Chereads / Bukan cinta yang salah / Chapter 13 - bab 13 Omongan.

Chapter 13 - bab 13 Omongan.

***

Risa dan rekan kerjanya semua kompak berdiri menyambut kedatangan CEO perusahaannya seorang pria asing berdarah ras kaukasia bernama mr Robert. Dua orang lagi di belakang beliau adalah yang pria buyer khusus tahun ini. Mereka memanggilnya klien. Seorang pria tampan pemilik store dan brand ternama di asia. Siapa lagi jika bukan CEO Jung atau lebih akrab dipanggil bos Glen. Dan wanita paruh baya adalah nyonya Mei alias bu direktur.

Semua kembali duduk kompak ketika dewan direksi yang terhormat sudah mengambil kursi mereka masing-masing. Sebagai divisi manager Riza mengambil langkah presentasi. Dia mewakili divisi mercantdiser membahas detail permintaan buyer mereka. Sebagai konsumen, bos Glen memperhatikan dengan seksama. Dia tak mau ada yang terlewat. Risa mengambil bagiannya setelah Reza. Gadis itu melemparkan senyum sekeliling sebelum memulai tugasnya. Ketika matanya bertemu dengan mata bos Glen. Pria itu menaikkan alisnya dan hampir saja membuat Risa salah tingkah.

Hampir dua jam mereka berkutat di ruangan bersama. Hingga akhirnya tugas pagi mereka selesai. Semua bersiap meninggalkan ruang rapat melanjutkan pekerjaan masing-masing.

"Bunga ke ruang saya sebentar" ujar bu direktur serius. Bunga mengangguk cepat. Risa membereskan berkasnya. Tugas ini adalah bagian Risa. Tentu saja berkas bagiannya lebih banyak dan menumpuk.

"Ris, Bunga kenapa?" Tanya Reza khawatir melihat mimik serius wajah bu direktur tadi. Risa menggeleng tak mengerti.

"Yaudah deh. Gue duluan ya. O iya style gue tolong diperiksa ya" Reza menjadi orang terakhir yang meninggalkan Risa di ruang rapat. Sebenarnya Risa tak sendiri. Bos Glen masih sibuk meneliti hasil rapat. Pria itu terlihat sangat konsen dan tak bisa di ganggu. Risa mencuri lirik sebentar lalu melanjutkan merapikan berkas bagiannya. File besar yang dibagi beberapa kelompok. Risa memilih menyatukan semua berkas. Dia akan memilah nya nanti di meja kerjanya. Begitulah pikiran nya sebelum bergegas meninggalkan ruang rapat.

Baru saja hendak bangkit Risa terkejut dengan kehadiran bos Glen di depannya. Pria itu menenggerkan bokong nya di meja Risa. Hampir saja gadis itu melonjak karena kaget. Bos Glen tersenyum melihat ekspresi Risa. Itu terlihat lucu. "Ish" decak Risa dengan wajah kesal bercampur senang.

"Kamu sudah selesai?" Risa mengangguk menanggapi pertanyaan bos Glen. Dia berusaha menjaga jarak di kantor. Risa tak ingin ada yang tahu perihal hubungan spesial mereka.

"Kamu sibuk sekali. Sampai kamu tidak tahu kalau saya mengirimkan hati padamu" kalimat manja bos Glen membuat mata Risa membesar. Dia melirik ponselnya. Benar sekali. Ada banyak emot hati di dalam percakapan mereka.

"Uuhh.." Risa melihat gemas wajah kekasihnya. Mereka persis lovebird yang tak terpisahkan lagi.

"Maafkan saya bos. Saya harus bekerja" ujar Risa dengan wajah yang kontras dengan kalimatnya. Dia memicingkan mata memberi kode jika diruangan itu dilengkapi cctv. Bos Glen memasang wajah kecewa menatap punggung gadisnya yang kian menjauh. Setiap awal hubungan memang selalu indah dan sulit dilewatkan tanpa kebersamaan. Begitupun cinta Glen dan Risa. Seperti bunga yang baru mekar. Sedang wangi-wanginya.

Risa kembali ke meja kerjanya. Dia melanjutkan pekerjaannya. Memastikan produk pakaian yang dipesan perusahaan Jung. Memastikan semua detail setiap produk yang akan dibuat. Gadis itu harus mengadakan meeting antar divisi sebelum kertas kerja barang contohnya beredar. Ya terlebih dahulu mereka harus membuat produk contoh tiap desain pakaian sebelum memproduksi secara massal.

Cklek!

Bunga masuk dengan wajahnya yang sembab. Sesuatu yang buruk terjadi di pagi ini. Hampir semua pasang mata bisa melihat raut sedih wajah Bunga. Tentu semua penasaran. Apa yang terjadi pada gadis ramah itu. Bunga memang ceroboh tapi dia anak yang ceria. Risa bangkit dari duduknya. Dia membawa sebotol air mineral dan menghampiri Bunga. Risa berjongkok di bawah kursi Bunga. Dia menyodorkan botol minum yang di bawa nya. Bunga meneguk air pemberian Risa walau sedikit. Dengan cepat Bunga menyeka air mata nya. Semua itu membuat rekannya khawatir. Risa melemparkan senyum tanpa bertanya. 

"Kenapa sayang?" Reza ikut bergabung dan memberikan pelukan pada Bunga. 

"Maaf Risa lu pasti kemaren abis dimarahin. Semua karena gue. Kenapa gue bisa teledor kayak gini sih" Reza menepuk pelan pundak Bunga. Risa mengerutkan dahi tak mengerti.

"Gue minta maaf ya, Ris. Gue harap lu bisa kuat dan sabar" Risa semakin tak mengerti mendengar kalimat Bunga. Ada apa sebenarnya.

"Gue pikir doi ganteng taunya busuk. Jangan ketipu sama tampilannya. Mukanya doang ganteng. Hatinya mah busuk. Sebel" upat Bunga membuat Risa dan Reza saling menatap bingung.

"Maksud lu apa si Nga?" selidik Reza penasaran.

"itu si Glen. Dia bilang gue ga punya skill. Dia bilang gue ga pantes kerja disini. bacot kan!" Bunga makin emosi. Risa seger berdiri mendengar umpatan kasar Bunga. Dia tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Risa tak percaya. Tentu saja. Bos Glen tidak seperti itu. Bunga menoleh ke arah Risa.

"Pasti berat banget jadi lo Ris. Harus ngadepin manusia bacot model begitu. Gue tau gue salah tapi apa musti doi ngadu ke direktur terus ngata-ngatain gue kaya gitu"

"Serius?"

"Serius Za. Gue sampe kena sp1 Za" Reza masih terus mendengarkan keluhan Bunga. Sementara Risa kembali ke mejanya dengan tatapan wajah tak percaya. Dia tak bisa percaya pada Bunga kali ini. Bukan karena Bunga pembohong. Bahkan belum sekalipun Risa mendengar Bunga berbohong. Tapi bos Glen yang Risa kenal tak sama dengan yang Bunga katakan. Risa tahu betul itu. Dia merasa lebih mengenal bos Glen daripada Bunga.

Risa kembali duduk di kursinya. Pikirannya kosong sejenak tapi segera dia kembali fokus pada pekerjaan nya. Risa tak mau ambil pusing urusan Bunga. Dia tak boleh ikut campur. Risa kembali meneliti pekerjaanya.

Triing

Risa mengangkat ponselnya dan mengintip pesan masuk. Gambar hati lagi. Risa tersenyum kecil. Dia berusaha menyembunyikan kebahagiaannya. Sayang sekali rekan Risa sudah lebih dahulu mendapati senyum sumringah Risa.

"Wah gila. Lu beli hape baru Ris!" Suara tinggi milik Alika mengejutkan semuanya. Bahkan rengekan Bunga pun terhenti. Semua kompak menoleh ke arah Risa. Semuanya menatap takjub pada ponsel baru Risa.

"Gilaa. Lu beli dimana beb. Gue aja masih pre order" Riza berlari ke meja Risa. Dia selalu terdepan akan barang baru. Tapi kali ini Risa mendahuluinya. Dan ini Risa loh. Gadis yang tak pernah spending money for life bullshit! Damn. Reza sungguh tak bisa percaya.

"Sumpah ini harganya dua dijit. Risa lu gila apa beli beginian" Alika tak percaya akan barang mewah milik Risa. Sementara si pemilik hanya memasang wajah bingung. Dia tak tahu harus menjawab apa.

"Ya sih ka. Biasanya lu tuh paling irit sedunia. Tau-tau beli barang mahal kayak gini. Ish kak Risa bisa banget. Hidup irit buat beli gadget" Joy ikut nimbrung meski tak beranjak dari kursinya. Risa cuma bisa me-mamerkan senyum kakunya. Sudah bukan rahasia umum kalau gaya hidup Risa memang dikenal super irit. Dia selalu membahas keluarganya saat mengeluarkan uang. Bahkan Risa sengaja tak ikut iuran air minum di mess. Gadis itu selalu mengisi ulang botol minumnya di jam kantor. Dan sekarang. Risa memang pantas mengejutkan semuanya.

"Gue boleh megang ga" belum juga dijawab oleh Risa tangan Riza sudah menggenggam gemas ponsel mewah itu. 

"Fotoin dong beb" Reza meminta Bunga membuka fitur kamera di handphonenya. Risa menggelengkan kepala. Untung saja dia tak memakai kalung diamond yang dibelikan bos Glen. Bisa-bisa kalimat apalagi yang dilontarkan teman-temannya. Risa sendiri tak mengerti harus menjawab apa. Jujur, jika semua barang mahal ini dia beli dengan uang sendiri mungkin seumur hidup Risa tak pernah memilikinya. Ah bahkan seumur hidup Risa tak pernah membayangkan akan memilikinya.

Reza dan Bunga bergantian mengambil foto dengan ponsel baru Risa. Yang lain hanya mencibir dan geleng-geleng kepala. Mana tadi wajah sendu Bunga. Syukurlah dengan meminjam ponsel sudah membuat gadis itu kembali ceria.

Triiingg..