Tristan turun dari lantai atas dan menggamit tangan Haruna.
"Ayo, jalan!" Tristan membukakan pintu mobil bagian belakang. Ia duduk di sebelah Haruna.
Haruna melirik ke mobil yang lain. Empat orang pengawal sudah masuk ke dalam mobil yang terparkir di belakang.
"Hanya pergi ke mall, haruskah membawa pengawal sebanyak itu?"
"Kenapa? Kau takut tidak bisa lari," ucap Tristan dengan tatapan tajam.
"Tidak, bukan begitu, hanya saja … sudahlah! Lupakan," ucap Haruna. Ia duduk tegak kembali. Wajah Haruna seperti baju belum disetrika, kusut sekali. Haruna tidak bisa merayu Tristan jika para pengawalnya itu ikut. Rencananya pulang malam ini tidak akan berhasil kalau begitu. Itu membuat Haruna sedih.
Tristan tidak suka melihat wajah muram Haruna. Ia menyuruh sopir untuk keluar dan Tristan mengambil alih kemudi.
"Saman, biar saya pergi berdua saja dengan Haruna. Bilang juga pada mereka, tidak perlu ikut," perintah Tristan.
Haruna segera keluar dan pindah duduk di depan. Ia tersenyum karena ia bisa melancarkan rencananya. Haruna menatap jalan ramai di depannya. Sepanjang jalan, Haruna memikirkan kata-kata apa yang akan diucapkannya nanti.
Di sampingnya, Tristan tersenyum geli melihat Haruna menggerutu pelan. Entah apa yang Haruna gumamkan, tetapi tingkahnya itu sangat menggemaskan di mata Tristan. Sesenang itukah Haruna jalan-jalan dengannya. Pikiran Tristan dipenuhi dengan tingkah lucu Haruna sejak sore.
***
Di rumah Kamal, Kia baru saja tertidur. Vivi menyelimuti tubuh Kia lalu meninggalkannya di kamar Haruna. Vivi sudah mengajak Kiara untuk pindah ke kamarnya, tetapi Kia selalu menolak. Ia hanya ingin tidur di kamar Haruna.
"Vi, Kia sudah tidur?" tanya Anggi. Jam delapan malam, biasanya Anggi sudah tidur. Namun, malam ini Anggi sedang gelisah. Seperti menantikan kedatangan seseorang.
"Sudah, Ma. Vivi juga mau tidur karena besok hari pertama pembukaan cafe. Mama tidak tidur?" tanya Vivi yang heran melihat ibu angkatnya itu gelisah.
"Mama belum mengantuk. Tidurlah lebih dulu," ucap Anggi.
Vivi hanya mengangguk dan berlalu meninggalkan ruang tamu. Sedangkan Anggi masih duduk di sofa ruang tamu. Berkali-kali ia menoleh ke arah pintu. Berharap putrinya, Haruna, pulang dan memeluknya. Anggi sangat merindukan Haruna. Begitupun Kiara, Vivi, dan Kamal.
***
Haruna turun dari mobil dan melangkah masuk sendirian. Tristan masih mencari tempat parkir, tapi Haruna sudah keluar lebih dulu dari mobil. Ia khawatir Haruna melarikan diri dan segera keluar untuk menyusulnya. Tristan membiarkan mobilnya terparkir sembarangan.
"Haruna! berhenti!" panggilnya.
Haruna menurut dan berhenti. Ia menunggu Tristan menghampirinya.
Tristan menggenggam tangan Haruna. "Jangan berpikir untuk kabur!" ancam Tristan.
"Siapa yang mau kabur, kamu saja yang jalannya lambat seperti siput," ejek Haruna. Ia hanya bisa menurut saat Tristan menariknya untuk pergi.
Haruna mengajak Tristan masuk ke sebuah toko kosmetik. Saat Haruna dan Tristan masuk, semua orang terpesona memandang mereka.
"Wah, pasangan yang sempurna. Yang satu sangat cantik dan satunya sangat tampan," ujar pelayan wanita.
Tristan tersenyum bangga mendengar pujian beberapa orang tentang dirinya dan Haruna. Lain Tristan tentu lain pula isi hati Haruna. Tristan tersenyum ramah pada orang yang mengatakan kalau ia cocok dengan Haruna.
Namun, Haruna justru tidak suka dirinya dikatakan cocok dengan Tristan. Tidak mungkin ia harus menjadi pasangan sesungguhnya dari Tristan. Rasanya jika seluruh lelaki di dunia punah dan hanya ada dia, Haruna lebih memilih melajang seumur hidup.
"Silakan, Nona. Anda mencari merk apa?" tanya pelayan itu dengan ramah. Namun, Tristan tidak suka dengan pandangan pelayan itu padanya. Pelayan itu seperti orang kelaparan yang baru menemukan makanan. Ia sampai menelan saliva saking kagumnya dengan wajah dan tubuh Tristan.
"Maaf, bukankah seharusnya kau melayani kekasihku? Kenapa kau terus melamun sambil menatapku?" ucap Tristan dengan mata berkilat marah. Ucapannya memang pelan, tetapi aura gelap di wajah Tristan itu membuat si pelayan ketakutan. Ia segera menunduk dan kembali melayani Haruna.
"Ini semua tolong dibungkus ya, Mba!" ucap Haruna setelah memilih kosmetik yang biasa ia pakai.
Pelayan itu membungkusnya dengan rapi. Tristan memberikan uang tunai untuk membayarnya. Setelah Haruna menerima bungkusan itu, Tristan segera menarik tangan Haruna. Ia tidak betah berlama-lama.
"Ada lagi yang ingin kamu beli?" tanya Tristan sambil menarik tangan Haruna.
"Hei! Apa kamu pikir kalau aku ini hewan peliharaan?" Haruna kesal dengan tingkah Tristan yang menarik tangannya. Haruna malu dengan pandangan orang-orang karena Tristan menariknya seperti seorang istri yang tertangkap selingkuh.
Tristan melambatkan langkahnya dan berjalan beriringan dengan Haruna. Di tempat parkiran, tukang parkir sedang kebingungan mengatur mobil yang akan keluar. Mobil Tristan menghalangi jalan dan sang pengemudi sudah lelah sejak tadi.
Melihat Tristan, tukang parkir itu segera menuding Tristan dan memarahinya.
"Wah, ini nih orangnya. Mas, cepat singkirkan mobilnya! Menghalangi jalan orang lain saja," maki tukang parkir.
Tristan sudah bersiap menghajar tukang parkir. Jika saja Haruna tidak menahannya, pasti tukang parkir itu sudah habis terkena amukan Tristan.
"Pak, bagaimana ini? Saya mau pulang," ucap sopir yang menunggu mobil Tristan pergi.
Mendengar suara yang terasa akrab di telinganya. Tristan pun menghampiri dan melihat siapa pengemudi itu. Ternyata Tristan memang mengenal pemilik suara itu.
"Jef, kamu Jef, kan?" tanya Tristan.
"Tristan," sahut Jefri. Ia keluar dan saling bertukar kabar.
"Kapan pulang ke Indo? Sombong sekali. Sudah di Indo, tetapi tidak memberi kabar padaku," ucap Tristan.
"Aku baru pulang seminggu yang lalu. Besok aku akan membuka cafe, datanglah jika sempat!" Jefri melirik ke arah Haruna. Jef terpesona melihat wajah Haruna yang polos tanpa make-up. "Em, dia, siapa?" tanya Jefri. Yang Jefri tahu, Tristan menjalin kasih dengan Stevi.
"Haruna, calon istriku," jawab Tristan.
"Apa? Calon istri, mimpi saja sana. Aku tidak sudi jadi istrimu." Haruna memaki dalam hati. Ia tidak bisa membuat Tristan marah.
"Haruna," ucap Haruna sambil mengulurkan tangan.
"Jefri," jawab Jefri sambil menyambut uluran tangan haruna.
"Ekhem!" Tristan berpura-pura batuk karena tangan Haruna dan Jefri belum dilepas.
Jefri segera menarik tangannya. Satu hal yang tidak dimengerti oleh Jefri. Dulu Tristan sudah berencana melamar Stevi. Lalu, kenapa calon istrinya bukan Stevi.
"Bukankah kau sudah melamar Stevi? Kenapa jadi dengan dia?" bisik Jefri.
"Ceritanya panjang. Sudah malam, kami pergi dulu. Kami akan datang besok," ucap Tristan. Ia berpisah dengan Jefri dan pergi meninggalkan parkiran dengan mobil hitamnya. Ia malas membahas Stevi karena itulah, Tristan memilih pergi. Ia tidak ingin Jefri bertanya lebih jauh. Stevi telah lama pergi dari hatinya. Tristan juga tidak mau mengingat kenangan pahitnya dengan Stevi.
Bayangan saat Stevi bergerak liar di atas tubuh seorang bule itu tidak dapat hilang. Sampai kapanpun Tristan tidak sudi menjalin hubungan kembali dengan Stevi. Walau hanya sebatas teman pun, ia tidak mau. Apa lagi kalau harus menikahi perempuan kotor sepertinya. Tidak akan pernah Tristan lakukan.