"Althar, nanti jika kakak benar-benar tiada, cari gadis ini dan sembuhkan dia. Kakak pernah punya dosa yang amat besar padanya. Kakak tidak bisa mati dengan tenang seandainya dia tak menemukan bahagianya. Bantu kakak melebur dosa-dosa kakak. Maaf, aku masih saja merepotkanmu sampai akhir," kalimat ini seperti pesan wasiat sebelum tangis keluarganya pecah dan tumpah di antara hiruk pikuk lalu lalang tenaga medis keluar masuk ruang bedah.
Baru saja sang dokter hadir ditengah-tengah mereka mengabarkan bahwa kak Alvin sang pejuang tumor otak telah merenggang nyawa. Dia tidak lagi merasakan sakit akan tetapi pedih lain menggetarkan tiap-tiap hati yang menerima kabar.
Ibunya tersungkur di sana di bopong oleh Ayah dan pamannya. Bibi dan keponakannya yang menggemaskan juga datang, keduanya ikut terenyuh dan terduduk lunglai pada kursi memanjang di depan Althar. Sedangkan dirinya sendiri masih membeku, kaku tak berdaya dan tak mampu bergerak sama sekali.
Tangannya gemetaran memegang foto gadis berseragam SMA, yang satu jam lalu foto ini di serahkan oleh kakaknya. Alvin meminta ranjang pasien yang di dorong para suster di hentikan sejenak tepat di depan ruang bedah.
Kakak laki-laki sekaligus saudara satu-satunya yang dia miliki mengharapkan dirinya mendekat, dengan kondisi yang telah mencapai batas paling kritis Alvin berusaha menarik baju Althar. Pria berkepala botak akibat banyaknya menjalani kemoterapi ini membisikan kalimat terakhirnya sambil menyerahkan foto yang kini berada di tangan Althar.
Tanda tanya besar meliuk-liuk meminta di pecahkan, seiring dengan keluarnya jenazah sang kakak dari ruang bedah kemudian dia turut mengikutinya menuju ruang jenazah dan menamati wajah sang kakak sebelum terbungkus kain putih untuk selamanya.
Althar bersumpah pada dirinya sendiri akan mengantarkan kakaknya menuju kematian yang sempurna. Walau pun dia sendiri tidak tahu di mulai dari mana pencarian gadis berseragam SMA. Kalau pun bertemu dengan gadis itu apa yang harus di perbuat agar dia bahagia sesuai wasiat kakaknya.
***
Tujuh hari sudah sang kakak di kebumikan. Ibunya masih menangis dan ayahnya masih di liputi kemurungan. Bagaimana dengan Althar? rumah ini hanya di huni empat orang sejak berdirinya. Dia tidak punya saudara lain selain Alvin sejak kecil hingga dewasa kak Alvin teman terdekatnya sebagai golongan manusia Introvert. Alvin teman main, pelindung dan juga penerjemah keinginannya kepada orang-orang dalam lingkungan pertemanan mereka bahkan kepada kedua orang tuannya.
Alvin selalu jadi yang pertama dalam segala hal; olah raga, banyaknya teman, kemampuan bermain musik, keramahan, kecakapan berkomunikasi dan lain-lain tak terhitung banyaknya kecuali pelajaran sekolah, hanya itu yang bisa Althar banggakan.
Kini setelah sepekan mencoba berperang dengan kekalutannya menghadapi kepergian Alvin. Althar memberanikan diri memasuki kamar Alvin. Kamar ini masih rapi dengan segala ciri khas Alvin seorang guru olah raga SMA. Althar menduga gadis di genggaman tangannya adalah siswi dari SMA tempat Alvin dulu bekerja, tiga tahun lalu Alvin memutuskan keluar dari SMA tersebut.
Tidak ada yang tahu alasan Alvin, dia hanya mengatakan dirinya sudah tidak nyaman di sana dan berakhir dengan profesi lain yakni wasit beberapa pertandingan, terakhir dia menjadi wasit utama pada pertandingan bulu tangkis SEA GAMES sebelum akhirnya di diagnosa sebagai pengidap kanker stadium akhir.
Alvin sudah berjuang untuk bertahan selama hampir dua tahun lebih tepatnya, kematiannya bertepatan di bualan ke 23 dia bertahan. Selama masa sakitnya Alvin sering kali memaksakan diri untuk bepergian, entah ke mana tidak ada yang tahu. Hingga enam bulan terakhir dirinya tak lagi bisa ke mana-mana dan menghibur diri dengan memandangi pertandingan olah raga termasuk memandangi foto yang kini di pegang oleh Althar.
Hembusan nafas Athar terdengar untuk ketiga kalinya ketika pria ini akhirnya tidak menemukan apa-apa sebagai bagian dari investigasi sederhana untuk memenuhi hasrat penasaran yang kian menjadi-jadi, terkait gadis di dalam foto. Foto itu tergeletak di atas ranjang Alvin, ranjang bermotifkan klub kesayangan Almarhum yaitu Liverpool. Althar turut merebahkan diri di samping foto tersebut dia mengais lembaran persegi kemudian mengangkatnya.
_Anak SMA yang manis_ gumam Althar setalah menamati beberapa saat, baru ini dia benar-benar melihatnya dengan seksama. Biasanya hanya sekedar lalu, rambut bergelombang panjang, mata bulat dengan pupil mata hitam pekat, sedikit terkesan pemalu. Satu lagi dia memiliki tahi lalat yang manis di bawah bibirnya.
Setelah benar-benar memperhatikan dengan teliti, mata Althar melebar dia menyadari ada papan nama di atas saku gadis berseragam ini. Althar bangkit untuk duduk, menit berikutnya mendekatkan foto tersebut ke wajahnya untuk di perhatikan sungguh-sungguh.
"Han??" dia yang mengamati mendekatkan matanya, "Hann?? Hanna?, Oh namanya Hanna L" pria ini mendesah sekali lagi, "Hanna L" nama itu di dia ucapkan beberapa kali.
_Kira-kira apa huruf L -nya?_ sambil bergumam menebak-nebak nama sang gadis, pria ini kembali membuat pencarian. Dan pikirannya sejenak tercerahkan. Kenapa dia tidak mencari di telepon milik kakaknya mungkin saja ada foto lain atau ada kontak bernama Hanna L tersebut.
Althar buru-buru meletakkan foto tersebut lalu membuka laci meja yang biasanya di gunakan Alvin untuk menyelesaikan tugasnya atau sekedar tempat sang kakak bermain game dan menonton film.
Buru-buru telepon pintar itu dia buka, kemudian di cari nama kontak atas nama 'Hanna' tidak ada, 'Hana' tidak juga ada. Namun, malah kontak bertuliskan 'ibu Hana' yang ada.
_Jadi Hana benar-benar gadis SMA_ demikian gumam Althar, Akan tetapi ketika nomor tersebut di hubungi sudah tidak tersambung. Althar mengerutkan alisnya, kontak tersebut bertautan dengan sebuah aplikasi chatting, buru-buru Althar menyentuh bulatan hijau lambang aplikasi chatting tersebut.
Betapa terkejutnya Althar membaca pesan-pesan kakaknya kepada nomor tersebut. Sayangnya nomor atas nama ibu Hana tidak pernah merespons apa pun dari pesan yang di kirim sang kakak, Alvin. Parahnya pesan tersebut hanya bercentang satu.
Dengan hati bergemuruh dia membaca pesan yang seolah hanya sebuah khayalan semata, benarkah ini pesan kakaknya? Althar kian kalut dan di rundung perasaan campur aduk.
[Saya minta maaf, saya -lah yang bersalah. Saya akan bertanggung jawab atas kesalahan besar yang tak termaafkan. Hana tak perlu pindah sekolah, biar saya yang keluar dari sekolah]
Chatting ini terkirim tiga tahun lalu.
[Kami sudah pindah keluar kota, jangan ganggu Hana lagi. Hana mengalami masa terburuk dalam hidupnya karenamu. Aku bersumpah atas nama anakku dan atas nama ibu yang dadanya remuk karena kelakuan guru sepertimu. Kau tidak akan pernah menemukan kebahagiaanmu, sepanjang hidupmu setelah ini]
Ini balasan terakhir kontak atas nama Ibu Hana. Selebihnya kalimat permintaan maaf di kirim bertubi-tubi oleh almarhum kakaknya, Alvin. Pesan itu hanya bercentang satu, dan Athar menemukan pemahaman bahwa nomor kakaknya di blokir oleh ibu Hanna
.
.
Kesalahan apa yang di rahasiakan almarhum Alvin?|