"Serius lo, gila ! masa lo jatuh cinta sama dia sih ? ayolah masih banyak cewek cantik lain yang lo bisa pilih !" ujar Irawan yang agak mengejeknya, tapi Suherman tidak perduli dengan perkataan temannya itu.
"Lo pasti telah di guna-guna Man ! penari gitu si udah biasa !" katanya lagi.
"Kok, lo tahu ?" tanya Suherman heran.
"Eh, asal lo tahu tempat tinggal gue itu, gudangnya dukun tahu ! kalau lo suka sama seseorang, gue ajak ke dukunnya biar di pelet !" jawab Irawan. Tapi hati sudah terlanjur cinta apapun pendapat orang lain .
Sementara itu, Mayang malah kepikiran tentang Suherman. Sejak menari dengannya ada perasaan lain di hatinya.
"Kok bisa sih ?" Ucapnya tanpa sadar.
"Masa sih ?" Mayang menghela nafas.
"Mungkin hanya perasaanku saja, jangan geer kamu Mayang! Dia siapa dan aku siapa ?" Ujarnya mengalihkan tentang perasaannya sendiri.
Keesokan harinya, Mayang seperti biasa menuju sanggar untuk berlatih menari. Di sanggar, dia melihat Susanti sedang asyik bergosip dengan temannya.
"Sus, kamu hebat deh! Kok bisa kamu mendapat saweran dari juragan kaya itu ?" Puji temannya. Susanti hanya tertawa, tapi berubah mendelik matanya melihat Mayang datang, semua pun melirik. Mereka tahu siapa kini primadonanya, Susanti boleh saja mendapat kakapnya. Tapi tidak ikan masnya. Yap Mayang berhasil memikat bujang idaman di desa ini yaitu Suherman.
"Sepertinya, sudah ada yang pake pelet nih !" Sindir Susanti. Tetapi Mayang tidak perduli dan menuju kesebuah ruangan untuk berganti baju.
--------
Tiba-tiba datang manajer dan sekaligus pemilik sanggar. Dia datang dengan seorang lelaki, dari pakaiannya bukan sembarangan.
"Anak-anak, beberapa hari lagi kita mendapat tawaran manggung! Tepatnya untuk perayaan tahunan pabrik Gula !" Ujar pemilik sanggar seorang perempuan memakai kebaya. Tentu saja semua senang.
"Tentu, dua primadona penari kita di tanggap oleh mereka !" katanya lagi, Susanti awalnya senang tiba-tiba cemberut, sementara Mayang diam saja tak berkata apa pun.
Setelah itu semuanya berlatih bersama untuk pementasan nanti, konon akan di hadiri oleh para juragan kaya lainnya.
"Wah ... akan ada hujan saweran nih !" semua tertawa senang, termasuk Susanti.
"Eh, lihat deh! kamu sadar engga kalau Mayang terlihat cantik dan seksi ?" bisik teman-temannya.
"San, sepertinya dia emang saingan beratmu sekarang !" muka Susanti semakin memerah.
"Susanti! ayo sekarang giliran kamu !" perintah pelatih tari sanggar. Susanti pun maju dan mulai menari.
"Stop, kok nadanya berbeda sih !" ujar Susanti marah. Semua pemain gamelan saling pandang, karena merasa sama tak berubah.
Dan hal itu beberapa kali terjadi, bukan hanya itu Susanti untuk pertama kalinya juga di marahi oleh pelatih tarinya karena salah gerak tapi gadis itu melawan karena sudah benar, semua hanya terdiam. Ketika selesai Susanti menuju ruang rias dengan mata sembab karena marah, kesal atas apa yang terjadi.
"Kurang ajar, sialan !" Susanti melemparkan apa pun yang ada di meja riasnya.
"Ini semua ulah si Mayang brengsek! awas saja kamu Mayang !" ucapnya geram, sambil mengepalkan tangannya.
Sementara di luar, Mayang tetap berlatih bahkan semua seperti bersemangat dan melupakan insiden tadi bersama Susanti. Sang pelatih pun tersenyum senang. Susanti pulang dengan muka awut-awutan. Ibunya pun heran melihat tingkah putrinya itu.
"Ada apa denganmu ?" tanyanya.
"Aku kesal dan marah sama semuanya! terutama si Mayang brengsek itu !" jawabnya dengan marah, dan Susanti pun menceritakan semuanya, ibunya terdiam.
"Oh begitu, Mayang itu ... penari kedua kan? kok bisa, kamu sudah mendapatkan uang banyak kan dari saweran ?" tanya ibunya kembali heran.
"Iya sih, tapi dia berhasil memikat Suherman ..." jawab Susanti pelan.
"Oh ... kali ini soal lelaki! Suherman ... apa dia anak juragan perkebunan teh terbesar di desa kita itu kan ?" tanya ibunya, Susanti mengangguk
"Apa ... kamu menyukainya ?" tanya ibunya lagi.
"Ya iyalah, sudah sejak lama... dia ganteng dan kaya raya lagi! kalau wanita lain yang suka aku tak perduli, tapi kalau sampai jatuh hati dengan Mayang aku tidak terima !" ucapnya dengan nada tinggi.
"Ha ... ha ...!" ibunya hanya tertawa.
"Gampang itu mah, kamu tahu sayang? bapanya itu adalah klien mama! dan dia 'donatur' yang besar untuk mama !" ujar mamanya tersenyum seringai. Susanti yang tadinya cemberut menjadi sumringah.
"Serius mama ?" tanyanya tak percaya.
"Tentu saja, dia mah sudah di tangan mama !"
"Kamu jangan khawatir, kalau urusan sainganmu itu mah kecil !" jawab ibunya, sambil menjentikan jari.
"Terima kasih, mama !" Susanti memeluk mamanya.
"Sekarang, kamu konsentrasi sama pertunjukanmu ya, sayang !"
"Mama, akan membuatumu lebih bersinar dan bercahaya! biar kamu dapat saweran yang banyak !" ucap ibunya, sambil mengusap rambut putrinya.
"Iya, mah !" jawab Susanti sambil tersenyum.
--------------
Suherman kembali ke kampung halamannya, kebetulan memang sedang libur. Satu tahun lagi dia akan lulus dari kuliahnya. Dia diminta pulang, karena ada acara yang sangat penting. Hari menjelang sore, mobil yang di kendarainya berjalan hati-hati karena berkelok-kelok dan agak sempit. Tanpa di duga di tengah perjalanan dia melihat sesosok sedang berjalan sendirian. Perlahan mobilnya mendekat, sorot lampu sudah dinyalakan dan yang disorot membalikan tubuhnya. Suherman tertegun dan menghentikan mobil dengan mendadak.
Ya, dia melihat sesosok gadis yang selama ini di impikannya berdiri dihadapannya. Sementara Mayang, menutup matanya dengan tangan karena silau lampu mobil. Suherman mematikannya dengan cepat. Dan kemudian turun dari mobi, mata Mayang terbelalak melihat lelaki yang keluar dari mobil.
"Neng ... anu mau kemana ?" tanya Suherman gugup.
"Anu ... kang, mau pulang ..." jawab Mayang pelan dan menunduk.
"Emang dari mana? kok sendirian ?" tanya Suherman kini sudah bersikap biasa, sambil berjalan mendekat.
"Dari ... tempat latihan ... " jawab Mayang.
"Kamu, yang dulu menari dengan saya itu kan ?" ujar Suherman untuk memastikan apa yang dilihatnya benar.
"I..Iya kang, betul ..." Suherman menatap Mayang dari ujung rambut sampai kaki gadis itu, rambut indah hitam panjang tergerai indah, memakai kebaya warna kuning dan kain batik, ada selendang putih di lehernya. Mata Suherman menatap lekat ke wajah Mayang yang tanpa riasan tapi cantik sekali.
"Kenapa, akan lihatnya begitu ?" tanya Mayang.
"Oh, maaf! engga, takut yang lain !" jawabnya, sambil menggaruk rambut salah tingkah karena kepergok menatap gadis.
"Yang lain? maksudnya hantu? waduh, si akang meni tega ..." ucap Mayang tertawa kecil, jantung Suherman berdegup kencang mendengar tawa renyahnya.
"Oh, bukan ya! aduh, saya salah !" Suherman ikutan tertawa.
"Kok, latihannya sampai sore gini? ini sudah mau malah loh ..." Suherman.
"Iya, kang! kan ada pertunjukan lagi! saya dan lainnya di tanggap sebagai penari lagi !" jawab Mayang.
"Memang di tanggap dimana ?" tanya Suherman penasaran.
"Itu, katanya ada pabrik gula yang baru !" jawab Mayang, Suherman tertegun. Dia baru menyadari bahwa, ayahnya menyuruh pulang untuk menghadiri usaha baru didirikan yang bekerja sama teman ayahnya sesama saudagar kaya. Suherman menyebutkan nama pabrik itu.
"Iya, kang itu! kok akang tahu ?" tanya Mayang heran.
"Iya, lah! keluarga akang juga punya andil di sana !" jawab Suherman tersenyum, Mayang terkejut dan baru menyadari bahwa pemuda di hadapannya adalah anak saudagar kaya di kampungnya.
"Maaf, saya ... agan !" ucap Mayang berubah menghormat kepada lelaki itu.
"Loh ... jangan begitu neng! biasa saja atuh !" jawab Suherman, tanpa sadar menyentuh pundak Mayang dan keduanya bertatapan ...
Bersambung ...