Gheisha berdiri di atas panggung sambil menahan sakit. Ia terus melirik jam dinding. Waktu terasa sangat lambat berjalan.
Sakit di kakinya semakin tidak tertahan. Namun, belum waktunya ia berhenti. Sedikit lagi, Ghe. Ia menyemangati diri sendiri di dalam hati.
Aryk tiba di klub malam. Ia duduk di depan meja bar seperti biasanya. Matanya berkeliling lalu berhenti ke arah panggung. Dahinya mengernyit.
"Aneh, kenapa dia tidak selincah biasanya?" tanya Aryk pada Hendry yang sudah menyiapkan minuman ringan bersoda.
"Saya juga heran, Mas. Tapi, tadi dia baik-baik saja," jawab Hendry.
Aryk menenggak minumannya. Ia menunggu Gheisha turun dari panggung dengan perasaan berdebar-debar. Kali ini, ia harus bisa bertemu dengan DJ Dandelion, DJ pujaan hatinya. Ia sangat ingin melihat wajah gadis yang telah menggelitik perasaannya. Gadis bertopeng yang selalu menari-nari di pikirannya, mengusik ketenangan hatinya.
Gheisha turun dari panggung perlahan-lahan. DJ Among kembali mengatur alat CDJ. DJ Among bekerja lebih lama waktunya dibanding Gheisha. Setiap hari, Gheisha hanya bekerja selama tiga jam saja, sementara Among dari jam sembilan malam sampai jam lima pagi saat klub malam itu tutup. DJ Among tinggal di lantai paling atas di klub malam itu. Ia adalah sahabat pemilik klub malam. Among tinggal bersama pemilik klub malam di lantai atas klub.
Melihat Gheisha turun, Aryk segera menghampirinya. Ia tidak mau kehilangan kesempatan lagi seperti sebelumnya. Aryk mengulurkan tangan saat Gheisha menuruni tangga panggung.
Gheisha tidak dapat melihat dengan jelas wajah Aryk karena lampu yang berkedip warna-warni. Ia membutuhkan seseorang untuk membantunya berjalan. Tanpa pikir panjang, Gheisha meraih tangan Aryk.
"Dande, perkenalkan, aku, A.S." Aryk memperkenalkan diri.
Deg!
Gheisha merasa mengenal suara itu. Tapi, ia lupa siapa pemilik suara itu. Beberapa detik lamanya Gheisha terdiam, sampai Aryk menegurnya.
"Dande! Apa kau masih sakit?" Aryk terlihat khawatir melihat Gheisha diam saja.
"Oh, ti-tidak. Aku baik-baik saja. Hanya … kakiku sepertinya terkilir saat naik tadi," jawab Gheisha gugup.
"Suaramu … mirip seseorang yang belum lama ini kukenal," ujarnya dengan senyum aneh.
"Hanya perasaan saja. Maaf, aku harus pulang," ucap Gheisha. Ia melangkah cepat. Walaupun, ia benar-benar sangat tersiksa dengan kakinya yang semakin membengkak.
Aryk mengejar dan mencekal pergelangan tangan Gheisha. "Kita sudah berjanji untuk bertemu. Bisakah, kau menemaniku mengobrol sebentar," pinta Aryk.
Gheisha mengangguk dengan terpaksa. Mereka mencari tempat duduk di sudut klub malam yang tidak terlalu ramai. Aryk memesan minuman ringan. Meskipun, SUN adalah klub malam, tapi mereka juga menyediakan minuman ringan bersoda untuk pelanggan yang sekedar ingin bersenang-senang. Pelanggan yang tidak suka minuman beralkohol, biasanya akan memesan minuman ringan.
"Ini minumannya. Silakan, Mas, Mbak Dande," ucap Lola, pelayan wanita di klub.
"Terima kasih," ucap mereka bersamaan.
Lola kembali ke meja bar. Dande menyesap minumannya. Ia sangat gugup bertemu dengan penggemar loyal yang memberinya hadiah cincin dan gelang.
"Bolehkah aku melihat wajahmu?"
"Maaf," jawab Gheisha singkat.
"Tidak apa-apa. Tapi, aku sangat ingin melihat wajahmu. Bagaimana kalau kita bertaruh?"
"Aku tidak suka taruhan."
"Kalau begitu … aku akan memaksamu membuka topengmu di sini!" Ary menarik sebelah ujung bibirnya. Senyuman dingin yang penuh intimidasi.
Gheisha tersenyum mendengar ancaman Aryk. Seorang penggemar mengancam akan membuka topeng Gheisha. Aryk tidak tahu kalau Dandelion menguasai ilmu bela diri.
"Aku suka mendengar rasa percaya diri yang kamu punya. Tapi, A.S, kamu salah kalau mengancamku seperti itu," ucap Gheisha. Ia kembali menyesap minumannya.
"Aku semakin mengagumimu. Kau tidak hanya wanita yang menarik, tapi juga sangat pemberani. Apa kau tidak takut dengan ancaman seorang laki-laki sepertiku? Bisa saja aku melakukannya saat ini juga." Perkataan Aryk terdengar seperti sebuah candaan bagi Gheisha.
"Bagaimana kalau kita lanjut bertaruh saja," tantang Gheisha dengan percaya diri.
"Uhm …." Aryk terlihat berpikir sambil mengusap hidungnya. Selain pandai di dunia modeling, ia juga pandai karate, pandai memasak, dan banyak keahlian yang tidak orang lain ketahui. "Apa kau yakin?" tanya Aryk.
"Ya. Tapi, aku sedang tidak enak badan hari ini. Bagaimana kalau malam minggu?"
"Boleh. Taruhan, kamu saja yang tentukan. Aku tidak terbiasa bertaruh melawan wanita, tapi demi dirimu, aku rela."
Gheisha mencoba berpikir. Ia memandang Aryk dari atas sampai ke bawah. Ia ingin bertaruh sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh penggemarnya itu.
"Kau bisa naik motor?"
"Tidak begitu bisa. Kenapa?"
"Aku ingin menantangmu balap motor. Masih ada waktu dua hari. Kamu belajar dengan giat dan kalahkan aku. Jika aku kalah, aku akan membuka topengku, tapi hanya di depanmu." Gheisha berdiri dan melangkah pergi. Langkahnya terhenti saat Aryk memanggilnya.
"Kalau kau menang?" tanya Aryk. Ia ingin mendengar semua peraturan dari Gheisha, sebelum ia mengutarakan aturannya. Mereka harus mempersiapkan dua kemungkinan antara menang dan kalah. Mereka sama-sama yakin bisa memenangkan taruhan.
"Kalau aku menang, tentu saja aku tidak akan membuka topengku," jawab Gheisha.
"Jika aku kalah, aku akan melihatmu dari jauh dan tidak akan mengganggumu lagi. Jika aku menang, kau bukan hanya harus membuka topengmu. Kau … harus jadi pacarku."
Kedua bola mata bermanik coklat itu melebar di balik topeng. Harus jadi pacarnya? Dia gila, batin Gheisha. Mereka baru bertemu sekali malam ini dan Aryk sudah menginginkan Gheisha menjadi pacarnya. Gheisha menarik napas dalam. Helaan napasnya terdengar seperti menahan emosi. Karena merasa yakin akan menang, Gheisha pun menyanggupi.
"Oke! Siapa takut," tantang Gheisha lantang.
"Deal?" Aryk mengulurkan tangannya.
"Deal." Gheisha menyambut tangan Aryk.
Para pengunjung klub malam itu menjadi saksi pertaruhan mereka berdua. Hendry juga bersemangat mendengar Gheisha bertaruh akan membuka topengnya jika kalah. Hendry sampai merekam moment itu. Selama lima tahun ini, Hendry tidak pernah menemukan hiburan yang membuatnya penasaran. Tidak lama lagi, ia akan melihat Dandelion balapan dengan Aryk.
"Sudah tersimpan," gumam Hendry sambil menyimpan video kesepakatan antara Aryk dan Dandelion. Ia tidak sabar menunggu malam minggu.
Gheisha pergi meninggalkan Aryk. Penggemarnya itu sudah menawarkan untuk membantunya, tapi Gheisha menolak keras. Aryk tidak mau membuat Gheisha marah. Meski hatinya tidak tega melihat Gheisha kesulitan melangkah. Namun, ia hanya bisa melihatnya melangkah semakin jauh.
Gheisha masuk ke kamar mandi. Ia tidak bisa berdandan jelek seperti biasanya. Keadaan kakinya yang seperti itu tidak akan bisa mengelabui orang-orang yang sudah melihatnya malam ini. Yang ada, justru mereka akan tahu jika selama ini gadis jelek yang keluar dari klub itu adalah Gheisha, DJ Dandelion yang sangat terkenal di klub malam SUN.