Aku memandang sekeliling, kami berada di sebuah parkiran, tapi bukan parkiran rumah di Postdam.
" Kita dimana Valter. Sepertinya ini bukan rumah. " ucapku bingung dan menoleh ke kiri dan ke kanan.
" Kita di Berlin, kita berada di parkiran restaurant." jelas Valter sambil mematikan mesin mobil.
Aku melirik arloji yang melingkar di tangan kanan, sudah pukul 18.00, sudah waktunya makan malam.
" Baiklah, tapi kita akan terlalu malam berada di luar dan balik ke Postdam. " ucapku lagi menoleh memandang wajah Valter.
" Kita akan menginap di Berlin sayang, malam ini kita tidak akan pulang ke rumah. Aku masih ingin melihat senyum dan semangatmu lagi ketika berada di luar rumah." sahut Valter, sambul melipat rambutku ke belakang telinga.
" Baiklah Valter, cacing di perutku sudah menjerit. " sahutku lagi.
Kami melangkah menyusuri parkiran menuju restaurant tempat kami makan malam, tanganku mengengam erat tangan Valter yang berjalan di sebelahku namun pikiranku sibuk mencemaskan keadaan George dirumah yang akan kehilanganku, dan mungkin akan bermasalah dengan jam tidurnya yang terbiasa mengengam tanganku sebelum memejamkan mata.
-
Kami memasuki sebuah ruangan yang luas, aku membaca nama restaurant di sebuah tanda di depan pintu, grill royal restaurant. Ada sekitar 100 unit meja kursi yang di tata sedemikian rupa, sebagian besar pengunjung adalah pasangan pasangan, yang menikmati makan malam romantis dengan suasana temaram.
Restaurant ini terkenal dengan tempat favorit para selebriti, politisi, pejabat lokal atau para pebisnis, ruangan berbentuk persegi, terdapat kaca besar transparan yang memungkinkan kita menikmati pemandangan malam hari dan tepi sungai yang berada tepat di sebelah restaurant.
Ada banyak karya seni yang digantung di dinding, lampu lampu dengan gaya tahun 1960 an, dengan nuansa warna merah pada lentera dan beberapa sofa yang nyaman. Aku dan Valter duduk di meja dengan nuansa putih, aku sempat melirik seorang aktor Germany yang duduk di meja di seberang kami.
Pelayan dengan pakaian ungu lengkap dengan celemek hitam menghampiri kami dan mencatat pesanan makan malam kami. Butuh kurang lebih 15 menit menunggu pesanan, namun sebelumnya aku sudah melahap roti lembab aromatik yang memiliki kekuatan adiktif di keranjang roti yang sudah lebih dulu mendarat di meja. aku sangat lapar. hihi
Aku melahap daging sapi panggang, tiram, kaviar, salad dan sup. Sausnya yang lezat dengan rasa yang manis, daging yang lembut, dan selada renyah membuatku sulit untuk berhenti.
Aku seperti tidak peduli dengan pandangan takjub Valter, ketika aku makan dengan porsi besar. Dia sudah cukup memaklumi dengan gaya makanku yang tidak mudah kenyang jika hanya beralaskan roti dan salad.
Kalau boleh berbangga itu suatu hal dariku yang membuatnya gemas. Aku selalu memerankan peran sukses setiap acara makan tiba. Seperti istilah di tanah airku, segala makanan yang masuk selain nasi, hanyalah cemilan.
-
Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang yang lembut di sebuah hotel di Berlin, setelah membersihkan diri, dan mengeringkan rambut yang masih setengah basah.
Aku memandang tumpukan renda di atas ranjang berkelambu yang di desain klasik dan mewah. Pikiranku menerawang kemana mana, rasanya seperti mimpi, aku memulai perjalanan dari sebuah negara di bagian Timur dunia, dan terperangkap dalam makmurnya kehidupan bangsawan Germany.
Aku yang tidak tau diri ini, bahkan menjalin hubungan dengan kakak beradik yang menurutku keduanya nyaris sempurna.
" Kamu akan segera tidur ? " tanya Valter yang berdiri di samping ranjang, yang kemudian membungkukkan badanya menatapku dengan posisi terbalik.
Aku mengeleng kan wajahku, sambil tertawa geli melihat wajah Valter dari posisi terbalik. Aku menyentuh bibir nya yang lucu, dan Valter menghujaniku dengan kecupan kecupan yang membuatku geli.
Valter bahkan tidak tau bahwa jauh dilubuk hatiku aku merindukannya, dan kesepianku berada jauh darinya membuatku jatuh ke dalam gengaman George. Aku memperhatikan wajah tenang Valter yang tersenyum, di saat saat seperti ini aku bahkan mengutuk diriku yang tega telah membagi hatiku.
Aku menarik Valter agar menjatuhkan diri ke ranjang, saat Valter merebahkan diri , secepatnya aku membalikkan badan ku dan duduk di atas badan Valter yang terbaring di atas ranjang.
Aku mendekatkan wajahku dan memulai mencium Valter, hangat aroma nafas Valter membuatku menciumnya dan menciumnya lagi, Valter seperti sedikit terkejut namun mudah menyesuaikan diri merespon aksi agresifku.
Rasa rindu yang begitu kuat didukung suasana kamar yang romantis membawa kami terbawa ke dalam emosi cinta dan mengubah neurobiologi otak kami.
Kami menikmati ciuman demi ciuman, sentuhan demi sentuhan dan berbagi momen intim bersama.
Ada detik dimana kami berhenti dan berusaha mengambil kontrol diri untuk tidak sampai berhubungan intim, tapi dalam sepersekian detik, kami menemukan diri kami kembali menyatu dan berbagi gairah.
Komitmen yang kami bangun untuk tidak berhubungan intim hanya bertahan dalam 7 bulan, itu pertama kalinya aku begitu aktif dan agresif berhadapan dengan pria. Aku sangat merindukan Valter juga menginginkanya.
-
Valter sempat membawaku mengunjungi beberapa landmark di kota Berlin sebelum bertolak balik ke Postdam. Tempat tempat iconic dan menarik di kota ini terletak tak jauh satu dari yang lainnya, sehingga dalam waktu singkat, bisa mengunjungi beberapa tempat sekaligus.
Kami sampai di rumah di Postdam pukul 15.20 petang hari di awal september, suasana rumah begitu sepi. Pekerja yang biasanya berada di sekitar pun tak tampak, Valter memarkirkan mobil di bagian belakang kamu masuk lewat pintu belakang yang langsung terhubung ke ruang keluarga.
" Kemana semua orang ? Kenapa tampak sunyi ? " ucapku memasuki ruangan bersama dengan Valter.
Valter berjalan tenang ke dalam ruang keluarga, ruang keluarga pun tampak hening, semua sepertinya senang pergi, gumanku dalam hati.
" Sepertinya mereka tidak ada dirumah ? apa mereka pergi dengan membawa George ? " ucapku lagi sambil menoleh ke arah Valter.
Dengan kompak kami berdua bergegas menuju kamar George mencari petunjuk kira kira kemana perginya semua orang di dalam rumah.
Di dalam kamar George kami tidak menemukan siapapun, suasana tampak sangat sunyi, perawat, dokter bahkan juru masak semua seperti hilang di telan bumi.
" Cobalah menghubungi phonecell mama atau papa. " usulku.
Valter merogoh phonecell di saku baju dan mencoba menghubungi orang tuanya.
" Tidak ada jawaban." sambil menggelengkan kepala.
" Sudahlah, cepat atau lambat pasti mereka memberi kabar. Ayo kita ke kamar. " Valter mematikan phonecell dan mengajakku keluar dari ruang kamar George.
Aku mengikuti langkah Valter dari belakang menuju kamar kami, bunyi balon meledak diiringi suara berasal dari dalam kamar kami ketika Valter membuka pintu.
"Zum Geburtstag viel Glück!
Zum Geburtstag viel Glück!
Zum Geburtstag liebe Valter.
Happy birthday Valter. OMG, aku cukup kaget, bahkan tidak ingat kalau tanggal 9 september adalah hari kelahiran Valter, aku terperanjat kaget sambil memandang ke arah Valter yang juga sama kaget sama sepertiku. Valter lupa kalau hari ini hari ulang tahunnya.
🎁🎁🎁