Malamnya seorang lelaki masuk ke rumah dalam keadaan sempoyongan karena mabuk dan membuka pintu depan karena tidak di kunci. Dia terlihat berusaha untuk menaiki anak tangga dengan susah payah.
"Heru, kamu dari mana ?" tiba-tiba suara berat terdengar, pemuda itu pun menghentikan langkahnya dan membalik tubuhnya dan hampir jatuh untunglah seseorang menahan tubuhnya supaya tidak jatuh.
"Kamu teh mabok Heru ? kok bisa jadi gini ? ada apa dengan kamu ?" ternyata Herman kakeknya yang menahan tubuhnya cucunya itu.
"Kenapa papa bertanya begitu ? harusnya papa sudah tahu apa yang terjadi !" jawab Heru sinis, Herman tertegun. Apa ini tentang perjodohan ? Heru sudah menganggap dia sebagai papanya dan Herman tidak keberatan dengan sebutan itu oleh cucunya sendiri.
"Sudah dulu, ayo papa bantu kamu ke kamar !" Heru tak kuasa menolak walau hatinya marah.
Sesampainya di kamar, tiba-tiba Heru ke kamar mandi dan memuntahkan semuanya, Herman membantunya. Setelah itu membawa putranya ke tempat tidur. Dan kemudian membantu untuk menggantikan baju dan membaringkannya di tempat tidur. Herman menatap putranya itu yang kini tertidur pulas. Tanpa sadar air matanya meleleh.
"Mayang ... maafkan aku !" bisiknya sambil menyentuh wajah tampan putranya tersayang dari putrinya tercinta. Melihat Heru mengingatkannya kepada putrinya dan juga kekasih hatinya.
Herman pun keluar kamar dan memutuskan untuk tidur tapi tidak bersama istrinya, mereka sidah lama pisah ranjang, Susanti sendiri yang menginginkannya bukan dia. Herman merasa istrinya itu sudah pikun dibanding dengan dirinya yang masih ingat walau usianya sudah hampir 55 tahun. Badannya pun masih segar bugar karena rajin olah raga. Kedua putra dan putri dari Susanti jarang sekali menjenguk mereka karena memang ada di luar kota tapi ada satu yang rumahnya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tapi hanya sesekali di hari libur besar mereka berkumpul, selebihnya mereka sibuk dengan urusan sendiri. Dari keduanya mereka punya 4 cucu. Heru adalah cucu pertama yang kini berusia 28 tahun waktu yang matang untuk menikah sebenarnya. Saat ini dia menggantikan dirinya untuk menjalankan satu perusahaan miliknya sedang yang lain di berikan kepada dua anak dari Susanti.
------------
Keesokan harinya Susanti istrinya dibawa oleh putrinya pergi, Herman menolak untuk ikut yang entah kemana tujuannya. Heru pun bangun kepalanya pusing, dia termenung di pinggir tempat tidur, dia merasa sedih atas putusnya dengan perempuan yang dicintainya hanya karena di jodohkan. Heru tahu yang melakukan itu neneknya tapi dia yakin Herman pun tahu tentang hal ini dia pun marah, padahal kakeknya yang sudah di anggap papanya yang merawat dan membesarkannya setelah ibunya meninggal di waktu kecil sudah setuju ia dan Dewi sebagai pasangan.
Heru pun ke kamar mandi untuk mencuci muka dan kemudian turun ke bawah, dia tertegun melihat kakeknya sedang duduk di ruang tengah. Herman pun melihat cucunya Heru sudah bangun.
"Sini duduk. papa ingin membicarakan sesuatu !" Herman melambai tangan mengajak cucunya duduk, sebenarnya Heru malas tapi kemudian dituruti.
"Minumlah ini, tadi malam kamu mabuk tentu masih pusing !" Herman mengulurkan sebuah gelas dan Heru tak keberatan karena kerongkongannya terasa kering dan meminumnya sampai habis. Herman tersenyum.
"Papa, meminta maaf Ru ! papa sungguh tidak tahu kamu dijodohkan oleh nenek kamu !" Herman pun akhirnya menjelaskan sesuatu.
"Masa sih papa tidak tahu ! tidak mungkin !" jelas Heru tak percaya kakeknya seperti itu. Herman menatap cucunya dan merangkul pundak Heru.
"Papa tidak mau melakukan itu setelah aku melakukan hal sama dengan mamamu Heru !" Heru tertegun dan menatap Herman kakeknya,
"Benarkah ?" tanyanya, dia sempat mendengar cerita itu, tapi hanya sekilas.
"Papa tidak mau kejadian masa lalu terulang ! karena kesalahan papa, mamamu menderita, sampai saat ini papa masih merasa bersalah ! andaikan hal itu tidak terjadi tentu sekarang mamamu masih ada dan mengurusmu !" Herman terdiam dan menunduk.
"Tapi pa semua sudah terlambat, Dewi sudah memutuskanku !" Heru pun menunduk.
"Jangan khawatir papa akan urus itu !" Herman menepuk pundak Heru.
"Kurasa tidak pah !" Heru menatap kakeknya
"Emang kenapa ? papa tahu keluarga Dewi jadi itu bisa dibicarakan !" Herman heran dengan sikap Heru.
"Indah ... hamil !" ucap Heru pelan, Herman pun terkejut.
"Serius ? padahal papa rasa hubungan kamu dan dia belum tetlalu lama ?" tanya Herman. Heru terdiam.
"Aku tidak tahu pa ! menurut Indah kejadian itu terjadi ketika pulang dari pesta dan aku melakukannya dalam keadaan mabuk !" Heru menjelaskannya.
"Papa masih tidak percaya hal ini Heru, tidak mungkin langsung hamil ! papa pikir hubungan kamu dan Indah hanya pertemanan biasa itu yang di ucapkan nenek kamu !" Herman menjelaskan keheranannya. Heru menatap kakeknya, dia kadang-kadang tidak mengerti sikap kakeknya itu seperti ada sesuatu.
"Kenapa kamu menatap papa seperti itu ?" tanya Herman heran,
"Papa, kadang-kadang Heru tidak mengerti sikap papa ! papa itu seperti orang linglung seperti lupa apa yang tetjadi !" jawab Heru. Herman tertegun.
"Papa lupa ya ? waktu pertama kali Heru diperkenalkan sama Indah ada papa disisi nenek ! dan jelas-jelas nenek mengatakan kalau Indah dijodohkan dengan aku bukan sebagai teman dan papa hanya mengangguk saja !" jawab Heru, Herman terkrjut.
"Benarkah ? kapan itu Heru kejadiannya ?" tanya Herman dan Heru tertegun, dia pun menjelaskan semuanya.
"Heru dengar, papa tidak ingat apapun tentang hal itu !" jawab Herman, Heru kini bingung.
"Percayalah Heru, demi mamamu dan tuhan ! papa waktu itu tidak ingat dan sadar !" Herman sungguh tidak mengerti.
"Itu bukan hanya sekali tapi beberapa kali termasuk ketika papa membagikan warisan !" ungkap Heru. Herman menggeleng kepalanya tak percaya.
"Rupanya nenek kamu itu tidak berubah juga ternyata ! sejak dulu sampai sekarang pun menggunakan hal-hal buruk terhadap papa ! papa benar-benar tidak menyangka !" Herman terlihat marah.
"Maksud papa apa sih ?" tanya Heru.
"Dukun !" jawab Herman singkat. Heru tertegun.
"Papa rasa bukan aku saja tapi juga kamu Heru ! bisa saja putusnya kalian berdua karena itu !" ujar Herman, Heru terdiam.
------------
Sementara itu tanpa mereka sadari ada suatu mahluk tak kasat mata yang mempethatkan mereka sejak tadi. Dan itu tak lain tak bukan mbok Siyem alias Nyai Ratu Kinasih.
"Sudah kuduga, aku mencium sesuatu disini ! hi ... hi ... ! menarik sekali, Susanti ... apa yang kamu tanam akan kamu tuai sebentar lagi ! hi ...hi ... ! hmm jadi lapar ... lumayan di rumah besar ini ada 4 mahluk yang cukup membuatku kenyang ... hi ...hi ...!"
Mbo Siyem secepat kilat melahap dua genderuwo dan satu kuntilanak serta satu pocong ! tanpa ada perlawanan berarti dari mereka, karena mbok Syem bukan tandingan mereka.
"Kenyang ... ! hmmm ... tunggu aku seperti mencium bau keris ?" mbok Siyem mengendus sesuatu bau dan itu berasal dari sebuah kamar rahasia yang terkunci rapat. Bagi manusia tidak mungkin bisa masuk, tapi tidal masalah untuk mbok Siyem dengan mudah masuk dan tertegun ketika sudah di dalam. Ternyata itu adalah kamar ritual.
"Hi ... hi ...! ternyata anak dan ibu sama saja ! mereka berdua seorang dukun ! pantas saja dengan mudah bisa menipu dan membunuh seseorang dengan mudah ! tapi sayang Melati dan Susanti, hidupmu tak akan tenang hi... hi ... ! Keris yang bagus !" mbok Siyem menyentuh keris itu dan kemudian menjilatinya.
"Hnmm lumayan !" terlihat seringai di wajahnya dan kemudian mata mbok Siyem menuju suatu benda dan tersenyum lebar.
"Hi ... hi ... hi .. !" dia tertawa senang, "Aku mempunyai makanan yang sangat lezat sekali !" air liur nya menetes banyak dari mulutnya yang berubah menjadi lebar sementara lidahnya memanjang. Dia mengambil sebuah benda dan menjilatinya sampai basah.
"Tunggu, janin ini tidak akan ku makan dulu ! biar nanti saja ! ini luar biasa janin perawan untuk menambah pesona dan kecantikan serta juga kekuatan ilmu hitam ! janin ini hasil hubungan dengan mahluk halus ! makanya disebut janin perawan hi ... hi ... ini sangat langka sekali ... hi ... hi tak sabar rasanya !" mbok Siyem menyimpan kotak itu di tempat tersembunyi setelah itu menghilang.
Bersambung ...