"Kuharap kamu tidak tersinggung atas ucapan Ayah, dia memang seperti itu, selalu mengambil kesimpulan dan merasa paling benar. Walau bagaimana pun ia adalah pahlawan besar untuk hidupku," ucap Ben menolehkan wajahnya menatap ku, ketikia kami berdiri di balkon rumah yang di hiasi bunga, dan paparan hangatnya mentari, aku menjatuhkan kepalaku ke lengan Ben, sambil terus memandang kejauhan.
Entah bagaimana nanti langkahku selanjutnya, rasa rindu itu sudah pupus berganti rasa muak, aku terlalu banyak menahan rasa sakit di dada, karena perasaan cemburu, dan kejadian berulang itu hanya menimbulkan rasa jenuh di hati, ingin rasanya menangis terisak seperti waktu itu, namun air mata sepertinya sudah mengering, secepat itu rasa menguap, dan terganti dengan perasaan terabaikan. Rindu itu sudah berlalu menjauh, dan hati sudah lebih siap akan kenyataan.