Chereads / Dandelion Finds Love / Chapter 12 - Meloloskan diri

Chapter 12 - Meloloskan diri

Aryk mengulum senyum. Ia juga lupa dengan apa yang Gheisha katakan tiga hari lalu. Aryk menghela napas kuat untuk meredam emosi dan rasa penasarannya.

"Oke. Maaf, aku lupa soal itu. Tapi, untuk poin kedua, aku sangat ingat. Bagaimana denganmu? Apa kau ingat poin kedua jika aku menang darimu?"

"Em … itu … aku."

"Tidak perlu kita bahas sekarang. Kau harus bekerja, bukan. Jadi, bekerjalah dulu. Aku akan menunggumu sampai jam kerjamu selesai." Aryk pergi meninggalkan Gheisha. 

Arena balap menjadi hening setelah semua orang masuk ke dalam klub. Hanya semilir angin yang menemani Gheisha. Ia menghela napas berat.

"Kenapa dia yang menang? Ish, menyebalkan. Jadi, aku harus jadi pacarnya, nih? Oh, tidak!" Gheisha menggerutu. Tapi, semua ocehan kesalnya itu tidak akan mengubah keadaan. Kenyataannya Aryk tetaplah sebagai pemenangnya. Mau tidak mau, Gheisha harus menepati janjinya.

Dengan langkah gontai, ia masuk ke dalam klub. Sikap profesional dalam bekerja sudah tertanam dalam diri Gheisha sejak lama. Sesulit dan serumit apapun pikirannya saat ini, ia tetap memainkan musik yang enak untuk didengar.

"Profesional juga. Meskipun, tadi dia sangat murung, tapi ia tetap membuat semua orang menikmati musik yang dimainkan," gumam Aryk.

"Ini minumannya, Mas. Hal itulah yang membuat Bos kami sangat menyukai Gheisha," ucap Hendry. Ia menjawab gumaman Aryk.

Kedua alis Aryk bertaut. Menyukai? batin Aryk. Ia cemburu mendengar ada orang lain yang menyukai Dandelion. Ia menenggak habis minumannya.

Tiga jam berlalu. Gheisha mulai mengeluarkan keringat dingin. Ia harus membuka topeng yang sudah melindungi wajahnya selama lima tahun terakhir. Hidupnya sebagai Gheisha dan juga sebagai Dandelion tidak pernah diketahui siapapun. Inikah akhir dari DJ Dandelion?

Aryk melambaikan tangannya pada Geisha.

Gheisha menghampiri Aryk yang duduk di depan meja bar. Ia memesan minuman dan duduk di samping Aryk. Minuman itu tidak bisa menghilangkan rasa gugup Gheisha.

"Aku sedang menyuruh sopir untuk membawakan mobil. Terlalu dingin kalau kita pergi naik motor. Bisa menunggu sebentar?" tanya Aryk.

"Terserah!" Gheisha menjawab sinis.

"Cie, Dande punya pacar sekarang," goda Hendry.

"Diam!" hardik Gheisha.

"Ngomong-ngomong, kita resmi pacaran, kan." Aryk menimpali ucapan Hendry. "Sepertinya, kita harus merayakannya," goda Aryk dengan senyuman nakalnya.

"Fuuhh …." Minuman yang baru sampai di dalam mulut Gheisha itu menyembur keluar. "Uhukk, uhuukk. Apa? Merayakan hubungan terpaksa maksudmu," cibir Gheisha.

Hubungan mereka terjadi karena sebuah taruhan. Bagaimana bisa Gheisha merayakannya. Tidak ada cinta yang mengawali hubungan mereka. Semua karena Gheisha kalah taruhan.

"Pelan-pelan," ucap Aryk sambil mengambil tisu. Ia berniat menyeka bibir Gheisha yang basah karena minuman yang ia semburkan tadi. Namun, Gheisha menjauhkan wajahnya dan merebut tisu dari tangan Aryk.

Aryk tersenyum tipis. Matanya tertuju ke arah jari dan tangan Gheisha. Cincin dan gelang yang diberikan olehnya, tidak dipakai oleh Gheisha. 

"Mana cincin dan gelangnya? Tidak kamu pakai?" tanya Aryk menyelidik.

"Disimpan," jawab Gheisha singkat.

"Bukannya kamu memakainya tiga hari lalu. Kenapa sekarang malah disimpan?"

"Banyak tanya!" maki Gheisha.

"Aku bertanya karena aku ingat pesan yang kamu kirimkan. Kamu bilang, kamu sangat menyukainya. Jadi, kenapa dilepas?"

Gheisha membuka mulut, tapi tidak jadi bicara. Ia tidak bisa mengatakan kalau ia menyimpannya karena ia tahu itu dari Aryk. Sebelumnya, Gheisha memakai cincin dan gelang itu karena belum tahu bahwa Aryk adalah penggemar rahasianya.

Ponsel Aryk bergetar di saku jaket kulit berwarna hitam yang dipakainya hari ini. Ia mengangkat panggilan dan langsung menutupnya. Tidak sampai dua menit, Aryk mendengarkan suara si penelepon. Ia menarik tangan Gheisha setelah menaruh dua lembar uang pecahan seratus ribu.

"Ikut aku!"

"Tidak usah ditarik! Aku bisa jalan sendiri," gerutu Gheisha.

Telepon itu dari sopir yang mengantarkan mobil Aryk. Ia memberikan kunci motor kepada sopir lalu mengajak Gheisha ikut pergi dengan mobilnya. Gheisha menurut, meski ia tidak tahu akan dibawa kemana.

***

*Jangan pernah bermain dengan sebuah kata taruhan. Karena kita tidak akan tahu, siapa pemenang dari pertaruhan itu.*

Aryk menarik tangan Gheisha agar gadis itu keluar dari mobilnya. Ia memarkir mobilnya di depan sebuah gedung sekolah yang terbengkalai dan jauh dari jalan utama kota. Gedung kosong yang gelap dan tidak beratap itu persis seperti sebuah rumah hantu. Rasanya sangat cocok jika untuk acara uji nyali seperti yang sering diputar di televisi. Aryk melempar tubuh Gheisha ke dinding, lalu ia memerangkapnya di antara dinding dan tubuhnya.

"Cepat buka!" ucap Aryk tidak sabar.

"Aryk, bisakah meminta yang lain saja? Aku akan turuti semua kemauanmu, tapi jangan yang itu. Aku tidak bisa, maksudku … untuk saat ini, aku benar-benar tidak bisa."

Gheisha mulai terisak. Air mata yang mengalir di kedua pipi Gheisha sama sekali tidak membuat Aryk mengurungkan niatnya. Di sebuah gedung sekolah yang terbengkalai dan jauh dari jalan utama kota, Aryk memerangkap tubuh Gheisha di dinding. Tangan besar Aryk mengusap air mata yang membasahi dagu Gheisha.

"Kumohon, lepaskan aku, Aryk!"

"Kita sudah sepakat. Apa kamu akan mengingkari janjimu?!" Aryk meninggikan intonasi bicaranya.

Gheisha terperanjat mendengar suara lantang Aryk yang memekakkan telinga. Gheisha dan Aryk memang sudah sepakat sebelum bertaruh. Namun, Gheisha tidak pernah menyangka kalau ia akan kalah dari Aryk. Berat bagi Gheisha untuk menyanggupi permintaan Aryk. Meskipun sebelumnya Gheisha setuju dengan syarat dari taruhannya dengan Aryk, bahwa siapapun yang menang, maka yang kalah harus menuruti keinginan yang menang. Tapi, Gheisha merasa takut. Apa yang akan terjadi setelah ia memberikan apa yang Aryk inginkan.

"Cepat buka! Aku sudah sangat lama menantikan hal ini," ucap Aryk dengan senyuman penuh arti.

"Tapi ... apa kamu bisa berjanji satu hal padaku?" tanya Gheisha. 

"Katakan!" ucap Aryk dengan hati yang mulai benar-benar kesal.

"Hanya sekali ini saja. Jangan menggangguku lagi di kemudian hari." 

Perlahan-lahan Gheisha mengangkat tangannya. Aryk menatap wajah Gheisha dengan seksama. Namun, suasana gelap tanpa penerangan lampu itu membuat Aryk tidak bisa melihat wajah Gheisha dengan jelas. Cahaya bulan juga sedang tertutup oleh awan hitam. Belum sempat Gheisha membuka penutup wajahnya, terdengar suara langkah kaki yang kian mendekat. Dengan terpaksa, Aryk menarik Gheisha untuk pergi dari gedung sekolah yang terbengkalai itu. Saat sudah di luar gedung, Gheisha menggigit tangan Aryk. 

"Akhh ...." Aryk melepaskan tangan Gheisha.

Dengan cepat Gheisha berlari meninggalkan Aryk. Gheisha bisa selamat hari ini, tetapi ia masih punya hutang taruhan pada Aryk. Gheisha ingin membayar taruhannya, tetapi tidak hari ini. Ia akan melakukannya suatu saat nanti, ketika ia sudah siap.

Aryk hanya menatap Gheisha yang berlari sangat kencang. Aryk membiarkan Gheisha kabur dan tidak mengejarnya. Ia hanya menunjukkan senyum menyeringai. Aryk akan tetap menagih hutang janji dari taruhan mereka.

"Aku akan mencarimu, kemanapun kamu pergi, aku akan menemukanmu." Aryk melangkah pergi sambil mengibaskan tangannya yang masih terasa sakit karena gigitan Gheisha. Aryk mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hari ini, Aryk kabur dari lokasi pemotretan untuk balapan. Entah apa yang akan dilakukan oleh Manajer dan asisten pribadinya.