Chereads / Aku dan 1000 kota / Chapter 26 - Garmisch-Partenkirchen, Germany

Chapter 26 - Garmisch-Partenkirchen, Germany

" Aku rindu." bisikku sambil memeluk Valter.

Perjalanan dua hari yang cukup membuat fisik dan mentalku mengalami fase grafik tinggi rendah, aku membenamkan diri di pelukan Valter.

Rasa letih akibat perjalanan belum juga hilang.

" Apakah harimu menyenangkan ? " tanya Valter sambil mengusap lembut rambutku.

Aku menganguk pelan, tidak ingin mengeluarkan banyak kata. Aku hanya ingin beristirahat.

" Aku sangat letih dan kurang istirahat. "

" Apa kita akan pergi ke Frankfurt besok ? Jika kamu masih letih, sebaiknya kita menundanya. " ucap Valter berbisik lembut.

Aku terlalu letih untuk menjawabnya. Aku tertidur lelap di pelukan Valter.

-

Tidur kali ini rasanya teramat panjang, alam mimpi seakan merekat mataku dengan erat, nampak samar samar bentuk garis wajah pria yang semakin lama semakin jelas, aku membuka mataku lebih lebar lagi, disana ada Valter yang sementara memperhatikan wajahku.

" Jam berapa ini ? Apakah sudah pagi ? " tanyaku sambil bangkit dan merenggangkan tangan melemaskan otot otot kaku.

" Masih pukul 7.00, aku berharap kamu terbangun lebih dini. Aku ingin mengajakmu pergi. " ucap Valter

" Bukankah kita menunda mengunjungi orang tuamu ? "

" Ya,perjalanan ke Franfurt sebaiknya kita tunda, akan sangat meletihkan untukmu. aku akan menunggu hingga badanmu cukup stabil dan kuat untuk perjalanan jauh. "

"Hari ini aku berencana mengajakmu ke suatu tempat tidak jauh dari Munich, kamu tidak akan menyesal untuk ikut, sebaiknya kamu segera bersiap. Akan banyak wisatawan jika kita datang terlalu siang, perjalanan ke sana akan memakan waktu satu jam perjalanan. " tambah Valter lagi.

-

Setelah satu jam berkendara, Valter memarkirkan mobil di sebuah hotel di Garmisch-Partenkirchen, sebuah kota kecil kawasan Oberland di dekat perbatasan Germany dan Austria.

Kami menikmati makan pagi di sebuah hotel dengan panorama yang luar biasa di samping danau jernih, dengan lingkungan hijau segar berupa jejeran pohon pinus berbaris rapi di baur birunya langit yang sangat kontras mengimbangi pegunungan es yang membentang luas dibelakangnya. sangat indah.

Aku mengamati wajah Valter lekat lekat, pagi ini dia mengenakan kemeja putih dengan celana pendek berwarna biru laut , nampak casual dan cocok yang membalut kulit putih bersihnya, sepasang mata birunya laksana permata yang berkilau diterpa sinar mentari, dipadu kilau keemasan dari rambut blonde yang tertata rapi, struktur wajahnya simetris nampak sempurna dengan pembawaannya yang tenang dan sedikit dingin. Aku baru saja menyadari bahwa Valter begitu tampan. hhhhh.....

Valter mengangkat wajahnya dan tersenyum, meraih tanganku dan mengengamnya. Pria ini tak banyak bicara dan tak banyak bertingkah, perhatiannya lebih kepada "action" tanpa diminta, berwawasan luas, cerdas dengan selera humor sedikit aneh. satu hal yang kusukai dia hanya tersenyum untukku.

Aku mengikuti Valter menyusuri padang rumput hijau yang indah, suasana begitu syahdu, dan sangat alami, ada suara kicau burung yang menentramkan hati, nampak rumah rumah kecil dari bahan kayu, domba domba yang sedang merumput disekitar kita, anjing kecil poodle berlarian, dan beberapa ternak sapi disekitar.

Kami terus berjalan hingga tiba di jalan setapak beraspal dan memasuki suasana yang sedikit berbeda berupa hutan-hutan liar yang berkontur jalan menanjak dan naik dan turun, sebelahnya ada sungai berair jernih yang mengalir deras.

Gemuruh air terjun terdengar keras saat memasuki lokasi yang kita tuju, di depan pintu masuk, bagian atas pintu ada sebuah plang bertuliskan " Partnachklamm " dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan Gorge Partnach.

Valter memasangkan raincoat untukku, mengengam erat tanganku karena di dalam sangat licin juga basah dari percikan hujan dari air terjun yang mengalir di antara bebatuan sempit. Tempat ini begitu menakjubkan, ngarai sepanjang tujuh ratus meter dengan kedalaman lebih dari delapan puluh meter yang terbentuk melalui proses alam yang terjadi jutaan tahun lalu.

Memasuki pintu ngarai, seperti memasuki sebuah gua yang lembab, sebagian gelap sebagian lagi terang, kita berjalan diapit di antara tebing bebatuan karang yang tinggi dan kasar dan sungai sempit berair jernih dengan aliran deras.

Di sepanjang jalan sempit dipagari dengan besi sehingga cukup aman untuk pengunjung. Semakin kita berjalan lebih dalam, semakin indah terukir lekak lekuk lembah terjal.

Dari atas air gletser mengalir di sela dinding batu menimbulkan efek percikan hujan lokal selama menyusuri ngarai. Bunyi air terjun, percikan air hujan dan ukiran stalagtit indah di dinding ngarai bagiku seperti bercumbu dengan alam.

Sebelum bertolak balik ke rumah, kami sepakat bertemu Mia di sebuah restaurant sekaligus rumah bir 'Paulaner', restaurant ini lebih modern daripada Hofbrauhaus, rumah bir yang sebelumnya kami kunjungi. Interior, desain dan furniture tampak lebih elegan dan mewah. Valter lebih dulu masuk sebelumku, sepertinya Valer memiliki VIP member di tempat ini, dan kami dilayani dengan sangat baik serta di tempatkan di ruang privat dengan pemandangan yang indah.

" waw, tempat ini indah, jika bukan karenamu aku mungkin hanya akan dilayani seperti para turis di bawah. " sahutku dengan mata menyapu seluruh isi ruangan.

Kaca jendela besar yang menghadap tepat ke arah jantung kota, wallpaper dengan dekorasi elegan lengkap dengan cahaya lilin dan peralatan makan dengan berkualitas diatas.

" Kamu bisa ke tempat ini kapanpun kamu mau. " sahutnya tersenyum.

" Tapi dengan tambahan biaya tentunya. " sahutku lagi. " Kamu tidak perlu memboroskan uangmu dengan menyewa tempat ini. "

" Tenanglah Jade. Aku punya kartu sakti untuk itu . " ucap Valter dengan tenang, sambil memperhatikanku yang berdiri di dekat kaca jendela besar menikmati pemandangan kota.

Pembicaraan terpotong, nampak Mia berjalan menuju ke arah kami diikuti seorang pria di belakangnya. Aku menyambut Mia dengan pelukan.

" Ini Carl - tunanganku." disamping Mia berdiri seorang pria cukup tampan dan terlihat matang untuk bersanding dengan Mia.

" Carl ini Jade - teman perjalananku yang juga pacar Valter." Carl tersenyum ke arahku.

Aku mengangukkan kepala menyapa Carl.

" Senang bertemu dengan kau, Jade. Mia sudah cerita banyak tentangmu ." sambut Carl dengan ramah.

" Makasih Carl. Akhirnya aku mengenal siapa belahan jiwa Mia. " sapaku balik.

Kami berempat duduk berhadapan dan menikmati makan malam, sepertinya tempat ini bukan tempat pertama kali mereka kunjungi, atau lebih tepatnya mereka sudah sering berada disini untuk berkumpul.

Pesta kecil berlangsung selama dua jam, diisi oleh cerita cerita Carl tentang Mia dan persiapan pernikahan mereka.

-

" Aku sangat senang melihatmu Mia. " bisik Mia, sambil berjalan keluar restaurant.

Kami berdiri sebentar depan restaurant, sambil menunggu Valter yang belum menyusul kami keluar.

" Aku juga Mia, kuharap kita bisa sering bertemu. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu, banyak cerita yang ingin aku share." bisikku pelan.

" Tidak pekan ini, aku harus menyelesaikan pekerjaanku terlebih dahulu. Pekan depan cuti ku akan dimulai, kau bisa membantuku menyiapkan persiapan pernikahan, jika tidak keberatan. " sahutnya penuh semangat. Mata Mia terpancar kelegaan dan sinar bahagia menyambut hari besar di kehidupannya.

" Apakah kamu sudah mengunjungi orang tua Valter di Frankfurt ? " Masih dengan posisi yang sama menatapku lekat.

" Belum, Aku baru tiba dari Austria. Kami belum sempat berkunjung." ucapku.

" Kuharap semuanya lancar dan baik." sahut Mia sambil menepuk bahuku.

" Maksudmu ? aku kurang mengerti."

" Apakah Valter sudah menceritakan siapa dia ?"

" Maksudmu ?" kejarku lagi dengan penasaran.

" Ah, sudahlah. tidak penting. Aku duluan ya " sahut Mia berjalan cepat berlalu dari hadapanku.

" Ayo Jade, mari kita pulang." sahut Valter dari belakang sambil mengamit lenganku.

🥨🥨🥨