Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 33 - Chapter 33: The Past and Goodbyes

Chapter 33 - Chapter 33: The Past and Goodbyes

"Tunggu...princess," Arjoona setengah berlari menyusul Claire. Gerald mendengus dan menutup matanya, begitu Arjoona keluar dari ruang meeting itu menyusul Claire. Ia memandang Steven yang memiliki ekspresi yang sama.

Arjoona langsung masuk ke ruang CEO dan menemukan Claire hanya berdiri membelakanginya. Setelah menelan ludahnya beberapa kali, Joona mendekati Claire.

"Itu tidak seperti yang kamu pikirkan," Claire membalikkan tubuhnya. Matanya telah basah dengan airmata.

"Aku pikir kamu tulus mencintai aku," gumam Claire dengan nada lirih. Arjoona makin mendekat dan wajahnya seperti hendak menangis.

"Aku memang mencintai kamu, sangat mencintai kamu. Perasaanku sama kamu tumbuh seiring waktu, tapi aku gak merasakan ini pertama kali kenal kamu. Dan ini...?" Arjoona menunjukkan dokumen yang dipegangnya.

"Bukan karena ini aku menikah kontrak dengan kamu, tapi karena ingin membalas budi baik kakek kamu yang sudah menyelamatkan aku dari panti asuhan," Claire masih terus memandang mata Arjoona. Airmatanya masih menetes, Arjoona pun menyeka dengan jarinya.

"Aku gak perlu uang kamu atau apapun yang kamu punya sebagai pewaris Winthrop. Aku hanya perlu kamu terus disampingku, jadi istriku selamanya," ujar Arjoona dengan nada rendah.

"Precious, Arjoona tidak salah menerima saham itu. Perjanjian kontrak itu kakek yang mengajukan, bahkan memaksa Joona untuk menerimanya. Jadi dia melakukannya bukan karena uang, tapi karena utang budi," ujar Gerald tiba-tiba masuk bersama Steven. Arjoona menoleh ke belakang lalu pada Claire lagi. Claire masih diam saja memandang kakeknya.

"Sekarang kalian bisa menyelesaikan kontraknya, lalu pengangkatan kamu sebagai pimpinan Winthrop akan dilakukan satu minggu lagi, setelah itu kalian bisa bercerai dan menikah kembali. Kali ini tanpa perjanjian apapun dan dengan rasa cinta," tambah Gerald lagi. Claire menoleh pada Joona yang juga melihat padanya. Ia tersenyum dan Joona membalasnya. Gerald dan Steven ikut tersenyum melihat reaksi keduanya.

"Precious, sebagai calon pemimpin resmi Winthrop Corp, apa menurutmu Arjoona layak memimpin Winthrop Motors di Detroit?" tanya Gerald pada Claire. Claire terlihat menunduk sebelum akhirnya menjawab dengan senyuman.

"Dia lebih dari siap menjadi pemimpin. Arjoona memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin, aku setuju," Joona sedikit membesarkan matanya mendengar Claire mempercayakan salah satu perusahaan otomotif terkemuka di dunia untuk ia pimpin. Arjoona tidak menjawab apa-apa selain hanya memandang Claire dan Gerald bergantian.

"Sekarang, urusan saham itu bukan menjadi tanggung jawabku lagi. Kamu mendengar sendiri jika calon pemimpin Winthrop sendiri yang mengangkatmu," ujar Gerald pada Joona. Claire hanya tersenyum pada Joona dan menggenggam jemarinya. Arjoona hanya bisa mengangguk sambil memandang Claire.

Kini setelah semua kesalahpahaman itu selesai, Arjoona dan Claire kembali seperti biasa. Masalah pencurian itu diselesaikan Joona dengan mengganti mesin baru, meskipun begitu yang melakukan hal memalukan itu tetap dicari.

Steven yang masih mendampingi Gerald yang masih bertemu dengan Joona dan Claire, menyempatkan diri masuk ke ruangan mantan sekretarisnya Anggi yang kini menjadi sekretaris Claire.

"Kamu ikut aku ke ruangan CEO, pak Gerald mau bicara," ujar Steven berdiri di depan pintu.

"Baik pak," Anggi menjawab sambil tersenyum dan berjalan melewati Steven.

"Kamu udah ganti pengasuh baru Dion?" tanya Steven setengah berbisik. Anggi tersenyum sekilas sebelum masuk ke ruangan CEO.

"Udah," jawab Anggi tersenyum dan membuka pintu CEO. Keduanya masuk ke ruangan itu tanpa kecurigaan sama sekali. Gerald meminta kesediaan Anggi untuk membantu segala keperluan administrasi pengangkatan Claire sebagai pimpinan Winthrop, sekaligus mempersiapkan CEO baru untuk memimpin Winthrop Electronics pengganti Claire. Selain itu, ia juga diminta Gerald secara pribadi membantu Claire mempersiapkan pernikahannya dan Arjoona.

Anggi pun sudah menyusun seluruh jadwal yang akan dilewati Joona dan Claire, menuju ke hari pernikahan mereka yang tinggal 3 minggu lagi. Gerald akan terus berada di Indonesia hingga pernikahan itu tiba, selain juga untuk mendampingi Claire yang seminggu lagi akan menjadi pimpinan Winthrop.

Sementara itu Keith sudah memiliki rencananya sendiri untuk menyingkirkan Claire. Usai membuat kewalahan Winthrop Electronics dengan pencurian mesin itu, Keith tinggal melaksanakan serangkaian serangan yang akan menjadikannya pimpinan Winthrop Corporation nantinya. Kini ia menemui pengacara yang menangani surat warisan dan legalitas pengangkatan Claire Winthrop di sebuah restoran mewah.

"Katakan berapa yang harus kuberikan tuan Doyle," pengacara itu tertawa dan mengelap sudut mulutnya.

"Harganya sangat tinggi tuan Barnett. Setara nyawaku," Keith mengangguk.

"Dollar atau Euro?" keduanya tergelak dan saling mengadukan gelas pada akhirnya.

Hari ini, Claire akan mencoba gaun pengantinnya sebelum fitting terakhir menjelang pernikahannya nanti. Ditemani Anggi, Claire memandang dirinya sendiri sambil tersenyum pada gaun panjang putih yang akan ia gunakan nantinya. Anggi tersenyum dibelakang Claire sambil memperbaiki beberapa hal di gaun itu.

"Gimana menurut mba Anggi?" tanya Claire.

"Kamu cantik sekali," jawab Anggi. Mereka telah sepakat menjadi teman di luar kantor dengan saling memanggil nama.

"Arjoona pasti senang jika melihat kamu sekarang," Claire makin tersenyum bahagia. Ia memandang wajah Anggi yang masih tersenyum dan bertanya.

"Apa mba Anggi gak pengen menikah?" Anggi hanya tersenyum dan menunduk sejenak.

"Ada rahasia, tapi hanya kita berdua," bisik Anggi dari arah belakang Claire.

"Rahasia apa?,".

"Saatnya kamu tau," Anggi lalu mendekatkan bibirnya dan berbisik di telinga Claire. Mata Claire langsung terbuka lebar memandang Anggi di belakangnya dari cermin di depannya. Anggi hanya tersenyum saja, Claire membalikkan tubuhnya masih dengan ekspresi sangat terkejut dengan mulut terbuka.

"Om Steve?" mulut Claire terbuka melafalkan tanpa suara. Dan Anggi hanya mengangguk sambil meletakkan ujung telunjuknya di depan bibir dan mengedipkan mata.

Sementara Claire dan Arjoona tengah bahagia mempersiapkan pernikahannya, Kenanga dan Gentala memiliki hubungan yang cukup akrab kini. Kenanga menuruti keinginan Gentala untuk mengikuti sesi konsultasi dan terapi psikiater. Dan selama perawatan hampir dua minggu itu, keduanya selalu bertemu karena Kenanga sudah tinggal di apartemennya.

Tapi Kenanga tidak bisa memungkiri jika ia merindukan Lou, suaminya. Louis sendiri tidak pernah mencari istrinya yang sudah tidak ada di rumah hampir dua minggu. Ia menenggelamkan diri pada pekerjaan dan bahkan hingga tidur di kantor. Patah hati benar-benar membuatnya terpuruk. Sesekali ia masih menguntit Claire dan selalu menemukan ia dan Arjoona bersama.

Setelah selesai dari sebuah sesi konsultasi, Kenanga melanggar janjinya pada Gentala dengan pulang ke penthouse. Louis yang ternyata berada di rumah, tidak kaget melihat Kenanga yang tiba-tiba pulang.

"Lou, aku pulang," ujar Kenanga tersenyum manis. Ia sudah lebih baik, wajahnya kembali cerah dan mulai tersenyum lagi. Tapi Louis malah mendengus kesal dan tidak memperdulikannya. Ia hanya menjawab dengan mendehem saja, sambil masih membaca beberapa dokumen kerja. Kenanga mengerutkan kening melihat reaksi suaminya.

"Kamu gak cari aku?" tanya Kenanga mulai terdengar putus asa.

"Untuk apa?" jawab Louis sambil duduk kembali ke meja kerjanya. Ia bahkan hanya melihat sekilas pada Kenanga.

"Aku..."

"Kalo kamu mau pergi, pergi aja. Aku sedang sibuk, jangan ganggu aku," potong Louis tanpa melihat pada Kenanga yang berdiri di depannya. Dengan airmata yang menggantung, Kenanga berjalan pelan berbalik keluar dari ruang kerja itu. Airmatanya jatuh begitu saja sewaktu ia keluar penthouse.

Sekarang ia baru mengerti, Tuhan sedang menghukumnya untuk kesalahan yang ia perbuat pada Claire. Sambil menoleh pada pintu penthouse itu sekali lagi, Kenanga berjalan ke arah lift dan turun kembali ke lobi. Ia kembali ke apartemennya sendiri dan duduk merenung sendirian. Tak lama kemudian, ia mengambil ponsel dan menghubungi Gentala.

Gentala datang satu jam kemudian dan Kenanga berdiri di depan pintu masuk membuka pintu bagi Gentala. Matanya menangis tapi tidak terisak, Gentala yang awalnya tersenyum jadi kehilangan senyumannya. Ia ingin bertanya, tapi Kenanga lebih dulu memeluknya.

"Aku pulang ke penthouse, dan dia gak mencari ku, Tala," gumam Kenanga di dada Gentala. Gentala melepaskan nafas kesal tapi masih diam saja. Ia kecewa Kenanga tidak mau mengerti dan masih mengharapkan pria yang menjadi suaminya kembali. Kenanga melepaskan pelukannya pada Gentala dan melihat wajahnya yang terlihat kecewa. Kenanga menarik Gentala ke dalam apartemennya dan Gentala menutup pintu sambil berjalan ke ruang tengah.

"Aku mau jadi pacar kamu," ujar Kenanga tiba-tiba setengah berbisik. Gentala menaikkan alisnya dan menaikkan ujung bibirnya tersenyum. Ia menundukkan wajah dan mencium bibir Kenanga dengan lembut. Tanpa bicara, Gentala melingkarkan kedua lengannya di pinggul mengangkat tubuh Kenanga sambil terus menciumnya. Kenanga pun melingkarkan kedua lengan di pundak Gentala dan membalas ciuman itu.

Gentala membawa Kenanga ke ranjang dan membaringkan perlahan. Ciuman itu masih terus terjadi, sampai Gentala membuka pakaian atasnya dan melepaskan ciumannya sejenak.

"I love you," bisik Gentala dan Kenanga hanya tersenyum mendengarnya. Gentala mulai mencium garis rahang dan leher Kenanga, menghujaninya dengan kasih sayang yang ia miliki untuk wanita itu. Kenanga hanya terus memeluk dan meremas rambut Gentala lalu menoleh ke arah kiri melihat cincin kawin yang sudah ia letakkan diatas nakas. Tak lama, ia pun menikmati semua hal yang diberikan Gentala padanya.

PABRIK WINTHROP

David menghampiri Arjoona yang baru saja selesai memberikan pengarahan pada ketua tim teknisi tentang beberapa hal. Ia sudah senyum-senyum sendiri sebelum Arjoona sadar, David sudah ada di belakangnya.

"Kenapa lo senyum-senyum sendiri?" David menarik lengan Arjoona ke sudut yang agak sepi lalu berbisik.

"Bener abang mau nikah sama bu Claire?" tanya David setengah berbisik. Arjoona hanya menyengir tersenyum dan mengangguk. Mata David membesar dan terlihat antusias.

"Wah, ini baru berita,".

"Tapi jangan kasih tau siapapun dulu, undangannya belum jadi," jawab Arjoona sambil berjalan ke kantornya.

"Kapan bang?"

"Dua minggu lagi," David makin antusias.

"Hah...itu gak lama lagi," Arjoona hanya tersenyum saja.

"Abang udah punya pendamping?" tanya David sambil ikut Arjoona berjalan. Arjoona tampak berfikir, ia berencana meminta James untuk menjadi pendamping prianya.

"Kayaknya gue bakal minta kakak angkat gue buat jadi pendamping," David mengangguk dan tersenyum.

"Selamat ya bang, wah abang bener-bener hebat!," puji David sambil menepuk pundak Joona. Arjoona hanya tersenyum saja dan menoleh pada David.

"Lo juga diundang, tapi gue dan Claire rencananya mau buat pesta sendiri untuk seluruh pekerja pabrik," David mengangguk senang. Mereka pun berjalan kembali ke kantor Arjoona dan membahas pekerjaan.

David membantu Arjoona menyelesaikan seluruh tugas sebelum dua minggu lagi karena setelahnya, Arjoona akan libur untuk berbulan madu.

PENTHOUSE JAMES HARRISTIAN

James memanggil Arjoona untuk datang ke rumahnya. Arjoona pun berencana hendak meminta dengan resmi James sebagai pendamping pria di pernikahannya nanti. Begitu tiba, Arjoona langsung disambut oleh Earth di lobi menara apartemen itu. Sambil mengobrol ringan menanyakan kabar, Earth membawa Joona ke penthouse James Harristian.

"Selamat datang Joona," ujar James memeluk Arjoona yang sudah beberapa hari tidak ia lihat, begitu Joona masuk ke ruang kerjanya. Arjoona membalas pelukan James sambil tersenyum lalu mengedarkan pandangan di seluruh ruangan kerja yang juga berfungsi sebagai perpustakaan itu.

"Penthousemu bagus James," puji Arjoona sambil duduk.

"Kamu suka? Kamu bisa tinggal disini," Arjoona hanya tergelak dan menggeleng.

"Arjoona ada yang ingin aku bicarakan denganmu," Arjoona mengangguk masih tersenyum.

"Kebetulan, aku juga ingin membicarakan sesuatu," James menaikkan alisnya dan mengangguk.

"Kalau begitu bicaralah," Arjoona menggeleng.

"Kamu saja duluan, kamu yang memanggilku," James pun mengangguk. Lalu pandangannya beralih pada Earth.

"Earth, tolong panggil Jayden kemari," Earth menangguk dan keluar dari ruangan kerja itu.

"Aku ingin kamu bertemu seseorang. Kami akan menjelaskan semua padamu," ujar James dengan senyuman tipis. Arjoona mulai kebingungan, apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Soal apa?" tanya Joona. Sebelum James membuka mulutnya, pintu kembali terbuka.

Seorang pria berjas rapi tanpa dasi, dengan rambut berwarna coklat kemerahan masuk. Ia tersenyum ramah pada Arjoona dan James. Terlalu ramah untuk orang asing yang tidak dikenal Joona. Tinggi tubuhnya tidak lebih tinggi dari Arjoona, ia lebih kurus tapi punya karisma yang berbeda. James berdiri dan diikuti oleh Joona.

"Arjoona, kenalkan ini Jayden Lin. Jay, ini adikku Arjoona Harristian," pria bernama Jayden itu langsung sumringah dengan senyuman lebar. Arjoona juga ikut tersenyum, pria itu menginfeksi semua orang yang melihatnya dengan senyuman yang tidak bisa ditolak untuk dibalas.

"Ah, Another Harristian. Senang akhirnya bertemu denganmu, namaku Jayden Lin,"

"Aku Arjoona Harristian," Jayden langsung duduk di depan Arjoona dan melipat kakinya dengan elegan. Arjoona melihat Jayden seperti seorang pengusaha tapi auranya berbeda, ia tidak seperti penampilannya. Jayden sendiri melihat Joona dari ujung kepala hingga kaki lalu mengangguk perlahan.

"Joona seperti yang aku katakan tadi, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Bersama Jayden," Arjoona sedikit mengerutkan kening dan mengangguk. Jayden membiarkan James berbicara membuka pembicaraan.

"Arjoona, pernahkah kamu mencari tau siapa orang tua mu?" tanya James dan itu membuat Arjoona makin mengerutkan kening. Ia memandang Jayden yang masih menggantung senyuman, meski ia sekarang terlihat lebih serius.

"Tidak...aku tidak tau...," jawab Joona mulai gugup. Jayden melirik pada James sekilas.

"Apa pemilik panti tidak pernah mengatakan apapun padamu?" tanya Jayden dan Arjoona menggeleng.

"Lalu pria yang merawatmu, apa dia memberitahukanmu sesuatu?" Arjoona memandang Jayden dan James bergantian.

"Dia hanya pernah bercerita jika aku tertabrak mobilnya saat berumur 10 tahun, waktu itu seingatku aku sedang ingin menyusul James. Ia menolongku dan membawaku ke rumah sakit lalu setelahnya dia memberiku tempat tinggal, seorang pengasuh dan menyekolahkanku," Arjoona bercerita. Jayden mengangguk.

"Siapa penolongmu itu Joona?" James mulai bicara lagi.

"Gerald Winthrop," Jayden dan James kini saling berpandangan. Arjoona makin tidak mengerti dan tidak sabar.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Joona mulai mendesak.

"Joona, kami mengetahui semua identitasmu yang hilang, termasuk orang tua dan apa yang sebenarnya terjadi," Arjoona mengerutkan kening memandang James.

"Ibumu adalah Wilda Gotardo, putri terakhir pengusaha Abimayu Gotardo. Sedangkan ayahmu adalah pengusaha dari Amerika keturunan Korea Selatan, Micheal Kim," mata Arjoona seakan tidak bisa berkedip. Ia seperti merasa tertabrak truk, mengapa tiba-tiba identitasnya dibuka. Dan Arjoona belum bisa berfikir dengan baik begitu mengetahui tentang orangtuanya.

"Gotardo, maksudmu Gotardo Group?" tanya Arjoona dengan nada tercekat. James mengangguk. Ia menarik nafas sebelum bercerita lagi.

"Setahu kami ibumu adalah salah satu putri keluarga Gotardo yang hilang, belakangan diketahui ia ternyata menikah dengan Micheal Kim, Kim Corporation adalah salah satu perusahaan elektronik terbesar di dunia dan ayahmu adalah pemiliknya," Arjoona menggeleng dan tertawa sinis.

"Jadi mereka membuangku? Aku punya keluarga dan mereka membuangku ke panti asuhan?" suara Arjoona mulai meninggi.

"Bukan mereka yang membuangmu, salah satu suruhan ayahku yang membawamu ke panti asuhan itu," jawab Jayden memotong tiba-tiba. Arjoona memandang Jayden dengan kening berkerut.

"Ceritanya dimulai 25 tahun lalu, seorang pria datang pada ayahku meminta bantuannya untuk menyingkirkan seseorang dari keluarga Kim. Dan ayahku menyetujui awalnya, lalu ia mengutus pengawal pribadinya untuk memata-matai keluarga kecil Kim yang ternyata adalah keluargamu. Jika dirunut, maka saat itu kamu pasti berusia sekitar 3 tahun," Arjoona mendengar sambil mengingat kembali kenangan saat ia berumur 3 tahun yang samar-samar terlintas dalam benaknya.

"Pria yang meminta itu tidak sabar karena pengawal ayahku tidak kunjung membunuh ayahmu, lalu suatu hari saat pengawal ayahku ingin melakukan tugasnya menghabisi ayahmu, dia malah menemukan ayahmu sudah tak bernyawa di depan gerbang halaman rumahmu, tertembak di dada," tambah Jayden dengan wajah serius.

"Dia keheranan dan masuk ke dalam rumah, disana dia menemukan ibumu yang juga sudah meninggal dengan dirimu sedang berdiri di dekat tubuhnya berdiri sendiri," nafas Arjoona tercekat. Ia ingat mimpinya dari remaja dan kerap menghantuinya beberapa kali. Ternyata itu bukan mimpi, tapi memorinya yang hilang.

"Dia mengambilmu dari kamar itu dan membawamu keluar, ia tidak ingin berhubungan dengan polisi. Jadi dia menghilangkan satu-satunya saksi yaitu dirimu dengan membawamu ke panti asuhan itu. Yang tidak ia prediksi adalah panti asuhan itu menyiksamu dan James, jika ia tau ia akan membawamu ke tempat lain," Jayden mengakhiri ceritanya sambil menghela nafas. Arjoona masih sulit bernafas dan masih belum percaya yang ia dengar.

"Kenapa ada orang yang ingin membunuh orang tuaku, siapa dia? lalu siapa kamu sebenarnya?" Arjoona mulai bertanya tanpa jeda dengan nafas tersengal. Jayden sedikit tersenyum.

"Kamu tau SJ Corp?" Jayden malah balik bertanya dan itu membuat kening Arjoona berkerut.

"Itu...perusahaan multi internasional, saingan Winthrop Corp," Jayden mengangguk.

"Aku adalah pemilik SJ, namaku adalah Sanggara Jayden Lin. SJ adalah singkatan dari namaku sedangkan Lin adalah nama keluargaku. Mungkin kamu tidak pernah berhubungan dengan dunia gengster, Lin adalah salah satu keluarga mafia triad Hongkong. Kami menguasai beberapa wilayah di Beijing, Hongkong, Taiwan dan US," Jayden tersenyum sambil menaikkan alisnya. James mengatupkan bibirnya mendengar penjelasan Jayden, lalu melihat pada Arjoona yang terbelalak kaget.

"Itu sebabnya mengapa ayahku menerima pesanan seperti itu, karena kami adalah gengster," Jayden dengan santai menaikkan bahunya. Arjoona hanya menghela nafas dan menggeleng tidak percaya.

"Aku tidak percaya ini, apa orang tuaku juga terlibat dalam gengster itu sebabnya ada yang mau membunuh mereka?"

"Aku tidak tau pasti soal itu Joona, tapi yang pasti kamu memiliki darah keluarga Kim dan Gotardo," jawab James dengan tenang.

"Jika aku memang cucu Abimayu Gotardo, lalu mengapa dia tidak mencariku?"

"Perkiraanku adalah karena ibumu adalah istri kedua dari Micheal Kim dan Abimayu sangat menentang pernikahan itu. Terakhir aku dengar dari pengawal ayahku jika dia diusir dari keluarga Gotardo karena menikah dengan ayahmu," Arjoona masih terus mencerna seluruh informasi dengan dada mulai sesak.

"Bagaimana kalian bisa tiba-tiba datang dan memberitahukanku semua ini, bagaimana aku bisa percaya pada kalian?" tanya Joona masih dengan ekspresi yang sama.

"Well, aku mengenal James dalam sebuah transaksi dan begitu aku mendapat cerita dan file ini dari pengawal ayahku, aku langsung bertanya pada James tentang hubungannya denganmu karena kalian punya nama belakang yang sama, Harristian. Jika kamu tidak percaya, ini adalah berkas pembunuhan penyelidikan yang ditutupi polisi untuk kasus pembunuhan itu," ujar Jayden menyodorkan berkas itu pada Joona.

Arjoona mengambil berkas itu dan membacanya. Ia belum bisa mengerti semua hal yang sekali datang langsung menghantam kepalanya. Disana ada foto ibunya, ayahnya dan dirinya saat masih berusia balita. Ia dinamakan anak hilang karena tidak ditemukan di lokasi kejadian.

"Lalu siapa yang menyuruh untuk membunuh orangtua ku?" tanya Arjoona melihat pada Jayden. Jayden tertegun sejenak sebelum menjawab.

"Vincent Winthrop, putra Gerald Winthrop,".