Herdy untuk masuk ke dalam kamar.
Meskipun Alea memang wanitanya, Herdy sama sekali tak ingin merusak Alea.
Ia ingin melakukan hal tersebut atas dasar suka saling suka, namun jika begini Herdy tak yakin apakah ia akan sanggup menahan semua gejolak hasratnya.
Mungkin saja Alea akan menuruti semua keinginanya, namun Herdy tak ingin seperti itu.
"Kok melamun?" Alea heran dengan Herdy yang hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya.
"Jangan mengodaku Alea," peringat Herdy.
Alea langsung mengerutkan keningnya, Alea rasa ia hanya menawarkan Herdy masuk bukan menggodanya.
Toh Alea tak berpakaian seksi untuk bercinta Herdy, "Siapa yang menggoda?"
kini Alea hanya bertanya balik.
Herdy mendengus sebal, leher Alea yang terlihat mulus itu tentu saja menggodanya.
Bahkan wangi dari tubuh Alea langsung membangkitkan sesuatu yang berada di dalam celananya.
Apakah Alea memang tak sadar, kenapa Alea masih saja polos dimata Herdy padahal Alea pernah melakukannya dengan Erwin.
"Mau masuk atau tidak? Aku harus memakai baju," lagi-lagi suara Alea membuat Herdy tersadar dari lamunannya.
"Aku tunggu dibawah," putus Herdy.
Untuk saat ini Herdy lebih baik menyingkir, daripada harus terjadi sesuatu yang diinginkan olehnya.
***
Bersambung.