Chereads / Me Vs Dad / Chapter 11 - Isabella: Ayah, aku harus jawab apa?!

Chapter 11 - Isabella: Ayah, aku harus jawab apa?!

Usai makan siang yang sangat mengenyangkan. Sepertinya Isabella tidak bisa fokus, dia lebih banyak menguap saat itu. Padahal ruang pertemuan itu sudah dihadiri oleh banyak orang dengan setelan jas yang rapi.

"Apa sih yang sedang aku lakukan disini?" batinnya bingung.

Isabella dengan tubuh ayahnya duduk pada sebuah kursi yang letaknya berada paling depan. Tempat dimana pemimpin perusahaan berada sehari, tempat dimana biasanya David akan mendengarkan atau lebih sering memerintah semua bawahannya.

"Hmm... kenapa semua mata paman itu menunduk? Memangnya aku terlihat menakutkan? Ah... jadi ini rasanya menjadi ayah yang tidak memiliki perasaan," batin Isabella sambil memainkan jari jemarinya yang ia ketukan dengan sengaja di atas meja.

"Tuan David?" panggil Kylie. Sekretarisnya baru saja tiba seraya meletakkan banyak laporan keuangan yang membuat Isabella mengernyit.

"Ini semua laporan keuangan mengenai pemasangan Iklan dan pembuatannya," tunjuk Kylie dengan sikap yang sopan.

"Uhm..." Isabella bergumam, dia mengambil secarik kertas laporan. Matanya semakin memicing karena dia sama sekali tidak paham.

Tapi Kylie menanggapinya dengan hal yang berbeda, dia ikut menatap laporan keuangan yang dipegang oleh Isabella. "Tuan David, apa ada hal lain yang kau butuhkan?

"Ya, tentu saja ada,"

"Apa itu, katakan saja kepadaku," Kylie sudah menegakkan tubuhnya dan siap menjalankan instruksi dari David.

"Boleh aku minta segelas susu cokelat? Aku ingin airnya hangat dan jangan panas, kau bisa melakukannya?" pinta Isabella dengan seringai lebar.

"Su... susu cokelat?" Kylie hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Pertama kalinya David memintanya agar dibuatkan segelas susu cokelat?

"Kenapa? Kau tidak bisa melakukannya, ya? Ih... payah sekali," cibir Isabella dengan wajah merungut.

"Bukan seperti itu maksudku, Tuan David. Tentu saja aku bisa menyiapkan untukmu. Baiklah, aku akan kembali lagi," ucap Kylie sambil berlalu dengan perasaan bingung.

"Tadi pesawat kertas, dan sekarang susu hangat? Astaga... apa kepalanya habis membentur sesuatu?" gumam Kylie heran.

"Jadi... apa bisa kita mulai ..."

Kring... kring...kring...

"Ponsel siapa yang berdering? Ah... nyaring sekali suaranya, apa tidak bisa dimatikan?!" tanya Isabella kesal karena perkataannya menjadi terhenti.

Semua peserta rapat diam dan justru mereka memandang ke arah David.

Kring... kring... kring...

Ponsel dengan nada dering yang amat kembali berdering nyaring dan Isabella sudah dibuat semakin kesal.

"Bisa kan.... kalian angkat telepon itu!" ucap Isabella dengan suara lantang agar bisa menyaingi suara ponsel yang berdering.

"Tuan David, aku pikir itu adalah ponsel anda yang berdering," ucap salah seorang peserta rapat yang memiliki kumis putih tebal dengan wajah kecil yang tirus.

"Apa, ponselku? Tidak... suara ponselku tidak berbunyi seperti itu..."

Lagi-lagi Isabella terhenti dari perkataannya, dan dia melirik ke arah meja. Tepatnya pada sisi kiri meja dan tidak jauh dari Isabella duduk, sebuah ponsel dengan desain hitam yang mendominasi masih terus berdering dengan suara yang nyaring.

"Ahh... aku lupa, jika aku membawa ponsel ayah," ucapnya membatin. Dengan terpaksa Isabella meraih ponsel David, tatapannya segera tertuju pada layar besar ponsel yang menyala terang dan sebuah nama tertera jelas.

"Penyihir Cilik! Dia... dia berani sekali menamaiku seperti itu," ucap Isabella kesal sambil ia beranjak dari duduknya.

Para peserta rapat hanya bisa diam dan bingung, saat melihat sosok David menjauh dan terhenti bdekat dengan sisi jendela gedung.

"Ada apa sih ayah menghubungiku? Ayah kan lagi sekolah?" ucap Isabella yang sudah menjawab panggilan masuk dari nomornyanya sendiri.

"Isabella?" Teriak David dengan menggunakan suara putrinya yang berbisik pelan.

"Kenapa kau berbisik seperti itu, ayah? Memangnya kau sedang berbicara dengan hantu?" kedua mata Isabella memutar cepat sambil ia terkekeh.

"Aku sedang ada didalam kelas. Dan cepat kau harus menggunakan alat komunikasi yang aku berikan tadi pagi. Kau tidak lupa, kan!" David menekankan suaranya agar bisa terkesan tegas.

Tapi hal itu justru membuat Isabella terkekeh kembali. "Lucu sekali mendengar suaraku seperti itu. Hei... ayah... aku ingatkan kepadamu agar tidak membuat masalah di sekolah,"

"Kau berani menceramahi ayahmu sendiri, Bella!" David jelas tidak menerima nasihat putrinya.

"Apa ayah lupa? Secara teknis kita berdua sedang bertukar tubuh, bukan. Dan sekarang ini aku adalah ayah. Dan ayah adalah aku! Hmm... membingungkan sekali," jawab Isabella, dia tidak peduli dengan kemarahan ayahnya.

David yang berada didalam kelas. Dia sedang membungkuk di bawah meja belajarnya, menghiraukan guru yang sedang memberikan penjelasan di depan kelas.

"Ah.. aku harus cari cara agar semua kembali dengan normal," ucapnya sambil memijat pelipis kirinya dengan kuat, tangan kanan David masih memegangi ponsel Isabella yang memiliki warna merah jambu.

"Ayah?" panggil Isabella. Intonasi suara Isabella tamoak berbeda dan berkesan dia sedang cemas.

"Apa lagi sekarang?"

"Ada seseorang yang baru saja datang. Wah... dia pria yang tampan, apa kau mengenalinya? Tunggu... tunggu... dia datang mendekat ke arahku, ayah!" pekik Isabella dengan bersemangat.

"Apa pria tampan! Mana ada pria tampan selain diriku!" David tak terima, tapi dia segera tahu maksud perkataan putrinya barusan.

"Tunggu, Bella. Pria itu lasti Ryan. Dia pria yang berbahaya, cepat kenakan alat komunikasimu!" Perintah David kesal.

"David? Apa kita bisa mulai pertemuan hari ini?" tanya Ryan dengan tatapan yang sinis.

Isabella menurunkan ponselnya yang masih menyala. Sejenak Ryan melihat nama penyihir Cilik terpampang lada layar ponsel David.

"Maaf karena aku tidak tahu jika kau sedang menelepon seseorang,"

"Tidak... aku sudah selesai," Isabella segera memasukkan ponsel David kedalam saku jasnya. "Baiklah, aku pikir kita bisa memulai rapatnya sekarang?

Isabella memasang senyuman yang terlalu ceria. Sepertinya dia lupa jika dia sedang beada didalam tubuh ayahnya. Hingga tidak hanya Ryan yang memandangnya aneh, tapi semua peserta rapat tidak lepas menyoroti sikap David yang berbeda.

Pertemuan penting sudah dimulai dengan Ryan yang terus saja berbicara, menjelaskan iklan mengenai produk dari salah satu elektronik terbaru yang akan dikeluarkan oleh Perusahaan Mahenra.

Isabella sendiri tidak tahu apa yang sedang ia dengarkan, yang jelas dia hanya memandang ke arah Ryan dengan senyum lebarnya yang terlalu kentara. Tidak lupa sebuah alat komunikasi sudah terpasang di telinganya.

"Hei... ayah ... apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Aku sama sekali tidak mengerti, dan kapan pertemuan ini akan berakhir?" ucap Isabella. Dia harus menunduk agar bisa menyamarkan pembicaraannya dengan David.

"Sial, kenapa dia akan melakukan hal itu? Sudah aku katakan bahwa aku tidak akan setuju, kenapa dia keras kepala sekali!" ucap David kesal seraya mengabaikan pertanyaan putrinya.

"Hah? Kau ini kenapa sih, ayah? Kerjaanmu marah-marah terus!" Isabella terus menggerutu.

"Jadi... aku pikir semua akan setuju dengan apa yang sudah aku sampaikan. Dan... Tuan David, bagaimana dengan pendapatmu saat ini?" tanya Ryan yang sudah selesai berbicara.

"Tuan David?" Panggil Ryan sekali lagi dengan suara yang lantang.

"Ya?" jawab Isabella sama lantangnya, tapi raut wajahnya tampak bingung saat itu.

"Apa kau setuju?"

"Aku... aku..." Isabella tidak tahu harus berkata apa, dan kembali ia memalingkan wajahnya dari tatapan Ryan. "Ayah, aku harus jawab apa? Hei... kenapa.kau diam saja?" tanya Isabella gelisah.

*Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda. Didalam kelas tempat dimana David dengan tubuh putrinya berada.

David yang sedang duduk dan menutupi wajahnya dengan buku pelajaran yang ia tegakkan dihadapan wajahnya. Dikejutkan dengan seseorang yang mengangkat bukunya, tatapan matanya sedang memergoki Davis yang membuat kesalahan.

"Isabella, apa yang sedang kau lakukan? Aku perhatikan kau tidak menyimak pelajaran!" ucap seorang wanita dengan satu tangannya sudah bertolak pinggang.