**After Prolog
Aarrgghhhh!!!
Ayah dan anak itu berteriak bersamaan, saling menunjuk satu sama lain.
Menatap dengan tidak percaya, seakan-akan sedang melihat hantu yang sangat menyeramkan.
Tubuh David saat itu tidak mengenakan pakaian atas, dada polos yang bidang terlihat jelas. Isabella yang sadar dengan tubuh barunya tidak mengenakan apapun, segera saja menyilangkan dadanya dengan cepat.
"Kau..!" Teriak David kesal, tapi yang terdengar hanyalah suara putrinya. "Kenapa bisa seperti ini! Katakan kalau ini hanya mimpi! Tidak mungkin, kenapa ada orang lain yag menggunakan tubuhku," ucap David lantang.
"Ayah! Kau tidak boleh melihat kearahku, ahh... kenapa aku tidak mengenakan pakaianku?!" ucap Isabella dengan suara David. Tingkah anak-anaknya sungguh sangat tidak cocok pada tubuh dewasa dari seorang pria.
"Berhenti bersikap seperti itu! Dan cepat kembalikan tubuhku!" David mendekati tubuhnya, menatap dengan jengkel.
Dulu sekali dia cukup menunduk dan memberikan tatapan sinis pada putrinya, tapi kenyataannya sekarang?
David harus mendongak untuk melihat wajahnya sendiri, wajah yang merungut geli dan malah terlihat menggemaskan ketimbang seram.
"Arggghhhhh....!!!!"
Isabella kembali berteriak sekencang mungkin, dengan suara beratnya justru terdengar menyeramkan dan membahana.
"Hentikan! Apa kau sudah gila? Berteriak seperti itu didalam rumah?" David menutup kedua telinganya, menatap tubuhnya dengan frustasi.
"Aku harus berteriak! Siapa tahu aku hanya bermimpi." Jawab Isabella melangkah mundur, hingga ia merapat hingga menyentuh dinding.
"Aaarrgghhh..!!" Isabella kembali berteriak dengan kencang.
"Hentikan, sinting!" umpat David kesal, ia mengusap kedua telinganya yang kecil.
"Ini benar-benar nyata...! Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Aku tidak mau menjadi ayah, iuhh.... menjadi ayah sangat menjijikkan sekali!" Umpat Isabela merosot pelan, duduk berjongkok dan mulai menangis histeris.
David menatap kearah tubuhnya yang mulai meraung sedih, sudah tidak ada lagi wajah tampan yang mempesona.
"Ahh... Aku tidak pernah menangis seperti itu, Bella! Sungguh hentikan! Kau benar-benar membuatku muak!" Ucap David lantang.
"Hk... hk... hk...." Isabella menyeka air matanya secepat mungkin, memberikan tatapan keji pada ayahnya.
"Apa kau pikir aku suka menjadi dirimu? Lebih baik mati dari pada aku menjadi kau!" Balas Isabela lantang, dengan menghentakkan kedua kakinya.
"Ayah! Kau harus bertanggung jawab! Aku tidak mau menjadi dirimy!" Ucapnya kembali merengek.
"Mati saja sana, aku tidak peduli!" jawab David dengan wajah putrinya, memperlihatkan ekspresi kekesalan. Rambut panjang Isabela membuatnya risih, dan berkali-kali David harus menyibakkan rambut tersebut.
"Oh ya..? Ide yang bagus! Aku mati saja, siapa tahu aku bisa kembali ketubuhku, dan ayah..." Seringai licik milik Isabella muncul, ia sedang cekikikan menahan geli karena membayangkan hal seram yang akan menyenangkan.
"Apa? Apa yang kau pikirkan, Bella?" Tanya David dengan curiga, sedang menebak yang dipikirkan oleh putrinya.
"Hahaha... Dan kau tidak akan pernah kembali ke tubuh ayah! Karena tubuh ayah sudah tiada!" Lanjut Isabella menyeringai lebar. Setelah mengucapkan hal tersebut, segera saja Isabella beranjak dari duduknya.
"Kau tidak akan berani melakukannya, bagaimana kalau kau yang justru tidak bisa kembali tubuhmu." David mencoba membuat kesimpulan lainnya.
"Uhmm... Aku tidak apa-apa jika harus menjadi arwah gentayangan, dan ayah akan terjebak ditubuhku selamanya," balas Isabela dengan seringai yang semakin menyeramkan.
"Apa...! Isabela Mahenra?! Jangan pernah berani kau melakukannya, atau aku akan..."
David berteriak lantang, tapi putrinya tidak mendengarkannya. Lebih memilih untuk berjalan cepat melewatinya, bahkan dengan sengaja menubruk tubuh Isabella yang kecil dan tidak bertenaga.
"Aww... Tubuh kecil ini sangat ringkih sekali! Isabella...!" Teriak David yang kesal dengan sikap putrinya yang memiliki ide tergila, teraneh, yang harus ia cegah segera mungkin.
Mereka berdua saat ini berada dilantai dua, diantara lorong panjang yang masih tampak sepi. Langkah Isabella yang sangat berat, terdengar hampir diseluruh penjuru ruangan.
Isabella memang sedang berpikir sangat gila! Membayangkan dirinya yang mungkin akan mati? Tidak apa-apa menurutnya, asalkan dia bisa membuat ayahnya menderita hingga akhir hayatnya.
"Nana... Aku ingin bersamamu, tidak mengapa kalau aku harus meninggalkan dunia ini." Ucap Isabella hampir menangis.
Dia sedang berjalan cepat menuju arah balkon yang ada dilantai dua, sedangkan David dengan langkah kecil menyusul dari arah belakangnya.
Isabella sudah membuka jendela, memandang dari arah atas melihat ketinggian yang mungkin bisa menewaskannya seketika.
"Nana... aku akan menyusulmu!"
"TIDAK!" Teriak David.
Dia dengan tubuh mungilnya melompat bagaikan seekor tupai. Akhirnya ia berhasil memegangi salah satu kaki Isabella, meskipun itu kaki besar dari tubuh David.
Tersadar dengan kaki itu tidak akan sanggup ia lawan, David pun harus sekuat tenaga memeganginya, karena kekuatan yang dimiliki oleh tubuh Isabella sangat kecil.
"Bella! Kalau kau melompat dari lantai dua, apakah kau pikir, kau akan langsung mati? Bagaimana kalau kau tidak langsung mati, dan hanya cacat saja? Kau mau menjadi cacat seumur hidupmu!" Ucap David.
Dia masih terus memegangi kaki dari tubuhnya sendiri, berharap putrinya mau mendengarkan ucapannya yang sangat masuk diakal.
Untuk beberapa detik saja, Isabella sedang mencerna semua penjelasan ayahnya.
"Iya ya... dia benar juga. Kalau aku tidak langsung mati, maka aku akan menjadi cacat dengan tubuh ayahku ini. Justru nanti malah aku yang akan menderita seumur hidup." Batin Isabella, sambil ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri dari lantai dua.
"Ha? Tuan David? Nona Bella? Apa yang kalian berdua sedang lakukan?"
Teriak Lily, salah satu pelayan wanita yang bekerja di Kediaman Mahendra.
Pagi sekali dia mendengar keributan yang berasal dari lantai atas, dan menemukan Isabela yang sepenglihatannya sedang bersujud dan memegangi kaki ayahnya.
"Oouuw... Nona Bela kasihan sekali? Apa yang sudah ia perbuat hingga harus bersujud dihadapan ayahnya sendiri." Batin Lily menatap sedih.
"Lily!" Seru Isabela terlalu riang, dia lupa kalau saat ini ia sedang berada didalam tubuh ayahnya.
"Ahh... Menyebalkan sekali hari ini!" Keluh David seraya merapikan gaun tidurnya yang berwarna merah jambu, dan lagi-lagi ia harus menyibakkan rambut Isabella yang selalu saja menghalangi pandangannya.
LiLy semakin dibuat terkejut, karena David tersenyum terlalu lebar kearahnya, bahkan sampai menyapa dirinya. Hal yang tidak pernah dilakukan oleh majikannya tersebut, dan dengan keberanian dia pun mendekati Isabella palsu.
"Nona Bella, ayo ikut saya. Tidak baik jika mengganggu ayah anda sepagi ini." Lily segera memegangi tangan David.
"Berani-beraninya kau memegangi tanganku!" bentak David kesal dan lantang, tapi tetap saja yang keluar hanyalah suara dari seorang anak perempuan. Tidak menyeramkan, dan dipastikan Lily tidak akan takut dengan gertakan David.
Isabella menatap sewot pada pelayan wanita yang cukup dekat dengannya, karena tidak terima Lily memegangi tangan David walaupun dalam tubuhnya sendiri.
Membuat Isabela menghempas paksa pegangan tangan Liana dari tangan ayahnya.
"Tuan David, ada apa? Apa saya sudah melakukan kesalahan?" Lily terpekik kaget, wajahnya sudah dengan cepat menunjukkan kepanikan.
"Lily? Kau ini kenapa? Kau salah orang, Ini aku Bel..."
Pikiran David sedang berpikir cepat. IQ-nya yang tinggi saat ini, sangat berguna untuk mencegah masalah lainnya yang mungkin akan timbul, akibat kesalahpahaman yang akan sulit untuk dijelaskan.
"TIDAK! HENTIKAN!" Teriak David lantang dengan suara anak perempuan.
"Kenapa kau justru...." Isabella ingin sekali menyanggah ucapan ayahnya. Tapi david sudah memotong ucapan putrinya dengan segera.
"Lily, ayo kita pergi! Biarkan ayah tetap disini. Otaknya memang sedang kacau saat ini," cibir David. Dia sedang berpura-pura agar bisa meniru gaya Isabella saat berbicara.
"Ohh... Apa maksudmu sebenarnya?" Tanya Isabella. Dia berjalan mendekat kearah David.
Kali ini Isabella harus menunduk agar wajahnya bisa setara dengan wajah ayahnya, dengan telunjuknya ia menekan hidung David yang segera memicingkan matanya dengan kesal.
"Baiklah aku akan ikuti permainanmu," ucap Isabela menyeringai licik dengan wajah ayahnya.