Dexter menjawab, bahkan tidak melihat pada Kaili, "Mudah saja, aku ingin melihatmu memakai baju-baju seksi. Tapi sialnya, aku melupakan kamera jahanam yang ada di sini!" Pegangan Dexter semakin menguat di tangan Kaili, seakan sedang menunjukkan rasa tidak sukanya.
"Tetapi baju pilihanku yang terakhir sangat aman untuk dipakai. Tidak menunjukkan sedikitpun bagian tubuhmu," tambah Dexter.
What? Apakah Dexter memilihkan karun goni padanya? Tidak, Kaili mana mungkin akan memakai baju yang longgar-longgar seperti itu.
Dalam benaknya, tiba-tiba muncul bayangan dirinya saat memakai baju yang dibelikan Dexter. Tidak mungkin akan sangat buruk seperti itu kan? Membayangkannya saja, Kaili tidak mampu.
Seakan mengerti isi pemikiran Kaili, Dexter menyentil jidatnya pelan, "Jangan berpikiran yang aneh, mana mungkin aku memilih ukuran yang tidak sesuai dengan badanmu. Bukannya kalau ukuran yang kupilih salah, artinya aku tidak benar-benar mengetahui ukuran tubuhmu? Kau ini .... tidak sedang meragukan keahlianku sebagai pria, kan?"
"Eh..... Bagaimana kau bisa tahu?" Bahkan isi pikirannya pun dapat dibaca Dexter, apakah ada lagi yang dapat disembunyikannya?
"Kau tidak lupa kalau aku ini seorang tenaga medis kan? Aku sering melakukan X-ray pada pasienku!"
Jawaban yang sangat konyol! Memangnya pemikiran bisa di X-ray?
Baru saja Kaili memuji pria ini yang karena dengan mudahnya bisa menebak isi pikirannya, namun di menit selanjutnya, tampaknya Kaili benar-benar menyesak karena sempat memujinya. Bisa-bisanya dia lupa, seperti apa seorang Dexter, bukankah dia lebih jelas?
"Antarkan semua baju yang ada di fitting room itu ke apartemen saya. Juga, yang ada di barisan ini semua!" Perintah yang begitu mendominasi, begitu tegas dan lancang terdengar dari mulut seorang pria yang baru saja keluar dari fitting room.
Kaili melihat Dexter dengan tatapan banyak pertanyaan. Ini ... bukankah akan sangat mahal?
Kaili menarik pelan baju Dexter, pria itu menoleh padanya dengan kening yang berkerut, "Dexter ... itu terlalu berlebihan, tidak perlu beli semuanya."
Dexter mengerti hal yang membuat Kaili takut, dia sangat tidak senang dengan hal itu.
'Wanita ini ... bahkan sekalipun aku, hanya andaikan seorang dokter kecil, apa sangat tidak mampu membelikan wanitanya pakaian?' Dexter menggeram dalam hati, tetapi sikap Kaili ini juga tidak salah bukan?
"Bahkan satu baju pun kau tidak punya, apakah itu masih banyak menurutmu? Jangan menghemat uangku, membelikanmu sehelai baju tidak akan langsung membuatku tidak makan!"
Sehelai baju? Kalau tadi hanya satu atau bahkan 10, Kaili tidak masalah. Tetapi ini ... bahkan dibilang satu lemari pun masih berlebih. Biarkan saja, Kaili pun tidak ingin mempermasalahkannya.
Tanpa berjalan ke kasir, Dexter sudah membawa Kaili keluar. "Dexter, apakah kita tidak perlu membayar?"
Huh, toko dan mall milik siapa? Pun, apakah pembayaran dengan nilai kecil seperti itu harus diurus Dexter secara langsung?
Kening Dexter berkerut, "Bukannya tadi sudah aku bilang, mall dan toko ini milik pasienku! Jadi aku bebas mengambil apa pun dari sini tanpa perlu bayar."
Kaili antara percaya atau tidak. Pasien sih benar pasien, tetapi apakah harus sampai seperti itu? Bahkan membeli apa saja dari tokonya, sebanyak apa pun, bisa dengan bebas tanpa peduli dengan pembayaran.
Kaili memikirkan itu di pikirannya. Rasa heran dan terkejut membuatnya tidak tahan untuk bertanya, "Apakah ada yang seperti itu?"
"Aku menyelamatkan nyawanya, sekadar mengambil sedikit barang di tokonya, apakah akan membuatnya menjadi seseorang yang perhitungan pada orang yang sudah membuatnya bisa bernapas dari udara, tanpa bantuan tabung oksigen?"
"Ohh..." Kaili menggeleng, sekalipun masih sangat heran, "Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal. Seharusnya kita mengambil semua baju yang ada di tokonya. Dia mana mungkin perhitungan dengan seorang penyelamatnya, bukan?"
Jawaban Kaili sangat jelas, kalau dia sangat tidak percaya jawaban Dexter. Dexter pun bukan orang yang bodoh tidak mengerti makna dibalik perkataan Kaili. Kata-kata kiasan seperti ini, sudah bukan hal baru baginya.
Tetapi Dexter, berlakon seakan memang tidak mengerti, "Apa kau berencana ingin merampok toko itu?"
Kaili : "..."
Diam seribu bahasa, pria ini tidak mungkin tidak mengerti ucapannya, bukan?
Mobil mereka berhenti di sebuah restoran seafood ternama di kota B. Ini adalah salah satu tempat makan favorit Kaili.
"Turun! Temani aku makan!" Ucapan Dexter ini lebih terkesan seperti perintah, bukan ajakan makan. Tetapi Kaili terlalu naif, dan berkata, "Aku sudah makan..."
Jawaban polos seperti ini, siapa yang tahan untuk tidak tertawa mendengarnya?
Tetapi Dexter tidak menunjukkan tanda-tanda akan tertawa, malah jawaban dominan pria itu mengisi ruang mobil yang sempit.
"Aku tidak mengajakmu makan. Aku memintamu menemaniku!"
'Uuh...' Kaili merasa malu sendiri. Pria ini, apakah tidak nyaman hidup jika tidak membuat Kaili malu?
Kaili bukannya tidak mau makan, tetapi setiap kali datang ke tempat ini, dia tidak bisa menahan diri untuk terus makan. Dia sangat menyukai segala macam seafood, apalagi cita rasa di restoran ini cocok dengan mulutnya. Dia hanya takut, jika nanti akan meninggalkan kesan buruk pada Dexter, bukankah dia saat ini sedang mengejar cinta suami?
"Aku di sini saja! Kau yang pergi makan!" Kaili tidak bisa mengambil risiko tersebut, akan sangat memalukan nanti jika Dexter melihatnya makan seperti seekor babi yang kelaparan. Juga, kalau dia hanya duduk di sana menemani Dexter makan, bukankah dirinya akan terlihat sangat menyedihkan?