Jam 12.00 siang
Seluruh staff dan karyawan keluar dari aktivitas kerjanya menuju kantin yang sudah disediakan di gedung kantor tersebut. Suasana di kantin sudah cukup ramai saat itu. Barisan antrian untuk mengambil makanan pun cukup panjang.
Sementara di ruangannya, Yafizan masih bersikap seperti anak kecil yang terus merajuk. Berkali-kali ia mondar mandir sehingga membuat Rona yang melihatnya merasa jengah.
"Sampai kapan kau akan membuat lantai marmer itu semakin rata dan licin? Ayolah, ini sudah ke berapa kalinya kau mondar mandir tak jelas, membuatku pusing saja," sahut Rona. "Jika kau tak tenang, hubungi saja istrimu itu," sambungnya yang masih ditanggapi dingin.
Yafizan menghentikan langkahnya, mengusap wajah, mengacak lalu merapikan kasar rambutnya. Ya betul, menelepon atau bertukar pesan adalah satu-satunya cara menghubungi orang yang kita rindukan atau kita fikirkan. Namun, bagaimana bisa menghubungi jika ponsel orang yang ingin kita hubungi masih berada di tangan kita? Sungguh konyol, bukan? Itulah yang sedang Yafizan alami saat ini. Ia lupa memberikan ponsel milik Soully.
Bahkan perasaannya pun sama kacaunya mengingat tampilan Soully yang terlihat semakin muda dari usianya. Ya, walaupun memang dia masih muda di usianya yang hampir 23 tahun ini, namun penampilan rambutnya yang sekarang memang membuatnya terlihat semakin muda dan cantik.
"Ya sudahlah, aku lapar, Bos. Kau lanjutkan saja kegalauanmu sendiri. Aku akan pergi ke kantin. Kurasa Soully juga akan ke sana, jika kau memang sangat ingin bertemu dengannya, kau bisa ikut denganku," tutur Rona beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah pergi meninggalkan Yafizan yang sedang berkabut.
Tak lama kemudian, Yafizan pun segera mengikuti Rona. Bila di fikir-fikir ucapan Rona ada benarnya. Untuk bertemu dengan istrinya yaitu dengan cara bergabung untuk makan di kantin. Walaupun sejujurnya ia paling enggan makan bersama dengan banyak orang. Namun, kali ini Yafizan berusaha membuang kegengsiannya itu lagi-lagi hanya karena seorang Soully.
***
Yafizan dan Rona ikut berbaris berjajar dengan tertib mengambil menu makan siang bersama dengan karyawan yang lain. Semua mata tertuju pada mereka berdua. Bos besar beserta asistennya itu makan siang di kantin? Sungguh pemandangan yang luar biasa untuk para kaum hawa yang sedang berada di sana.
Mata-mata yang penuh kagum itu tak lepas terus menerus menelusuri sosok Yafizan yang dikenal mereka begitu elegant namun arogant. Jika menyangkut soal Rona, mereka memang sudah biasa karena sesekali Rona suka makan di kantin, namun tak jua hilang keseganan serta rasa hormat dari orang-orang yang tetap menganggap Rona sebagai petinggi no.2 setelah Yafizan.
Walau begitu, Yafizan dan Rona tak ingin dianggap spesial ketika mereka mendapat jatah makannya. Terbukti ketika mereka mendapat giliran mengambil menu makan, dengan sigap ketua koki dan ahli gizi bersikap menambahkan menu istimewa ke dalam catering stainless yang mereka pegang. Lalu dengan sikap dinginnya Yafizan mengatakan jika dirinya dan Rona akan memakan menu yang sama dengan yang lain. Ketua koki dan ahli gizi itu pun segera menunduk memberi hormat. Sontak sikap Yafizan semakin digilai kaum hawa yang ada di sana.
Ada rasa jengkel yang menyelimuti ketika mata tajamnya melihat sosok yang dicarinya itu duduk berhadapan dengan seseorang yang sangat dibencinya kedua setelah Erick. Walaupun di antara mereka ada Bimo yang duduk bersisian dengan Soully sedang menikmati makan siangnya. Yafizan melihat Soully tersenyum dengan manis dan tertawa lepas serta mengobrol akrab dengan bos barunya itu tanpa rasa canggung. Yang paling penting adalah tatapan penuh rasa dari raut wajah Miller terhadap Soully membuat Yafizan menggertakan gerahamnya.
Rona menyadari sikap diam tuannya yang kini sedang dirundung amarah karena cemburu. Tak ambil pusing Rona meraih lengan Yafizan mengajaknya untuk duduk di mana Soully, Miller dan Bimo berada. Berpuluh bahkan ratusan pasang mata dari kaum hawa seolah memberi kode agar sosok yang disegani itu duduk dekat dengan mereka ketika berjalan melewati dan pada akhirnya mendaratkan kakinya di mana meja Soully berada. Yafizan masih setia berdiri di tepi meja dengan membawa catering makannya. Rona menggeser Soully yang otomatis ikut menggeser Bimo yang sedang menikmati makanannya tanpa permisi.
"Boleh kan kita ikut bergabung makan di sini, Soully?" tanya Rona ramah padahal dia sudah mulai duduk di sampingnya dan Soully hanya mengangguk.
Banyak yang kecewa pasalnya orang yang disegani itu malah memilih duduk bersama Soully yang jelas notabene karyawan baru di perusahaan itu. Walaupun tak sedikit dari mereka juga tahu kalau Soully asisten dari yang Tamara ucapkan di konferensi pers waktu itu. Beruntung ada sosok Miller yang dianggap rekan sesama atasan memang pantas duduk bersama atasan.
Soully tak berani menatap Yafizan yang sudah memandangnya tajam ke arahnya. Ia tak percaya bos besar yang disegani mau ikut bergabung dan makan di kantin bersama dengan yang lainnya. Biasanya ia akan makan di ruangannya yang mewah serta memesan makanan enak dan terbukti kualitas tanpa diragukan lagi kenikmatannya.
Yafizan duduk menggeser Miller agar ia bisa duduk berhadapan dengan Soully yang berada tepat di depannya. Ya, hanya di depannya!
Kini posisi mereka adalah, Soully duduk di tengah di antara Rona dan Bimo yang berada di sisi kanan dan kirinya. Sedang di depannya ada Yafizan dan Miller yang sedang berperang dingin di antara mereka.
"Sungguh hal yang tak terduga jika bos besar kita ternyata mau ikut bergabung untuk makan siang di kantin yang ramai ini," cemooh Miller seraya memasukkan suapan demi suapan makan siangnya. Yafizan hanya menatapnya tajam.
Sesekali Soully menatap suaminya itu yang tak menyentuh makanannya sama sekali. Dia merasa canggung karena Yafizan terus menatap ke arahnya seolah mengisyaratkan agar perhatiannya tertuju padanya.
Apa bolehkah seperti itu? Jelas Yafizan suaminya dan Soully adalah istrinya. Istri pemilik semua asset kekayaan dan properti yang tersebar di setiap negara.
"Kenapa dia tak memakan makanannya? Apa menunya bukan seleranya?" gumam Soully dalam hati.
"Cih, lihat dia mengkhawatirkanku sementara aku berada di depannya tapi dia tak mengatakannya langsung dan menunjukkan kepada orang-orang bahwa dia memperhatikanku. Malah, tadi kau bercanda gurau memasang senyuman cantikmu dengan pria lain," desis Yafizan dalam hati karena ia bisa mendengar ucapan dalam hati Soully.
Soully tetap fokus pada makanannya. Kini ia tak berselera, padahal jelas-jelas ia sungguh sangat lapar. Bagaimana mau berselera sedang ia diawasi begitu dekat dengan tatapan seolah ingin segera menerkamnya.
Miller mengarahkan sesumpit makanan ke depan mulut Soully bermaksud menyuapinya. Soully merasa terkesiap akan sikap Miller yang tiba-tiba seperti itu padanya.
"Ini makanlah. Kau hanya mengaduk-ngaduk makananmu. Apa makananmu tidak enak? Cobalah menuku ini," ucapnya tetap mengarahkan sumpit makanannya berharap Soully membuka mulut dan memakannya.
Soully menatap Yafizan seolah meminta pendapatnya. Dan benar saja, tatapan suaminya itu seolah menyuruhnya untuk menolak suapannya.
"Ini...aku bisa memakan makananku sendiri," tukas Soully menundukan pandangannya. Miller tersenyum tipis masih tetap dengan posisi tangannya yang menjulurkan sumpit untuk menyuapi Soully.
Soully menatap Milller kemudian. Kenapa bosnya yang satu ini sama keras kepalanya seperti orang yang ada di depannya. Soully melihat isi sumpitnya, benar saja itu adalah menu yang tak disukainya. Ekspresi Miller yang seolah memelas agar Soully menerima suapan makanannya pada akhirnya disambut baik oleh Soully. Soully membuka mulutnya dan menerima suapan itu, Miller tersenyum senang. Soully berusaha cepat menelan makanannya itu lalu meminum segelas air yang berada di depannya dengan cepat.
"Apa enak?" tanya Miller. Soully berusaha menelan makanannya lalu mengangguk pelan.
"Apa-apaan mereka? Bermesraan di depanku?" gumam Yafian berdecak sebal dalam hati. "Oh...istriku yang cantik ini sengaja memanasiku. Lihatlah penampilanmu sekarang, Sayang. Model rambut seperti itu semakin membuat perkataanmu seolah benar adanya, aku kakek tua yang berumur ribuan tahun memang terbukti. Kau terlihat seperti anak gadis remaja yang masih sekolah! Apa kau sengaja, hah?" gerutu Yafizan tetap dalam hati.
BRAKK
Yafizan menggebrak meja, tidak terlalu keras namun cukup membuat kaget orang-orang yang sedang menikmati makanannya. Dia lalu beranjak berdiri tanpa memakan sesuap pun makan siangnya.
"Apa kau sudah selesai? Temui aku di ruanganku!" serunya.
"Kau bicara pada siapa?" tanya Rona polos yang masih terus mengunyah makanannya.
"Siapa lagi?" jawab Yafizan ketus.
"Kau mau ke mana? Kau belum memakan makananmu. Makanlah dengan tenang dan isi perutmu. Lagipula aku belum menghabiskan makan siangku ini," timpal Rona dengan mulut yang penuh dengan makanan.
Tanpa berkata apapun Yafizan pergi meninggalkan mejanya sambil tetap menatap wajah Soully yang sedari tadi menunduk.
Baru beberapa langkah kakinya berjalan, tanpa diduga langkahnya terhenti karena tepat sekarang, di hadapannya, ada sosok yang tak ingin dilihatnya.
"Hai, baby how are you?" sapa Tamara memeluk serta mengecup langsung pipi Yafizan, meninggalkan noda lipstik berbentuk kecupan bibirnya di pipi mulus itu. "Apa kau tidak merindukanku? Aku hanya pergi selama dua hari tapi kau tidak menghubungiku sama sekali. Apa kau marah padaku?" ucap Tamara sambil bergelayut manja pada lengan Yafizan. "Ups, apa kau sedang makan siang? Kemarilah, aku membawakan makan siang kesukaanmu," ujarnya mengajak kembali ke meja yang tadi dia duduk bersama yang lainnya.
Tamara memaksa menarik Yafizan lalu mendorongnya untuk duduk di tempat asalnya. "Aku sudah menduga kau takkan menyukai menu di kantin ini, Baby," ucap Tamara lalu ia mengeluarkan kotak makan siang yang ia bawa dalam paper bag besarnya.
Diliriknya dengan seksama, ia melihat Rona yang bersikap acuh padanya, lalu ada Bimo yang sama dinginnya, Miller yang seolah orang asing tak ingin dianggapnya, dan...Soully yang ditatapnya dengan tatapan benci serta jijik. Dengan sikap yang seolah tak terjadi apa-apa Tamara melakukan kegiatannya, ia membuka kotak makanannya lalu mengangkat tangannya mengarahkan sesendok makanan dengan maksud menyuapi Yafizan. Dengan sikap sok perhatiannya membuat Soully merasa ingin memuntahkan semua isi perutnya di atas kotak makanan itu.
Awalnya Yafizan tak bergeming, sikap risihnya terhadap Tamara melekat kuat.
Bagaimana bisa perempuan ini masih punya muka dengan bersikap keukeuh seolah tak terjadi apapun atas pengusiran Yafizan terhadapnya.
"Baby, apa kau berniat membuatku menjadi patung dengan posisi tangan seperti ini? Kau sengaja ingin membuatku pegal lalu dengan sepenuh hati memijat tanganku?" ucap Tamara dengan nada manja dan sensual yang di sengaja. Yafizan menatap Tamara dengan tajam, ia memberi isyarat dengan maksud, 'Hentikan sikap konyolmu itu'. Namun, Tamara mengabaikan isyaratnya dengan tetap berpura-pura bodoh dan terus memaksa agar Yafizan membuka mulutnya dan memakan suapan makanannya.
Rona, Bimo, Miller dan Soully hanya menatap jengkel, mereka tetap menikmati makanan siangnya yang dirasa dari tadi tak habis-habis. Dengan sikap yang provokatis, Miller dengan sengaja menyodorkan sesumpit makanannya berniat menyuapi Soully lagi. "Makanlah..." ucapnya lembut penuh kasih. Tanpa ragu kali ini Soully langsung menyantap suapan tersebut. Lagi, Yafizan dengan kesal membalas perlakuan Soully dengan menerima suapan dari Tamara.
"MENYEBALKAN!" kesal Soully dalam hati.
"KAU juga. Sa-ngat MENYEBALKAN!" balas Yafizan dalam hati juga.
Terjadilah saling suap-suapan di antara mereka. Bagaikan dua pasangan serasi yang mampu menyorotkan kemesraan mereka dan memanipulasi tatapan-tatapan tajam dari orang-orang yang melihat hubungan mereka bagai benang kusut itu saat ini. Ada yang merasa takjub, namun kebanyakan iri.
Suasana kantin mulai terasa tenang, pasalnya para karyawan satu per satu mulai meninggalkan tempat makan tersebut melakukan kegiatan lain selama jam istirahat.
Begitu pun di meja Soully yang sudah menghentikan aktivitas makannya. Makan siang mereka sudah tandas tak bersisa. Rona dan Bimo terlihat mensyukuri apa yang sudah mereka makan tadi. Lalu berdiri untuk memisahkan diri dari perang dingin namun saling serang yang sedang berlangsung saat ini.
***
Bersambung...
Jangan Lupa tekan Like & Coment'nya ya readers..
Dukungan & minat kalian akan Novel ini sangat dinanti Author
Terimakasih yang masih setia baca 🙏🏻