Chereads / Me Vs Dad / Chapter 21 - Lebih Baik Wanita Jalang Untuk Memuaskan Nafsu!

Chapter 21 - Lebih Baik Wanita Jalang Untuk Memuaskan Nafsu!

"Ada apa ini? Kenapa aku tidak bisa melihat apapun?" gumam Bella, merasa cemas dan takut bersamaan.

"Tunggu, aku hanya perlu membuka kedua mataku saja, bukan?" pikirnya.

"Baiklah, aku akan membuka mataku. dan semuanya akan kembali normal,"

Perlahan kedua mata Bella sudah terbuka, tapi ada pemandangan menyeramkan yang terlihat olehnya. Dia melihat dua buah payudara yang bundar dan besar tepat berada di depan wajahnya.

"AAAARRGGHHHHH!!!!" Teriak Bella sekencang-kencangnya.

***

Beberapa saat sebelumnya - Gedung Mahendra.

"Kau harus membatalkannya, Bryan!" Perintah David dengan sikap angkuh dan arogan.

"Kau ini, aneh sekali," cibir Bryan sambil ia merentangkan satu tangan kanannya yang ia sandarkan pada punuk sofa.

"Kemarin kau tampak tidak peduli, dan mengiyakan semua pengajuanku. Bahkan kau pergi begitu saja saat rapat belum usai," cibir Bryan seraya terkekeh puas.

"Anggap saja aku kehilangan akalku kemarin. Jadi... cepat batalkan proyek yang sia-sia itu! Kau tahu proyek itu akan mengeluarkan banyak uang." David sudah menyilangkan kedua tangannya, dan masih memasang wajah yang penuh keangkuhan.

"Aku tidak mau melakukannya. Lagi pula, keuntungan yang didapat nantinya akan lebih besar dari jumlah uang yang akan dikeluarkan,"

"Sial, kau keras kepala juga, ya! Memangnya kau lupa jika aku memegang kartu asmu, Bryan! Bagaimana..." David menyeringai licik.

"CUKUP! Kau pikir kau lebih baik dariku! Setidaknya aku tidak suka bermain dengan banyak wanita sepertimu!"

"Hahaha.... Bryan... kau lebih naif dari yang kupikirkan. Aku memang suka bermain dengan wanita, karena aku membeli mereka, dan setelah itu kami tidak memiliki hubungan apapun. Tapi..." wajah David sedikit mendekat ke arah depan, agar dia bisa jelas melihat ekspresi kesal Bryan.

"Tapi... aku tidak pernah bermain dengan wanita yang sudah berkeluarga. Wah... aku tahu posisiku sangat penting, terlalu bodoh jika aku melakukan hal itu meskipun aku seorang duda. Heh..! Lebih baik kau membeli seorang jalang untuk memuaskan nafsumu, dari pada kau bermain api, Bryan!"

Gigi Bryan mengatup kesal dengan perkataan David, "Apa maumu?!"

David sudah menegakkan tubuhnya dan menunjukkan mimik wajah puas, "Kau sudah tahu apa mauku, Bryan! Batalkan proyek itu!"

"Bagaimana jika aku menolaknya?"

"Apa kau yakin? Karena kalau kau tetap bersikeras dengan pendirianmu, itu sama saja kau menggali lubang kematian untuk dirimu sendiri," jawab David.

"Kau sangat licik sekali. Kau pikir aku akan takut untuk terpuruk?" kedua tangan David mengepal erat, sepertinya jika dia tidak bisa menahan diri, dia sudah memberikan tinju terbaiknya untuk David.

"Ya... mungkin kau tidak akan takut jika kau berada di kondisi menyedihkan. Tapi... bagaimana dengan wanita itu? Apa kau tega melihat wanita kesayanganmu berada dalam kondisi bahaya?"

"Aku pikir, kau tidak akan setega itu, Bryan. Huh... itulah sebabnya aku tidak suka dengan hubungan atas nama cinta, lebih baik hubungan sesaat yang lebih menyenangkan,"

Bryan harus menahan kesal, dia menarik napas dalam hingga dadanya membusung tinggi. "Jika kau tidak ada urusan lagi, lebih baik kau keluar dari ruanganku!" usir David dengan ketus.

"Ya... ya... aku akan segera pergi. Aku juga tidak suka terlalu berlama-lama di tempat seperti ini. Aku harap kau bisa berpikir pintar, Bryan."

David Mahendra baru saja keluar dari ruangan musuhnya. Dia menarik ujung jasnya dengan sikap yang masih angkuh, dan senyuman kesombongan.

"Dia pasti akan membatalkannya," gumamnya yakin.

Ponsel David bergetar didalam saku jasnya, "Chintya? Ah... apa aku ada janji dengannya?"

"Halo, Chintya?"

"David, kenapa kau lama sekali. Aku sudah menunggumu lama disini!" gerutu Chintya dengan intonasi suara yang dibuat manja.

"Menunggu? Oh..." David baru saja mengingat pertemuannya dengan gadis yang tidak ia kenal, tapi namanya berada dalam kontak ponselnya.

"Kau lupa, ya?" suara Chintya terdengar tak ramah dan berkesan marah.

"Maaf, aku ada urusan tadi. Dan... aku harap kau tidak marah. Jadi... dimana kau sekarang?" tanya David antusias.

Chintya, wanita yang tidak diingat oleh David itu sudah memberikan sebuah alamat, beserta dengan nama Hotel bintang lima yang menjadi tempat pertemuan mereka berdua.

Kamar hotel yang berada di lantai sepuluh itu, menjadi tempat dimana David berada. Sebuah pintu hitam dengan nomor 10201, adalah kamar dimana Chintya berada.

David mengetuk pelan dan hanya dua kali saja, tapi pintu kamar itu sudah terbuka cepat. Seorang wanita dengan rambut bondol dan riasan yang tebal sudah menyambut David saat itu.

Dia mengenakan gaun tidur sutra berwarna merah menerawang. Bahkan David bisa melihat jelas pakaian dalam hitam dengan renda yang menutupi area vital dan bagian dadanya yang besar dan menyembul.

"Ohh... David, akhirnya kau datang juga," sapa Chintya dengan wajah yang ia buat menggemaskan.

"Jadi... kau Chintya?" tanya David ragu, entah kenapa dia masih tidak mengingat wanita seksi yang ada dihadapannya.

"Uhmm... kau ini sungguh pelupa. Malam itu di club kita berdansa dan kau sangat mabuk, apa karena itu kau lupa?" Chintya sudah meraih tangan David, membuat pria tampan itu segera masuk ke dalam kamarnya.

"Wow... ya... aku sedikit ingat mengenai malam itu," jawab David berbohong.

Tapi gadis bernama Chintya itu memang tampak menggiurkan. Seperti melihat hidangan pembuka dan penutup yang sayang untuk dilewatkan.

"Kau merias kamar ini?" David menatap heran saat melihat banyak bungan dan lilin yang tertata rapi, belum lagi yang berada di atas tempat tidur.

"Bagaimana, apa kau menyukainya, David?" Tiba-tiba saja Chintya sudah memeluk David dari arah belakang.

Dia memang sengaja menempelan dadanya yang besar begitu lekat pada punggung David.

"Ya... aku suka," jawab David, merasa bergairah saat Chintya berhasil menggodanya.

Chintya membalikkan tubuh David dengan segera, dan dia sudah menangkup wajah David. Dua pasang mata itu bertemu dan saling menatap.

"Aku begitu penasaran, kenapa kau lama sekali menghubungiku, David. Padahal... aku sudah memberikan nomor teleponku. Apakah ini caramu untuk memikat wanita dan membuatnya sangat penasaran?" tanya Chintya yang sudah mendekatkan wajahnya ke arah wajah David.

"Uhmm... mungkin saja," jawab David asal saja.

"Bagaimana kalau kita hentikan basa-basi ini. Dan kita langsung memulainya saja. Kau tahu? Waktuku tidak banyak," David berkata serius dan Chintya menyeringai senang.

"Apalagi, belakangan ini aku tidak bisa menyalurkan gairahku. Jadi aku ingin merasakan bagaimana rasa tubuhmu," ucap David terus terang.

"Baiklah,"

Chintya sudah tidak ragu memberikan kecupan pada bibir David. Dia meraup bibir David dengan mudah dan tanpa ada keraguan.

Dua bibir yang saling berpagutan dan tubuh yang menempel bagaikan maghnet yang sulit terlepas. Hingga Chintya mulai melepaskan satu persatu kancing kemeja yang dikenakan oleh David.

Pada akhirnya dada David yang bidang dan proporsional itu sudah terekspos dengan mudah. Membuat gairah Chintya semakin menjadi dan dia sudah mengarahkan David menuju ranjang cinta yang penuh dengan kelopak bunga berwarna warni.

"Ohh... aku sungguh menginkanmu, David!" ucap Chintya yang sudah melepaskan luaran dari gaun tidurnya.

Bra hitam dengan renda yang memperlihatkan dada Chintya yang begitu besar, bahkan celana dalam hitam itu juga dipenuhi dengan renda yang membuat David ikut bergairah.

"Kalau begitu buktikan," David memperlihatkan sorot mata tajam, saat Chintya sudah merangkak di atas tubuhnya.

"Baiklah... David... aku yakin kau tidak akan melupakan percintaan ini denganku," goda Chintya.

Dia dengan sengaja menunjukkam payudaranya yang montok itu tepat di hadapan wajah David.

Pada awalnya David terlihat begitu bersemangat dan menatap bringas akan keindahan dua bukit kembar itu. Tapi...

ZING..!!!

Suara mendengung terdengar diseisi kepalanya, dan tidak lama pemandangan di sekitar David tampak berputar, "ada apa ini?"

David menggelengkan kepalanya, karena dia merasakan teramat pusing. Seperti ada benda yang baru saja menghantam wajahnya.

"Ada apa ini. Rasanya... achh... sakit sekali!" pikirnya sambil menggelengkan kepalanya.

Dia melihat bayangan Chintya yang terus mendekat ke arah wajahnya, dua bukit kembar itu yang tadinya terlihat menarik menjadi kabur dan tidak jelas.

Lalu... tidak lama....

"AARRGGHHHH!" pria itu berteriak lantang.