Maaf jika banyak typo 🙏
.
.
.
.
.
'Sial! jika aku tahu bahwa jarak antara pintu utama mansion dengan gerbang keluar bisa mengitari tiga kali lipat besarnya lapangan sepak bola, aku memilih tawaran salah satu bodyguard tadi! lihatlah aku bahkan harus melepaskan high heels itu agar tumit cantikku tidak lecet!' Vanya membatin dengan panjang kali lebar, ia yakin semua kesialannya dari semalam sampai detik ini itu di sebabkan karena kutukan Tuhan atas perbuatan bodohnya.
Vanya menarik napas membiarkan rongga dadanya di penuhi oleh oksigen baru, peluh mulai memenuhi area dahinya teriknya sinar matahari membuat Vanya mendengus kesal.
"Akhirnya sampai."
Pintu gerbang terbuka otomatis menyisakan seorang wanita tengah melambaikan satu tangan ke arahnya, Vanya antusias meski letih kedua kaki jenjangnya harus tetap kembali melangkah atau bisa saja Elard berubah pikiran dan menjadikannya budak nafsu seperti dalam cerita novel dewasa pada umumnya.
"Jagan dulu bicara, biarkan aku menarik napas!" Vanya segera masuk ke dalam mobil, menyandarkan punggungnya lalu memejamkan kedua matanya.
Megan hanya terpaku tak percaya kenapa ia harus berada dalam situasi aneh seperti ini.
"Baiklah aku sudah tidak begitu lelah."
"Jadi kau akan memulai dari mana menjelaskan semua kekacauan ini?" tanya Megan penuh intimidasi.
Vanya membenarkan posisinya menjadi duduk tegak lalu memasang seat belt dan memasang nyegir kuda. "Sebaiknya aku menjelaskan semua ini sambil kau menjalankan mobilmu."
Megan menurut, wanita single itu segera menghidupkan mesin mobil dan mulai berjalan perlahan meninggalkan mansion dengan sejuta kenangan buruk di dalamnya, Vanya beberapa kali mengulangi aktifitasnya untuk menarik napas lalu menghirup oksigen baru. Dan hal tersebut di perhatikan oleh Megan dengan sesekali menoleh ke arah Vanya, "Kau kenapa?"
"Apa kau bercinta dengan pria tampan bernama Elard Hudsonn itu?"
Vanya bergeming.
"Jawab Vanya!" Megan kehilangan kesabarannya bahwa ia menagih janji, bahkan mereka sudah memasuki area perkotaan yang padat akan kendaraan dan temannya itu belum sepatah katapun berniat untuk menjelaskan.
Vanya nampak berusaha menelan salivanya, raut wajahnya yang kusut semakin tertekuk kusut. "Sepertinya begitu."
"Ada apa dengan kata sepertinya? kau tinggal jawab ya atau tidak?"
Vanya menoleh ke arah Megan, temannya itu barusan membentaknya. "Iya aku bercinta dengannya."
Cittt!
Suara decitan dari ban yang bergesek dengan aspal di sebabkan oleh Megan yang mengerem mendadak, untung saja tak ada kendaraan lain di belakangnya. "Kau gila Vanya? aku benar-benar menyesal telah meninggalkanmu ke toilet."
"Sudahlah semuanya sudah terjadi," tandasnya dengan santai padahal ia yang tidur dengan pria itu namun justu Megan yang nampak semakin prustasi. "Aku baik-baik saja okay."
"Kau tahu bukan jika pria bernama Elard Hudsonn itu rival suamimu?"
"Apa itu penting?"
Megan berniat menggetok dahi bodoh milik temannya itu bisa-bisanya dalam situasi genting seperti ini sang pemilik masalah itu justu nampak sangat tenang. "kau benar-benar bodoh atau memang tak memiliki otak sih? jika pria itu menyebarkan foto atau bahkan video mesum kalian bagaimana?"
"Itu nampak hal yang menjijikkan Megan, aku yakin pria itu tak mungkin melakukannya jika tidak ingin reputasi nama baiknya tercemar. Fokuslah menyetir aku sangat lelah," titahnya dengan mutlak tak bisa di ganggu gugat lagi, Vanya kembali menyandarkan punggungnya sembari mencari alasan ketika ia sampai di mansion suaminya.
"Apa Brian menghubungimu? atau menemuimu?"
"Untungnya tidak jadi kau bisa beralasan menginap di tempatku."
Vanya nampak spechlees dengan segera wanita itu memeluk bahu Megan. "Aku sangat menyayangimu Megan, segeralah menikah."
"Sebaiknya tidak, lihatlah masalah yang selalu kau terima setelah menikah? aku sangat prihatin."
Vanya bersedekapkan kedua tangan, "Lalu kau lebih memilih menjadi wanita single seumur hidupmu?"
Megan mengangguk mantap tanpa menoleh.
"Kau yakin tak ingin merasakan milikmu di sesakkan oleh kejantanan seorang pria?" Vanya menyeringai mesum karena ia tahu jika Megan masih perawan diusianya yang akan menginjak dua puluh tujuh tahun.
"Sejak kapan kau menjadi wanita mesum Van?"
"Sejak lama, kau saja yang tak tahu." Vanya menjawab dengan acuh tak acuh, kedua wanita itu kembali terdiam ketika mobil Megan membelah jalanan kota New york.
"Istirahatlah, aku malas mendengarkan ocehan mesummu!"
Vanya terkekeh geli, "C'mon Megan kau tak mungkin terus-terusan perawan di usiamu yang akan menginjak dua puluh tujuh tahun bukan?"
"Bukan urusanmu! sebaiknya kau bungkam mulutmu itu sebelum aku menyumpalnya!"
Vanya mengangkat segera kedua tangannya tanda ia menyerah dan berhenti meledek teman singlenya itu membiarkan Megan hanya fokus ke arah jalanan untuk saat ini saja Tuhan ia ingin melupakan kejadian semalam itu di mana ia tidur dengan pria asing.
'Maafkan aku Brian.'
Hanya kata itu yang siap terlontar nanti jika Brian bertanya, haruskah ia jujur? dengan berkata 'maafkan aku suamiku, semalam aku tidur dengan pria lain!'
Bagus! setelah itu kemasi barang-barangmu dan kembali hidup sederhana seperti dahulu kala, Vanya menggelengkan kepalanya dengan cepat hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat dirinya seperti sedang di cabut nyawa, "aku tidak bisa jujur saat ini."
Megan yang mendengar racauan Vanya hanya mampu menghela napas bahkan Megan yakin jika temannya itu tak menyadari jika mereka sudah sampai di mansion milik Brian.
"Kenapa kau berhenti?" Vanya menoleh ke arah Megan ketika sadar dari balik kaca mobil, jika kendaraan yang ia tumpangi sedang berhenti.
Megan menggeram kesal, "kita sudah sampai Vanya! turunlah."
"Aku takut, lihatlah ada mobil mertuaku juga." Vanya merangkul lengan Megan seperti anak kecil yang takut akan sesuatu.
Megan berdecih lebay, "Ck! kau ini bukankah kau sudah terbiasa dengan mulut pedas milik mertuamu itu?"
"Ish! kau ini, aku serius kali ini Megan. Keadaannya berbeda, di sini aku yang berdosa." Vanya mengacak puncak kepalanya.
Megan menyenggol bahu Vanya, "itu suamimu sepertinya akan pergi?"
Vanya mengekori telunjuk Megan dan berakhir menemukan suaminya tengah berpamitan dengan kedua orangtuanya, untung saja ia tak bergegas masuk jika lebih cepat tiga detik saja sudah Vanya pastikan ia akan mendapatkan siraman kalbu dari mertuanya, Vanya hanya termenung memperhatikan raut wajah Brian yang nampak kecewa, wajahnya sangat kentara akan hal itu. Vanya tahu jika Brian bukan pria yang pandai menutupi kebohongannya sendiri, Vanya menarik napas lalu menghembuskannya dengan kasar memantapkan niatnya untuk berbohong, kali ini saja Tugan ia berbohong dengan atas nama Megan sahabatnya.
"Aku keluar, dan Megan untuk kali ini kau menjadi alasanku."
Megan mengangguk, teman wanitanya itu segera memeluk tubuh Vanya. "lakukanlah aku harap tak ada masalah yang lebih fatal dari ini."
"Sekali lagi, terima kasih kau selalu membantu semua masalahku."
"Kita inu teman, apa kau lupa? sudahlah segera turun lihatlah Brian mulai melangkah kearah kita."
Keduanya berpisah di mulai dari Vanya yang segera turun dari mobil Megan, wanita itu menoleh sekilas ke arah mobil Megan lalu kembali mengalihkan pandangannya menuju sang suami. Brian membalas senyuman itu meski hatinya agak sesak mendapati ocehan dari sang ibu atas sarannya agar segera menceraikan Vanya.
"Maafkan aku-"
Ucapan Vanya tergantung karena jemari tangan Brian menempel sempurna di kedua bibir ranum milik istrinya, "pasti kau menginap di rumah Megan, bukan begitu?"
"Kenapa kau yakin? Eh, maksudku kenapa kau tahu?"
"Karena aku suamimu." Brian segera merengkuh pinggang Vanya, menjauhkan tubuh istrinya dari gerbang utama. Melupakan sepasang mata dari balik kacamata hitam tengah mengintai keduanya.
"Rupanya dia istrimu, Brian luxio."
_______________________________
Doakan ya agar cerita ini selalu UP cepat 😁😁😁
See you 💋💋💋