Kaili cemberut, menatap Dexter dengan sangat kesal, dengan tidak tahan dan berkata, "Jadi, apa kau menyalahkan aku?"
"Kapan aku bilang, aku menyalahkanmu?"
Kaili : "...."
Dexter tertawa geli dalam hati melihat Kaili yang demikian. Sungguh, jika bukan karena melihat bibir wanita itu sudah bengkak, mungkin dia akan langsung menyumbat mulut Kaili yang sedang cemberut itu.
"Sudahlah, sudah. Aku tidak menyalahkanmu." Dexter merapikan pakaian Kaili, dan menyisir rambutnya dengan jari-jarinya yang kurus panjang. "Tidak perlu malu karena tidak tahu teknik berciuman yang benar. Aku ini suamimu lho, siap mengajarimu hingga kapan pun! Tetapi kau juga harus berusaha, kita bekerja sama untuk membuatmu pintar."
Dexter yang berkata seperti itu, seakan telah memiliki banyak pengalaman. Padahal kali pertamanya saja dengan Kaili, dan hanya tetap Kaili. Dexter sangat berhati-hati dalam berhubungan. Dia sangat juga menghormati wanita, karena ibunya yang meninggal hanya untuk memberikan nyawa padanya. Jadi sejak jaman dia sekolah dan mengenal banyak hal tentang dunia, Dexter tidak pernah mendekati wanita. Itu memang prinsipnya, tidak akan mendekati wanita jika dirinya sendiri tidak berniat untuk mencintainya.
Antara dirinya dan Silvia, itu adalah di luar kendalinya. Ayahnya yang merencanakan pernikahannya dengan Silvia, dan dia tidak bisa melakukan apa pun untuk itu. Sungguh, Dexter bukannya sengaja menyakiti Silvia.
Kaili : "....."
Kaili mengira, Dexter akan berhenti berbicara konyol, ternyata pria itu malah tidak berhenti. Tampaknya pun semakin menjadi-jadi.
"Asal kau tahu, ciuman itu adalah teknik dasar dari....bercinta!" Setelah mengatakan hal itu, Dexter memasang wajah yang begitu menawan karena meninggalkan sebuah senyuman di sudut bibirnya.
Dia benar-benar hanya ingin menggoda Kaili, dan berkali-kali dia sudah berhasil. Tetapi, ada satu masalah besar, yang ada di balik celananya itu begitu menyiksaanya. Dexter takut jika Kaili melihat tonjolan itu, bukankah itu terlalu memalukan?
Kaili langsung menutup mulut Dexter dengan dengan tangannya yang halus. Tampaknya memang seluruh tubuh Kaili terbuat dari bahan yang halus dan sangat lembut.
"Mau sampai kapan kau akan beromong kosong? Ini masih di fitting room! Kau ... tidakkah akan sangat memalukan jika ada orang yang mendengarnya?"
Kaili menutup mulut Dexter dengan kuat. Dia benar-benar tidak memberikan celah pada Dexter untuk menjawabnya. Dexter pun tidak ingin semakin menyiksa dirinya sendiri, itu hanya akan membuatnya kesakitan. Tempat privasinya benar-benar sudah bereaksi.
"Hump..." Dexter berdecak, meminta Kaili melepaskan tangannya. Namun seakan tidak mengerti yang terjadi, Kaili malah semakin mengencangkan tangannya untuk mengunci mulut Dexter.
Dexter mengambil ponsel, dan mengetik beberapa kata di sana yang bertuliskan, "Apa kau akan membunuh suamimu?", kemudian menyerahkannya pada Kaili.
Kaili terdiam membaca itu dan melepaskan tangannya, tetapi tingkah jahil Dexter tidak berhentik di sana, dia malah menarik tangan Kaili saat wanita itu lengah lalu mencium punggung tangan dan telapak tangannya.
"Kalau mau dicium, bilang saja langsung! Jangan berpura-pura seperti tadi!" Dexter membisikkan kata itu, memutar balikkan keadaan yang terjadi dengan sudut pandangnya.
Kaili : "..."
Kaili melongo. Dia benar-benar tidak bisa berkata apa pun lagi. Pria ini selalu saja dapat mengubah segala keadaan.
"Aku sudah mencium tanganmu! Apa sudah puas?" bisik Dexter lagi. Pria itu masih terus saja menggenggam tangan Kaili. "Atau ... mau aku mencium di tempat lain?"
Dexter memasang tampang tidak bersalah. Sialnya, tampangnya yang demikian semakin membuat pria itu bettambah tampan.
Kaili menarik tangannya. Memasang wajah cemberut dan berkata, "Benar-benar sudah tidak tertolong!"
Dexter tertawa geli mendengar cibiran jahat Kaili, "Mulutmu sangat beracun! Untung saja rasanya sangat manis dan nikmat ketika dicium."
Lagi, lagi, Kaili melongo. Dexter bukan tandingannya dalam berbual, jadi sebaiknya memang harus diam.
Melihat Kaili yang diam dan tidak membalasnya lagi, dengan enggan Dexter mengakhiri omong kosong keduanya, "Ha ha... Sudah, sudah, aku hanya bercanda. Lihatlah wajahmu sudah seperti kepiting yang di kukus, sangat merah!"
Dexter merapikan baju Kaili, rambutnya juga tidak luput dari pandangannya. Setelah tampilan Kaili tidak acak-acakan lagi, Dexter membelai lembut wajahnya, "Kita sudah sangat lama di sini, jika kita masih di sini sekitar 5 menit lagi, kita tidak bisa menghentikan pemikiran para pelayan toko ini. Mungkin saja keluar dari sini gosip yang menarik terdengar sampai di telinga."
Dexter tidak masalah jika dipandang buruk, tetapi Kaili? Mana mungkin dia membiarkannya mendapat sedikit pandangan buruk pun dari orang-orang. Walau status mereka suami dan istri, tetapi berlama-lama di fitting room juga bukan hal yang baik.
Kaili memandangnya dengan heran, "Lalu baju-baju ini? Bukannya aku harus mencobanya?"
Dexter tertawa kecil, tangannya masih membelai wajah mungil Kaili, "Apa kau ingin mencoba semua baju-baju itu? Bukankah ini artinya kau memintaku untuk merawatmu kembali?"
Kaili sudah tidak tahan lagi, perkataan Dexter ini seakan-akan kalau dirinyalah yang sengaja ingin mencoba semua pakaian itu agar membuatnya lelah dan dirawat Dexter, "Kau selalu memutar balikkan fakta! Bukannya kau yang memintaku untuk mencoba baju-baju ini?"
Kaili yang marah seperti ini membuat Dexter tidak tahan untuk mencubit ujung bibirnya lembut, tetapi dia tidak melakukannya, "Ha ha... Apakah aku tidak bisa bercanda denganmu? Kenapa kau sangat sensitif? Ayo, keluar!" Dexter menarik tangan Kaili kegenggamnanya.
"Lalu baju-baju ini...."
Dexter membuka pintu, "Tak perlu mencobanya, semua itu cocok untukmu. Apa kau lupa, aku satu-satunya orang yang tahu ukuranmu sebaik-baiknya!"
Blush... Wajah Kaili kembali merona.
Perkataan pria ini kebanyakan omong kosong, tetapi tetap saja hatinya semakin berdenyut hebat saat mendengarnya.
Untuk menutupi rasa gemetarnya, Kaili berkata, "Kalau begitu, kenapa baju-baju yang aku coba tadi, katamu tidak cocok untukku? Bukankah kau juga yang memilihnya?"