Oh, okay!" Dexter pun tidak mau repot-repot membujuknya. Harus diakui, Dexter sangat buruk dalam hal ini. Dia sangat tidak mengerti cara mengejar cinta istri. Jika saja dia memiliki sedikit pengalaman tentang cara-cara mengejar cinta, pasti sejak dulu Dexter sudah mendapatkan Kaili, tidak perlu harus menunggu konflik yang berkepanjangan di antara keduanya.
Semua yang dia lakukan adalah murni dari insting saja, tanpa pengalaman atau pun pembelajaran. Tampaknya mulai dari sekarang, Dexter harus mempelajari 36 cara mengejar cinta istri. Tentunya, cara-cara itu harus didapatkan dari sumber terpercaya, agar kisah cinta rumah tangga mereka tidak berakhir seperti kusah cinta mereka di tahun-tahun yang silam.
Sementara itu, Kaili sangat ternganga mendengar jawaban Dexter. Pria ini..... tidakkah dia tahu bahwa wanita perlu dibujuk? Padahal tadi fantasi konyol Kaili telah mengklaim, Dexter akan membujuknya, bahkan mungkin saja akan menggendongnya di depan ala bridal style agar sampai di meja tempat makan, ternyata oh....
Lupakan saja, ini adalah Dexter, mustahil bisa berubah menjadi pria yang penuh dengan perbuatan manis dalam menyenangkan wanitanya, bisa melihat senyum di sudut bibirnya saja, sudah sangat luar biasa!
Ekspresi dan isi hatinya sama, menampilkan wujud dingin yang tidak mudah di dekati. Pria yang seperti itu diharapkan berbuat manis? Huh! Bukankah ini sama saja membawa diri dalam harapan palsu?
Kaili sangat kesal, hingga ingin muntah darah, sementara Dexter benar-benar pergi tanpa sungkan. Membuang semua rasa ego di dalam hatinya, Kaili menjulurkan kaki jenjangnya dan keluar dari mobil.
Hingga beberapa saat saja, dia sudah berdiri di depan meja Dexter. Untung saja restoran ini sepi pengunjung, kalaupun Dexter meledeknya hingga memuntahkan semua makanannya, sepertinya tidak akan jadi masalah yang besar. Tidak ada media atau mata orang lain selain, para pekerja yang di sini, seharusnya sih tidak akan masuk berita.
Pun, saat ini dia sedang belajar cara mengejar cinta suami kan? Seharusnya ego memang perlu dibuang sedikit.
Dexter menatap Kaili dengan pandangan mencemooh, sudut bibirnya naik ke atas, memperjelas sikapnya. "Kau...."
Sebelum Dexter selesai dengan perkataannya, wanita itu menyela tanpa takut, "Tuan Dexter, apakah aku bisa duduk di sini .... bersamamu?"
Dexter mengerutkan kening, berpikir, apakah obat dan takaran yang diberikannya yang tadi salah? Kenapa wanita ini bertingkah sangat memuakkan?
Dexter diam saja, hanya memandang Kaili dengan tatapan cemooh. Kening pria itu masih berkerut, seperti setiap orang sedang berhutang puluhan juta Euro padanya.
Kaili sangat tidak tahan. Heh! Baru beberapa menit yang lalu pria ini menciumnya hingga membabi buta, bahkan sampai sekarang rasa ciuman itu masih terasa, bibirnya yang sedikit bengkak memperjelas kejadian tadi, tetapi sekarang... pria ini bahkan enggan berbicara padanya.
Kaili menggenggam tangannya kuat, hingga kukunya menembus kulit, "Tuan Dexter atau dokter Dexter, kamu pilih sendiri!"
Dexter menatap Kaili, mata hitamnya terlihat begitu tenang, tetapi bukankah air yang tenang itu mengandung bahaya yang tidak terduga?
"Panggil aku suami!" Setelah beberapa saat, Dexter membuka suaranya dengan kecil tetapi memberikan penekanan yang tegas. Mata hitamnya kini perlahan meneduhkan.
Sebenarnya Dexter tadi sangat marah, tetapi dia telah memutuskan untuk berhenti marah. Dia sangat takut jika Kaili akan pergi darinya lagi, kalau dirinya gagal membuat wanita itu nyaman dan aman di sisinya.
Pun, dari dulu dia selalu mempunyai prinsip, Dexter akan menyayangi istrinya, siapa pun orangnya! Jika Dexter sudah menikahinya, artinya memang sudah kewajibannya untuk memberikan kebahagiaan dan tempat paling aman di dunia ini, sekalipun itu adalah Silvia, misalkan.
"Eh... " Mulut Kaili mengatup. Ini tidak seperti Dexter yang dia kenal, kan? Memang Dexter tidak pernah membentaknya, tetapi setidaknya mana perkataannya yang mematikan jiwa serta sikap dinginnya yang membekukan hati?
Walau bahagia, tetapi Kaili tetap merasa khawatir. Dia takut, Dexter yang tiba-tiba lembut seperti ini hanyalah ilusinya saja, atau..... mungkinkah pria itu sedang membuat rencana baru?
Kaili tidak takut dengan penderitaan yang akan Dexter berikan padanya, dia hanya takut... jika mereka berpisah. Biarkan saja merasakan sedikit penyiksaan, asal Dexter memaafkan semua tingkah jahatnya. Kaili sendiri pun menyadari bahwa dirinya sudah terlalu kalewatan di masa lalu.
"Masih tidak memanggilku suami? Jangan harap bisa duduk!"
Ucapan itu menarik kembali jiwa Kaili yang sempat pergi berkelana.
"Eh...." Ekspresi Kaili terlihat begitu kebingungan beserta ada rasa takut di dalamnya. Dexter menyadari hal itu, tetapi apa yang bisa diperbuatnya? Dia juga tidak merasa ada yang salah dari perkataannya, mereka memang pasangan suami istri, memanggilnya suami sangat sulitkah?
Jika memang seperti itu, seharusnya Kaili yang salah, bukan? Dexter-lah yang paling pantas marah! Tapi....
Kaili menggigit bibir bawahnya, kemudian dengan pelan berkata, "Su-suami... Apakah aku bisa duduk?"
Dexter mengerutkan kening, "Aku tidak mengerti kau mengatakan apa! Berbicara saja remedial, haruskah perlu diajari?"