Gheisha menarik separuh dari jumlah tabungannya dan meminjamkannya kepada Geri. Hari itu juga, jadwal operasi sudah ditentukan. Ketika Nanda sadar, Gheisha masih di samping ranjangnya.
"Hem, Ghe-Ghe. Mana Geri?" tanya Nanda dengan suara lemah.
"Dia sedang mengurus pendaftaran untuk operasi, Kak," jawab Gheisha.
"Hah? Operasi?"
"Iya. Kak Nanda harus dioperasi karena lambungnya bocor dan Geri sedang mendaftar untuk jadwal operasinya," jawab Gheisha.
"Dia dapat uang darimana? Dia … menjual sasana? Tidak, kan, Ghe?"
"Tidak, Kak. Kak Nanda tenang saja. Geri hanya menggadaikannya," ucap Gheisha.
Ceklek!
Geri masuk sambil tersenyum senang saat melihat Nanda sudah sadar. Ia melangkah mendekati ranjang rawat dan berdiri di samping Gheisha. Walaupun Geri tersenyum, tapi Nanda tahu kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Karena Geri sudah datang, Ghe Ghe, pamit mau ke supermarket. Lekas sembuh, Kak," ucap Gheisha berpamitan.
Setelah Gheisha pergi, Nanda menatap Geri dengan pandangan marah. Geri tidak mengerti, mengapa Nanda marah padanya. Gheisha dan Geri sudah sepakat untuk tidak memberitahu darimana uang itu berasal. Jadi, tidak mungkin kalau Gheisha mengatakan itu kepada Nanda. Jadi, kenapa Nanda marah? batin Geri.
"Darimana?" tanya Nanda.
"Dari tempat pendaftaran," jawab Geri sambil duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Gheisha.
"Aku tidak menanyakan tentangmu, tapi tentang uang untuk operasi aku. Darimana kamu mendapatkan uang itu?" Pertanyaan Nanda membuat Geri dilema. Ia tidak bisa berbohong kepada tunangannya, tapi ia sudah berjanji kepada Gheisha kalau rahasia itu tidak akan bocor. Namun, Nanda mulai menangis.
"Kamu sudah mulai berbohong padaku, Ger. Kita sudah berjanji, tidak akan pernah menyembunyikan apa pun. Apa kamu sudah melupakannya?" tanya Nanda di sela isakan tangisnya.
Nanda sedang sakit. Ia tidak tega kalau membuat Nanda menangis. Namun, Nanda menangis karena mengira Geri sudah tidak mengingat janji mereka. Mau tidak mau, ia pun menjawab.
"Itu, separuhnya uang dari Gheisha. Dia meminjamkannya kepada kita. Aku akan berusaha membayarnya dengan cepat," ucap Geri dengan yakin.
"Sudah aku duga, anak itu!" Nanda menghela napas berat. Perkiraannya tepat, Gheisha yang memberikan uang untuk biaya operasinya. Namun, yang membuat kecewa adalah Geri. "Kamu tahu kalau uang itu dikumpulkan dengan susah payah oleh Ghe Ghe untuk membeli rumah. Mengapa kamu tetap meminjamnya? Kamu tega membuat dia menyerahkan mimpinya," maki Nanda.
"Aku sudah menolak, tapi kau tahu seperti apa sifat Gheisha."
"Hah, aku tahu." Nanda menghela napas panjang. "Gadis itu terlalu baik. Setelah kita menikah, kita cari cara supaya bisa membayarnya secepat mungkin. Dia sangat tersiksa di rumah itu. Aku tidak bisa hidup dengan tenang jika hutang kita belum terbayar," pungkas Nanda.
Geri juga berpikir hal yang sama. Ia akan tetap menjual sasana tinju dan memberikan uang penjualannya untuk membayar hutangnya kepada Gheisha. Selama ini, Gheisha selalu membantu mereka. Namun, mereka belum bisa membantu Gheisha.
Gadis itu sangat mandiri dan tidak suka merepotkan orang lain. Ia lebih suka membantu dibanding meminta bantuan. Sebulan sekali, Gheisha menyisihkan uangnya untuk membelikan kebutuhan anak-anak di panti. Panti asuhan itu terletak tidak jauh dari supermarket tempat ia bekerja.
***
"Hah, pergi kerja tidak, ya?" gumam Gheisha di ruang loker.
"Dorr!" Yani menepuk bahu Gheisha, membuat wanita itu terperanjat.
Plak! Plak!
"Aw, ampun! Ampun! Haha," ucap Yani berteriak kecil saat Gheisha memukul pinggulnya. "Lagian, kamu ini kenapa, sih? Sejak tadi, aku lihat sangat gelisah," ucap Yani.
Gheisha menoleh ke kanan dan ke kiri. Yakin kalau tidak ada orang lain, Gheisha pun bercerita. Ia sangat takut untuk pergi bekerja ke klub.
"Dia pasti akan menuntut janjiku. Bagaimana, dong, Yan?"
"Salah sendiri. Mengapa kamu menantang penggemarmu untuk balap motor? Aku tidak bisa membantumu."
"Yan, tolong, dong!" pinta Gheisha sambil bersikap manja.
"Aku bisa bantu apa? Itu hal yang mustahil untuk dihindari, kecuali kalau kamu keluar dari pekerjaanmu," gerutu Yani. Ia tampak berpikir.
"Yan …."
"Ada. Bagaimana kalau kau mengundang dia untuk bertemu dan aku akan menemuinya sebagai kamu?" usul Yani. Hanya cara itu yang terpikir oleh Yani. Entah Gheisha akan setuju atau tidak.
"Aaa … kamu memang pintar, Yan. Terima kasih. Aku akan mengajaknya bertemu. Sebelum pergi ke klub malam, kita temui dia dulu," jawab Gheisha antusias. Ia mengirim pesan ke nomor Aryk dan mengajaknya bertemu jam setengah sepuluh malam.
Gheisha bernapas lega. Ia akan bebas dari hutang taruhannya untuk sementara waktu. Saat tujuannya telah tercapai, ia akan mengakui identitasnya sendiri kepada Aryk.
***
"Sammy kemana? Apa tidak datang lagi?" tanya fotographer yang akan memotret Sammy.
Icha mondar-mandir di ruang ganti sambil terus melirik jam dinding berkali-kali. Sudah jam sembilan pagi, tapi Aryk masih belum datang. Icha mengepalkan tangannya dengan kesal.
"Aryk! Awas saja kalau kau tidak datang lagi!" Icha sudah bosan mengutus pengawal untuk mencari kemana Aryk pergi. Para pengawal itu selalu gagal mencari Aryk karena selalu bisa dikelabui oleh Aryk.
Ceklek!
Aryk masuk ke ruang ganti dengan wajah lesu. Ia tidak bisa bertemu Gheisha. Satu jam, ia menunggu di taman. Harapannya untuk bertemu Gheisha kembali di sana karena dua kali pertemuan mereka terjadi di sana. Namun, sayang sekali. Hari ini Gheisha tidak pergi ke pasar dan pergi ke rumah sakit.
"Aku pikir kau tidak akan. Darimana kali ini? Kalau malam hari, kau pasti ke klub malam. Lalu, di pagi buta kemana? Tidak biasanya kau seperti ini," gerutu Icha. Ia mengambil baju yang akan dipakai oleh Tristan untuk pemotretan hari ini. "Ini! Ganti dulu bajumu, setelah itu aku akan memanggil stylish rambut dan penata riasnya," ucap Icha. Ia keluar dan berdiri di depan pintu. Menunggu penata rias yang akan merias wajah Aryk.
Satu jam kemudian, pemotretan sudah dimulai. Mereka memotret Aryk untuk menjadi cover majalah dewasa. Namun, Aryk menolak untuk berpose terlalu vulgar. Ia hanya memamerkan perutnya saja.
Pakaian yang dikenakan Aryk hari ini adalah kemeja polos berwarna putih tanpa dikancingkan. Celana panjang hitam dengan sabuk yang melingkar, tetapi tidak dipasang rapi, serta dasi merah yang melingkar di kerah kemeja. Ia duduk bersandar dengan tubuh basah. Kemeja putih tipis itu menjadi transparan dan mencetak lengan dan bahu bidang Aryk.
"Oke! Sudah selesai." Fotographer itu mengakhiri sesi pemotretan. "Untuk pemotretan minggu depan, kita butuh model wanita yang memiliki wajah polos. Direktur majalah 'Self' ingin kalian mencari sendiri modelnya. Ia tidak mau memakai model terkenal karena wajah mereka terlalu biasa saat dipotret. Terserah kalian mau mencari siapa. Yang jelas, waktunya hanya seminggu," ucap fotographer.
"Hah, macam-macam saja. Bukankah menggunakan model profesional itu lebih mudah. Mereka juga bisa berpose polos," protes Icha. Ia melakukan itu karena bingung harus mencari wanita yang benar-benar polos. Di zaman sekarang, mana ada yang benar-benar polos tidak pernah mengenal pria selain berteman.
===BERSAMBUNG===
Halo reader, maaf ya novel ini bru bisa update seminggu sekali. boleh dong author minta dukungannya nih biar semangat. review, ps, komen, selalu author tunggu lho, hehe.