Chereads / all will end / Chapter 10 - bab 10

Chapter 10 - bab 10

"Jari-jariku terasa sangat tak nyaman".

Duduk dengan seorang peria yang tak ia kenal bahkan tak tau bagai mana rupa sang peria tersebut.

Namun ia cukup percaya bahwa peria itu baik. Menikmati senja dengan peria tersebut, Bercerita tentang hidup mereka masing-masing.

Ini seperti sebuah ikatan yang dalam antara mereka berdua, memaknai setiap kali senja datang.

"Aku diwaktu itu tak bisa mengepalkan tanganku".

Dalam gelap ia selalu bertukar cerita dengan peria itu, membicarakan masa lalu yang indah, penuh kenangan yang berarti bagi-nya, betapa manja-nya ia dengan kedua orang tua-nya.

"dan aku tak sanggup menopang tubuhku".

Ia lisa tak seperti dulu, selalu ceria penuh dengan tawa bahagia, si kecil manis dengan senyuman yang begitu manis juga, kini ia dingin bagai bongkahan es yang cukup besar menutupi diri-nya.

"Aku tak bisa lagi berucap satu kata pun".

Namun kini bongkahan es itu perlahan mulai mencair karena kehangatan sang peria itu, bercerita kepada-nya (lisa) bagai mana memaknai hidup ini, walau ia dan lisa tak jauh berbeda dalam kehidupan yang mereka jalani.

***

Dikucilkan teman-temananya, membuat ia benci akan kata pertemanan.

Ia mengunci hatinya dan seakan tak ada rasa dalam diri-nya, selalu mengurung diri dalam kegelapan masa lalu.

Selalu saja ia menoleh ke belakang, melihat masa lalu yang begitu gelap.

"Kamu masih ada aku".

Namun itu hanya lah sebuah kalimat, yang tak bisa menghalangi takdir dari-nya.

Pergi meninggalkan diri-nya dalam rasa penyesalan yang selalu terbawa akan rasa penyesalan itu.

Kemana ia pergi pasti akan selalu ada rasa penyesalan mengikuti diri-nya.

"Aku tak bisa..."

Coba bangkit dari keterpurukan itu, namun semua tak semudah yang ia pikirkan.

Penyesalan tetap ada dalam diri manusia sampai kapan pun tak kan pernah hilang, namun untuk tak larut dalam rasa penyesalan adalah hal yang perlu dilakukan oleh nya, dan juga oleh lisa.

Semua ini tak begitu berarti bila tak ada pertemuan dari kedua-nya.

Duduk bersama di bangku panjang menghadap lautan lepas, melihat senja yang perlahan menghilang dalam lautan biru.

Melihat lukisan yang tuhan cipta kan adalah hal yang sangat membahagiakan bagi kedua-nya.

"Semakin aku menikamati ini aku semakin merasakan betapa menyedihkan-nya sebuah kalimat perpisahan, karena aku pernah merasakan itu".

Ucap peria itu kepada lisa.

"Sama aku juga pernah mengalami hal itu, namun untuk sekarang aku yakin perpisahan tak lah selamanya menyedihkan".

Kini lisa dan peria itu sedikit tersenyum dengan senja yang terbenam dalam lautan biru.

Menyudahi hari ini, dalam malam yang begitu gelap tanpa bintang yang bebinar dilangit malam.

Menyambut pagi dalam senyum yang begitu lebar.

Membawa secercah harapan dalam dirinya...

"Aku hanya bisa mengenang waktu itu, yang kini terus menjauh dari ku.

Harapan ingin bisa melihat masih ada dalam diriku, namun jika ia tak menghendaki-nya apa boleh buat, cukup tersenyum akan takdir yang ia berikan, jika aku harus terus dalam penyesalan bagai mana mungkin aku bisa melangkah kedepan dan menjalani ini dengan sebagai mana seharusnya ku lakukan".

Bagi-nya kini cukup hanya menjalani ini saja menjalani cobaan dengan penuh ketabahan, ingat! Hidup tak akan selalu sama setiap harinya.

Jentikan jari nan gemulai, senandungkan lagu, dengan peria itu mendengarkan senandung dari-nya, dari lisa.

Perlahan-lahan senja menghilang di balik lautan biru.