Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 32 - Chapter 32: Suspicious

Chapter 32 - Chapter 32: Suspicious

SATU HARI SEBELUMNYA

"Aku mau pulang ke penthouse," ujar Kenanga pada Gentala yang masih menyetir hendak membawa Kenanga ke apartemennya. Gentala melepaskan nafas kesal, ia sudah bernegosiasi dengan Kenanga dan wanita itu masih ngotot ingin pulang ke rumah suaminya.

"Kita udah omongin ini baby, kamu gak bisa kembali kesana," jawab Gentala masih dengan nada sabar.

"Mungkin Louis sedang cari aku sekarang. Dia pasti kebingungan," Gentala mendengus sinis dan menggeleng.

"Sudah dua hari kamu di rumah sakit, apa dia pernah menelfon kamu sekalipun? Gak kan, dia gak perduli sama kamu," Gentala masih terus menyerang Kenanga dengan kenyataan yang ada dan ia masih terus mengelak.

"D-dia pasti kebingungan dan lupa buat telfon, atau dia lupa naruh telfonnya dimana," makin lama alasan Kenanga makin tidak masuk akal dan Gentala semakin kesal mendengarnya.

"Baby, dengerin aku. Dia udah gak pulang dari sejak kamu dirumah sakit, udahlah gak usah kamu pikirin dia lagi," Kenanga malah menangis dan itu malah membuat Gentala jadi sedikit panik. Ia meminggirkan mobil dan hendak melihat Kenanga, tapi ia terus menepis tangan Gentala dan makin menangis.

"Kamu gak bisa tinggal sendiri. Aku udah buat janji dengan psikiater, jadi harus ada yang mengurus kamu selama itu. Terserah, kamu mau tinggal denganku atau di apartemen kamu jadi aku bisa awasin kamu. Tapi gak ke penthouse suami kamu," tegas Gentala lagi.

"Aku mau pulang, aku mau ketemu Louis!" Kenanga masih menangis dan membantah.

"Baby, aku gak akan biarin kamu ditelantarin sama cowok itu lagi!" Gentala mulai tidak sabar dan menaikkan nada bicaranya.

"Jangan panggil aku baby, aku bukan pacar kamu!" Kenanga makin berteriak dan menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Gentala jadi mendekatkan dirinya, ia takut Kenanga jadi makin ketakutan dan tertekan.

"Sayang maafin aku, aku gak bermaksud buat kamu takut. Liat aku baby, please liat aku sayang," Gentala terus mencoba menenangkan dan Kenanga hanya bisa terisak. Gentala terus membelai kepala Kenanga hingga ia tenang.

"Kamu gak boleh sendiri oke, atau aku bisa antar ke rumah orang tua kamu," Kenanga menggeleng keras.

"Mereka gak boleh tau, mereka gak boleh tau," Gentala pun mengangguk.

"Kalo gitu kamu kembali ke apartemen kamu, jadi aku bisa jaga kamu disana. Oke?" Kenanga hanya melihat saja dan mulai sedikit tenang. Gentala tersenyum pelan dan terus membelai rambutnya. Gentala menarik tubuh Kenanga untuk memeluknya. Setelah ia tenang, barulah Gentala menyetir kembali.

Tiba di apartemen Kenanga, Gentala membuka pintu dan mengajak Kenanga untuk masuk. Setelah mendudukkan Kenanga di sofa ruang tengah, Gentala mulai mempersiapkan makan malam mereka. Gentala mempersiapkan makan malam yang tidak terlalu berat bagi Kenanga dan menyuapinya perlahan.

Kenanga sedikit tertegun dengan perhatian yang diberikan oleh Gentala padanya. Tapi ia tidak ingin banyak makan dan Gentala menyudahi makan malam mereka dengan memastikan Kenanga meminum semua obatnya.

"Kenapa kamu ngurusin aku?" tanya Kenanga begitu Gentala menarik selimut agar ia bisa istirahat. Gentala setengah memiringkan tubuhnya sambil menopang dan tersenyum.

"Karena aku sayang sama kamu," Kenanga mengerutkan keningnya.

"Tapi aku gak kenal kamu," Gentala tersenyum dan mendekat.

"Kalo gitu ayo kita kenalan," Kenanga jadi sedikit tersenyum. Dan senyuman kecil itu membuat Gentala makin tersenyum membelai rambut dan kening Kenanga.

"Kamu harus sering senyum, kamu cantik," puji Gentala dengan nada tulus. Entah sudah berapa lama Kenanga tidak pernah mendengar lagi pujian untuk dirinya. Louis hanya pernah memujinya dulu saat masih menjadi pasangan selingkuh di belakang Claire.

"Aku gak bisa tidur," gumam Kenanga dan Gentala pun tersenyum.

"Apa yang bisa bikin kamu tidur? Apa aku harus nyanyi?" Kenanga jadi tersenyum lagi.

"Memangnya kamu bisa nyanyi, kamu kan DJ," Gentala masih tersenyum dan mengangguk.

"Aku produser musik, aku juga punya label rekaman sendiri. Jadi ya, sedikit-sedikit aku bisa nyanyi, suaraku gak jelek-jelek banget lho," Gentala menggoda sambil bercanda. Senyuman Kenanga makin lebar.

"Oh ya, apa kamu punya album sendiri juga," Gentala mengangguk

"Ada, beberapa album DJ dan hiphop," Kenanga jadi makin tertarik mendengar.

"Kamu bisa rap?" Gentala mengangguk.

"Lain kali aku akan bawa kamu ke klub tempatku biasa perform, sekalian aku kenalin sama sahabatku, seorang rapper hebat," Kenanga mengangguk.

"Kalo kamu gak bisa tidur, aku bisa ngerap sampe kamu capek denger, ntar kamu jadi tidur deh," Kenanga tergelak pelan. Gentala ikut tertawa kecil. Ia membaringkan tubuhnya terlentang di ranjang dan memandang langit-langit kamar.

"Kamu suka jenis musik apa?" tanya Gentala pada Kenanga. Kenanga yang berbaring menyamping melihat Gentala hanya tersenyum dan sedikit berfikir.

"Apa ya, pop mungkin," Gentala mengangguk.

"Grup musik atau penyanyi yang kamu suka?"

"Hhhmm, dulu aku suka dengar Kahitna," Gentala menoleh pada Kenanga.

"Kamu ternyata romantis," Kenanga tersenyum.

"Kamu tau Kahitna?" Gentala mengangguk.

"Jadul tapi aku kadang dengar. Aku dengar semua jenis musik. Termasuk dari era berapapun," Kenanga mengangguk pelan.

"Coba aku ingat lagu Kahitna yang aku tau hhmm..." Kenanga tergelak dan mulai menyimak.

"Disaat engkau disana. Kadang langit terasa gelapnya. Namun bintang kan tunjukan

Rinduku pada dirinya. Walau keujung dunia, pasti akan kunanti. Meski ke tujuh samudra, pasti ku kan menunggu. Karena ku yakin, kau hanya untukku, Hanya untukku..." Gentala menyanyikan dengan pelan salah satu bait lagu yang ia ingat.

Kenanga yang mendengar tertegun dan terus memandang pria blasteran Jepang itu. Pria yang menjadi orang ketiga dalam pernikahannya, menyanyikannya sebuah lagu untuk menenangkannya.

"Aku udah bilang aku bisa nyanyi, biarpun suaraku gak sebagus Kahitna," ujar Gentala pelan menoleh pada Kenanga yang tertegun melihatnya. Kenanga mendekat dan menyandarkan keningnya pada pundak Gentala.

"Belum pernah ada yang menyanyikan aku sebuah lagu, makasih," gumam Kenanga pelan sambil memeluk bahu Gentala. Gentala menggenggam tangan Kenanga dan mencium kepalanya.

"Biarkan aku memiliki kamu Kenanga," bisik Gentala di kepala Kenanga. Sambil menutup mata Kenanga bergumam.

"Aku adalah istri orang lain, Tala," tangan Gentala meraba jemari kiri Kenanga.

"Bisakah kita melupakan status itu sebentar?" Gentala menarik lepas cincin kawin Kenanga yang kini memandang matanya. Ia menoleh ke samping kiri dan meletakkan cincin itu di nakas dekat ranjang.

"Lepaskan cincin dan perkawinan yang mengikat kamu ketika bersamaku sayang. Aku ingin memiliki dan membahagiakan kamu," Kenanga seolah terhipnotis dan membiarkan kedua tangan Gentala memegang wajahnya.

"Aku jatuh cinta sama kamu Kenanga," mata Kenanga melebar dan membiarkan ciuman mesra Gentala menghampiri dirinya. Gentala begitu hati-hati, ia tidak ingin Kenanga menolaknya karena ia terlalu agresif. Akhirnya ia hanya mencium dan memeluk Kenanga di dadanya hingga wanita yang ia cintai itu tidur dengan tenang. Gentala tidak bisa berhenti tersenyum, ia tau ia akan menghadapi masalah besar karena perselingkuhan itu. Tapi rasa cintanya yang besar membuatnya terus menguatkan diri.

'Aku akan jadi yang pertama, satu saat aku akan memiliki kamu selamanya,' bisik Gentala dalam hatinya sebelum mencium kepala Kenanga yang tertidur dan ia ikut tidur.

Setelah semalam merayakan ulang tahun Claire dengan penuh cinta, pagi-pagi Arjoona mendapat kabar mengejutkan dari pabrik Winthrop. Salah satu mesin asembling hilang dan itu sangat aneh.

"Kenapa mesin sebesar itu bisa hilang, siapa orang gila yang mau ambil mesin itu. Untuk apa?" tanya Joona dengan nada mulai tinggi sambil berbalik melihat Claire yang baru bangun dan duduk di ranjang.

"Aku benar-benar gak tau bang, sekarang semua produksi berhenti total," David memberi laporan. Arjoona menyisir rambutnya dengan kesal.

"Shit...gue kesana sekarang!" Arjoona langsung menutup panggilan dan menghampiri Claire di ranjang.

"Princess kita harus ke pabrik sekarang, ada pencurian," mata Claire membesar dan kebingungan. Arjoona sendiri bingung cara menjelaskannya pada Claire.

"Apa yang terjadi?" tanya Claire dengan nada rendah.

"Entahlah sayang, aku mau mandi dulu di kamar mandi bawah. Kamu bisa pakai yang itu oke," ujar Arjoona sambil mencium cepat pipi Claire. Claire mengangguk dan Arjoona pun segera keluar.

Mereka berdua bersiap tak lama kemudian, dan Arjoona langsung mengunci pintu rumahnya begitu keluar dan masuk mobil. Keduanya langsung berangkat ke Winthrop Electronics dan tiba hampir satu jam kemudian. Joona langsung mengarahkan mobilnya ke pabrik, sehingga ia dan Claire turun bersamaan.

"Apa yang terjadi?" tanya Arjoona pada David yang sudah berdiri di depan pintu pabrik dan berjalan ke dalam.

"Mesin A2.1 hilang, itu untuk memasang sirkuit elektronik," jawab David sambil menunjuk pada sebuah besi spiral penyangga yang sudah kosong. Mesin dibawahnya hilang. Semua pekerja kini sudah berhenti dan memandang Arjoona dan Claire yang datang bersamaan. Arjoona yang mengerutkan keningnya, menoleh pada Claire sejenak di belakangnya sebelum naik ke meja produksi dan memeriksa penyangga itu.

"Ini dipotong, butuh mesin las besar untuk bisa potong ini. Siapa yang jaga semalam?" tanya Joona sambil berbalik melihat semua orang yang ada dibawahnya. Seorang penjaga malam paruh baya maju dengan wajah pucat.

"Saya yang jaga semalam pak, tapi saya benar-benar gak mendengar apapun," aku petugas itu. Arjoona kenal betul semua penjaga keamanan pabrik, tidak mungkin dia berbohong. Claire lalu berbalik dan berbicara pada David.

"Apa sudah mencari ke seluruh tempat?" David menoleh pada Claire dan mengangguk.

"Sudah bu, kami sudah mencari dan mesin itu benar-benar hilang," jawab David.

"Sudah periksa CCTV?" tanya Claire lagi.

"Sudah, kamera yang mengarah ke mesin ini tiba-tiba rusak," tambah David lagi. Joona menghela nafas berat dan mengucek kepalanya kesal. Ini belum pernah terjadi sebelumnya.

"Belum pernah ada pencurian di Winthrop, dan sekali terjadi, malah mesin asembling yang hilang. Ini gila," umpat Joona sambil terus berfikir apa yang harus ia lakukan.

"Panggil seluruh teknisi kemari," perintah Joona dan tak lama seluruh teknisi berdatangan.

"Produksi tidak boleh berhenti, mungkin melambat tapi tidak boleh berhenti sama sekali. Kerahkan setengah pekerja di area ini. Awasi dan lakukan secara manual proses asemblingnya. Tugas kalian adalah memastikan agar seluruh pekerja memasang part dengan benar dan presisi. Hari ini kalian jadi mesin," Arjoona memberikan pengarahan.

"Tapi pak, akan sangat sulit untuk bisa memasang setepat mesin itu?" Arjoona melepaskan nafas berat.

"Tidak ada yang bisa menggantikan karya manusia, kalian pasti bisa melakukan itu. Awasi dan jika perlu turun tangan langsung," para teknisi mengangguk dan saling memandang satu sama lain.

"Oke semuanya kembali bekerja, ikuti petunjuk pak David. Yang gak ngerti tanya saya," perintah Joona dengan nada tinggi. Seluruh pekerja mengangguk dan memulai aktifitasnya lagi. Arjoona juga memberikan pengarahan pada David dan beberapa orang lainnya sebelum menemui Claire.

"Kita harus periksa semua orang," ujar Claire dengan wajah tanpa senyum pada Joona. Arjoona mengangguk dan mengajak Claire untuk keluar.

"Aku akan bertanggungjawab untuk ini," Claire mengerutkan keningnya.

"Memangnya kamu yang mencuri? Kenapa kamu harus bertanggungjawab?"

"Karena aku kepala divisi produksi princess," Claire membalikkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya di dada.

"Pabrik gak bisa beroperasi seperti ini. Ikut aku ke kantor, kita cari solusinya," ajak Claire dan Joona hanya bisa mengangguk. Mereka berjalan ke menara Winthrop dan masuk ke ruangan CEO. Di dalam ternyata Keith sudah menunggu Claire.

"Papa...sejak kapan papa disini?" Arjoona yang mengikuti Claire terheran melihat Keith yang sudah berada di kantor Claire pagi-pagi.

"Ah, papa ingin melihat keadaan kamu, sudah lama kita gak ketemu. Tapi apa yang terjadi Claire? Papa dengar ada ribut-ribut di pabrik," Keith bertanya dengan wajah sedikit tersenyum. Arjoona hanya berdiri di belakang Claire dan tidak mendekat lebih jauh.

"Ada mesin asembling yang hilang pa," Keith menaikkan alisnya dan terlihat terkejut.

"Bagaimana sebuah mesin bisa hilang? Apa kepala produksi tidak menjaga dengan baik?" ujar Keith tanpa melihat pada Arjoona. Arjoona mendengus kesal, Keith mulai menyerangnya.

"Bukan pa, ini bukan salah Joona. Kami masih menyelidiki masalah ini," Keith sedikit mendekat pada Claire.

"Kamu tau kan Claire, pabrik tidak bisa berjalan tanpa mesin itu?" Claire tidak menjawab.

"Sekarang posisi papa adalah salah satu pemegang saham Winthrop Corp, jadi papa berhak menegur jika terjadi hal-hal yang menyebabkan perusahaan Winthrop memiliki masalah," Arjoona mulai mengerutkan keningnya.

'Apa yang pria licik ini inginkan dari gue?' – pikir Joona.

"Yang seharusnya kamu periksa pertama kali adalah kepala produksi karena dia yang bertanggungjawab pada semua produksi yang terjadi di pabrik," Claire menoleh sebentar pada Joona di belakangnya yang terlihat sangat kesal.

"Bukan Arjoona yang mencuri pa..."

"Papa tidak menuduh dia, papa hanya minta pertanggungjawabannya saja," kali ini Keith melihat pada Joona. Arjoona yang mulai tersulut agak berjalan ke depan.

"Apa maksud anda menunduh saya? Produksi memang dibawah pengawasan saya tapi keamanan tidak," Keith menyengir.

"Kenapa harus marah tuan Harristian? Aku hanya mengingatkan tugasmu yang sebenarnya. Jangan pikir karena kamu adalah kekasih CEO perusahaan ini, lalu kamu bisa lolos dari tanggung jawab," Arjoona benar-benar geram. Ingin sekali ia memukul Keith Barnett karena sudah menunduhnya sebagai pencuri.

"Udah Joona, tolong pa. Biar Claire yang selesaikan masalah ini," tegas Claire berbalik menahan Joona dan kemudian menoleh pada Keith.

"Papa tidak mau kamu hanyut dalam tipuan laki-laki ini Claire," Arjoona benar-benar hendak maju dan memukul. Ia sudah mengepalkan tangannya namun tubuhnya terus dihalangi Claire.

"Arjoona keluar dulu, tunggu aku di ruang meeting. Kita bicara nanti," ujar Claire sedikit mendorong tubuh Joona.

"Kamu gak percaya sama aku?" tanya Joona pada Claire dengan kening berkerut. Claire tidak menjawab, ada keraguan di matanya dan itu menyakiti Joona. Ia mengangguk dan langsung berbalik keluar ruangan CEO. Keith menyengir kemenangan, melihat Arjoona yang mulai kehilangan kepercayaan Claire.

"Claire sayang, papa gak mau melihat perusahaan ini hancur cuma gara-gara pria macam Arjoona," ujar Keith sambil memegang kedua pundak Claire.

"Apa maksud papa?"

"Sayang, apa kamu gak bisa lihat jika dia sedang membohongi kamu? Apa pernah kejadian seperti ini terjadi dalam sejarah Winthrop, tidak kan?"

"Tapi Arjoona bersama ku kemarin pa," ujar Claire membela Joona. Keith tersenyum sinis.

"Bukan dia yang harus melakukannya, tapi dia bisa menyuruh orang lain. Kamu sendiri tau jika ia adalah kepala serikat pekerja. Semua pekerja akan menurut apapun yang ia perintahkan," Claire hanya diam saja dan masih berfikir.

"Dia tidak tulus padamu, dia melakukan pernikahan itu juga demi uang. Aku yakin itu," Claire menggeleng.

"Itu gak mungkin pa, Arjoona gak mungkin berbohong," Keith membelai rambut Claire.

"Kamu terlalu polos sayang. Aku seorang pria, aku tau jika pria lain sedang berbohong. Percayalah padaku, dia akan meninggalkanmu saat keinginannya tercapai," ada rasa takut yang tiba-tiba masuk ke dalam hati Claire begitu mendengar kalimat Keith. Tapi rasa cinta dan percaya nya masih lebih besar, ia benar-benar yakin jika Arjoona tidak akan meninggalkannya.

Sementara Keith terus berusaha mempengaruhi Claire, Arjoona yang menunggu di ruang meeting dihampiri oleh Steven Juliandra. Arjoona langsung berbalik begitu ia mendengar pintu terbuka.

"Aku sudah dengar yang terjadi, pasti ada yang sudah melakukannya untuk menjebakmu," ujar Steven sambil menutup pintu kaca itu. Arjoona hanya menunduk saja dan menelan ludahnya.

"Jangan khawatir, kita akan menemukan pencurinya,"

"Bukan itu masalahnya," jawab Joona cepat.

"Jadi?" Arjoona memejamkan mata dan bingung mengatakan yang ia rasakan.

"Aku tidak ingin Claire ragu padaku. Dan aku baru saja melihat keraguan itu di matanya," Steven tersenyum dan berjalan ke depan Arjoona sambil melipat kedua lengannya.

"Jika kalian saling mencintai maka kalian akan tetap bersama, percayalah. Cinta tidak semudah itu bisa berakhir," Arjoona mengerutkan kening memandang Steven dengan pandangan curiga.

"Pak Steven bahkan tidak menikah, apa yang bapak tau," Arjoona menyindir dan Steven malah tertawa.

"Menurutmu begitu?" Arjoona makin mengerutkan keningnya.

"Apa bapak menikah?" Steven hanya mendengus saja.

"Arjoona, bukan berarti jika aku tidak terlihat dengan seorang wanita maka semua orang menyimpulkan aku belum menikah atau aku seorang gay. Aku tau kalian membicarakanku di belakang selama ini," Steven menggeleng dan tersenyum melihat ke arah lain.

"Jadi bapak bukan...gay?" Arjoona makin menggoda Steven.

"Joona, kamu juga berfikir seperti itu padaku. Aku pikir kamu akan melihatku berbeda," Arjoona hanya mengangkat bahu dan tersenyum.

"Apa aku mengenalnya?" tanya Joona mencoba mengorek lagi.

"Kamu sering bertemu dia," mata Joona membesar.

"Apa dia bekerja di sini?" Steven mengembangkan senyuman misteriusnya.

"Aku tidak bisa memberitahukan identitas istriku, demi keselamatannya. Satu hal yang bisa kuberitahukan hanya padamu. Jatuh cinta itu hanya sekali, ketika hatimu yakin jaga perasaan itu. Dan ya, aku sudah menikah dan punya seorang putra, umurnya baru satu tahun," Arjoona tersenyum lebar. Steven Juliandra benar-benar penyimpan rahasia yang luar biasa. Ia bisa menyimpan hubungan dengan seorang wanita bertahun-tahun dan bahkan sudah punya keluarga. Disaat seluruh orang yang mengenalnya, malah membuat gosip tentang orientasi seksualnya. Dan dengan cueknya, ia tidak berusaha membantah sama sekali.

Masih saling tersenyum, Gerald masuk ke ruangan itu tak lama kemudian. Arjoona menegakkan kembali tubuhnya menghadap pemilik Winthrop Corp itu.

"Joona, aku tidak ingin kamu mengembalikan saham ini. Saham ini untukmu nak," Gerald menyodorkan sebuah dokumen kepemilikan saham pada Joona. Arjoona menggeleng dan tersenyum.

"Tidak pak, aku ingin menikahi Claire tanpa perjanjian apapun," Gerald mengangguk.

"Kamu sudah melaksanakan janjimu menikahi Claire, sekarang aku pun memenuhi janjiku untuk memberikan saham ini padamu," Arjoona terlihat berfikir.

"Janji adalah janji Arjoona. Dan sesuai perjanjian, kamu akan mendapatkan saham Winthrop Motors sebelum bercerai dari Claire, sekarang terimalah," Gerald menyodorkan dokumen itu lagi. Arjoona pun mengambil dokumen itu lagi dan menaikkan pandangannya. Mata Joona membesar, Claire berdiri di depan pintu dengan wajah bingung dan sedih.

"Princess," ujar Joona pelan dan Gerald pun menoleh ke belakang. Claire langsung berbalik dan keluar dari ruangan itu. Steven langsung memejamkan mata dan mendengus. Pasti akan terjadi kesalahpahaman.

"Tunggu...princess," Arjoona setengah berlari menyusul Claire.